Namun, ada jalan keluar. Pemerintah harus lebih cermat dalam mengelola anggaran. Belanja pegawai yang begitu besar seharusnya bisa ditekan. Tidak ada salahnya memperbaiki efisiensi birokrasi. Penghematan di sektor ini bisa menjadi ruang baru untuk memperbesar alokasi dana bansos.
Selain itu, subsidi harus lebih tepat sasaran. Saat ini, banyak subsidi yang justru dinikmati kelompok menengah ke atas. Ini paradoks. Di satu sisi, rakyat kecil dipaksa berhemat. Di sisi lain, subsidi energi yang besar justru tidak sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
Kenaikan tarif PPN seharusnya ditunda hingga ekonomi benar-benar stabil. Saat ini, rakyat masih berjuang memulihkan diri dari dampak pandemi. Perekonomian memang mulai tumbuh, tapi belum cukup kuat untuk menahan beban baru.
Jika pemerintah tetap melanjutkan kebijakan ini, maka harus ada jaminan bahwa setiap rupiah dari kenaikan ini akan digunakan secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat. Transparansi menjadi kunci. Publik perlu tahu ke mana uang mereka digunakan.
Sebagai Trainer UMKMÂ saya percaya bahwa kebijakan fiskal harus berpihak pada rakyat kecil. Jika tujuan utama adalah meningkatkan pendapatan negara, maka opsi lain seperti memperluas basis pajak bisa menjadi solusi. Daripada menaikkan tarif, mengapa tidak memperbaiki sistem pajak agar lebih banyak pihak yang membayar pajak secara adil?
Kenaikan tarif PPN adalah sebuah alarm. Alarm yang mengingatkan kita bahwa sistem ekonomi perlu perbaikan mendasar. Kebijakan yang terlihat sederhana seringkali memiliki konsekuensi yang kompleks. Dan konsekuensi ini tidak boleh diabaikan.
Rakyat adalah tulang punggung negara. Jika mereka terus dibebani, maka yang akan runtuh bukan hanya perekonomian, tapi juga kepercayaan. Kepercayaan pada pemerintah, kepercayaan pada masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H