Jam berjualan mereka yang terbatas bukanlah tanda ketidakmampuan untuk bersaing, melainkan sebuah pernyataan berani: "Kami telah cukup."
Logika mengatakan, mereka bisa saja membuka lebih lama, mengumpulkan lebih banyak uang, dan mungkin membeli beberapa hal yang tidak mereka butuhkan untuk mengesankan tetangga yang mereka benci.Â
Tetapi tidak, mereka memilih untuk menjalani hidup dengan istilah mereka sendiri, menemukan kekayaan dalam kebersamaan dan kepuasan yang tampaknya telah hilang dari kamus modern kita.
Konsep mencukupkan diri dan bersyukur, meskipun terdengar sederhana, adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan.Â
Banyak dari kita terjebak dalam siklus tak berujung dari keinginan lebih, yang seringkali membuat kita lupa untuk menghargai apa yang sudah ada di hadapan.Â
Kisah pasangan pedagang tongseng ini mengingatkan kita bahwa terkadang, kebahagiaan sejati ditemukan dalam kesederhanaan dan kepuasan atas apa yang sudah kita miliki.
Mungkin, dalam pandangan materialistik, mereka dianggap tidak memiliki banyak. Namun, jika kita melihat dari perspektif kebahagiaan dan kepuasan hidup, mereka adalah orang-orang yang kaya.Â
Ini mengajarkan kita bahwa kekayaan sejati bukan hanya tentang berapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa banyak kita bisa merasa cukup dan bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H