Mohon tunggu...
Ratu Siti Rohmah
Ratu Siti Rohmah Mohon Tunggu... lainnya -

Menjadi bagian dari diri sendiri yang sekarang\r\nSungguh gelapnya kezoliman dan balasannya akan menimpa pelaku kezoliman itu sendiri, cepat atau lambat…

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dunia Besar itu, Sekenario

23 Agustus 2014   04:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:48 1
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14088901001508008418

Adakah Pernah kau datangi sebuah bangunan megah, ketika kau lelah kau mengetuk pintunya? Namun, yang menyambutmu di sana hanyalah dinding dingin dan keheningan.
Pernahkah kau berjalan diantara aspal yang panas, atau dalam belantara yang pekat, sementara matahari menyengat pedih kulitmu, atau bahkan hujan yang mengguyur basah seluruh ragamu?
Lalu, ketika kau sampai pada persimpangan,
kau ragu, mana arah yang akan membawamu pulang.
Adakah kau pernah rasakan, ketika ucap tak lagi memberi makna, manakala hakikat dari kata-kata yg keluar itu tidak lebih dari sebuah kalimat yang menghantarkan tanya?

Bilakan kau miliki pagi, membangunkanmu dari lelap tidur, diiringi salam dan doa serta sebentuk kecil cubitan menggoda disertai ucapan lembut "bangunlah, saatnya menghadap pada Tuhanmu".

Hampir saja, aku lupakan dan membiarkannya berlalu segala hal indah dari dunia kecil itu. Hingga suatu ketika ak terjatuh, patah dan buta.

Nyaris saja aku menuntut masa yang hilang hanya karena aku terobsesi pada sesuatu yang ternyata hanya sebuah Oase diantara ilalang kering yang terbakar teriknya amarah.

Dan ketika itu, aku mengutuk tiap sosok yang berlalu, menggulung satu-satunya jalan setapak dibawah pijakanku, berontak, berteriak  "aku benar, mereka salah!"

Hingga habis suaraku, lemas ragaku, lelah bathinku

Ku akhiri usaha sia-siaku dengan tangis sampai akhirnya ak tak tahu lagi siapa aku dan tengah berada dimana aku?

Takan ku katakan bahwa aku putus asa saat itu,

aku hanya pasrah dengan tanpa usaha,

aku hanya tak lagi memiliki keinginan untuk kembali bangkit, dan

aku hanya biarkan mataku tetap terbuka namun enggan untuk melihat,

aku biarkan telingaku mendengar setiap ucapan namun otak ini ku perintahkan untuk tidak mencernanya. dan

kemudian aku biarkan pula hatiku untuk merasa, namun tetap ku menolak untuk memaknainya.

Hingga pada titik tertentu ak dipaksa untuk mengakui keberadaan sepasang tangan yg dulu kecil tapi kini semakin kuat manarik setiap bulir duka dari sukmaku.

Dialah dunia kecilku, yg selalu mengantar aku pergi dengan ucapan "hati-hati di jalan yaa buu"

Dialah dunia kecilku, yang ketika adzan Maghrib berkumandang dan ak belum sampai dirumah, ada pesan singkat masuk ke hapeku

"ibu kenapa jam segini belum pulang?" atau

"ibu masih dikantor? Sholat magrib di mana?"

Atau

"Ibu, pulangnya mau bawa makanan atau mau dimasakin?" :)

Dialah dunia kecilku, yang kini telah bisa ku imami sholatnya.

Dialah dunia kecilku, yang kini sering mengkoreksi bacaan tilawahku, lalu ketika ayat terakhir selesai kubaca dia akan bertanya "kalo dibenerin bacaannya suka kesel ga bu?"

"Iya, sedikit kesal dan malu" begitu selalu jawabku

"Maaf ya bu, tapi baca qur'an itu harus benar makhroj, tadzwid bla, bla, bla (banyak sekali yg dia sebutin), karena kalau kita salah membaca, akan berbeda pula makna dan artinya" sambil nyengir dan kembali asyik dengan game online nya.

Alhamdullillaah, selama ini ternyata, aku tidak punya alasan untuk tidak kembali pulang, meski diluar sana, didunia yg besar itu ada banyak tawa dan kesenangan, dan dunia kecilku kadang hanya menawarkan 'sabar'

Namun kini, aku sangat mengerti bedanya.

Dunia besar itu hanya sebuah sekenario, dan

Dunia kecil inilah hakikat hidup yang sebenarnya.

Dan ternyata,

Rumah bukan hanya sekedar bangunan, tapi adalah sebuah tempat, dengan siapa kita tinggal, bersama siapa kita berbagi dan tujuan seperti apa yang kemudian akan dicapai.

Tak pernah ada kata terlambat,

untuk menjadikan tempatku pulang sebagai rumah syurga dunia, untuk senantiasa membawa kebaikan bagiku, bagi dunia kecilku, bagi kami, yang selalu rela melihat senyum tulus itu, atau menatap bening sepasang mata yang beberapa tahun ini hampir aku tak mengenalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun