Mohon tunggu...
Moeh Zainal Khairul
Moeh Zainal Khairul Mohon Tunggu... Konsultan - Penjelajah

Tenaga Ahli Pendamping UKM Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar 2022 dan 2023 Coach Trainer Copywriting LPK Magau Jaya Digital

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kasak-kusuk Cawapres 2019 atau Sekadar Ban Serep?

13 Juli 2018   20:50 Diperbarui: 13 Juli 2018   21:02 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara faktual kemenangan calon presiden dipengaruhi suara yang berhasil diperoleh calon wakil  presiden. Bahkan acapkali calon wakil presiden memiliki energi lebih besar daripada calon presiden

Presiden Jokowi masih dengan menyeleksi kandidat pendampingnya, begitu pula capres Prabowo masih saling melobi dengan para partai oposisinya. Posisi cawapres memang sangat strategis. Namun apakah hanya sekedar menjadi ban serep?

Pasangan presiden dan wakil presiden dua periode terakhir membuktikan energi, wakil presiden yang lebih besar daripada presiden. Kondisi tersebut rentan terhadap persaingan kekuasaan dan kewenangan presiden dan wakil presiden. Bahkan sempat terjadi Wakil Presiden menerbitkan Keputusan Wakil Presiden tentang Penanganan Bencana Alam.

Pada perkembangan terakhir, ada beberapa partai politik yang mengajukan bakal calon wakil presiden yang memiliki energi; lebih besar daripada bakal calon presiden yang diusungnya.

Posisi wakil presiden pada hakikatnya, bukan posisi cadangan atau acapkali disebut ban serep atau cadangan, yakni posisi pilihan apabila posisi pertama tidak terwujud.

Menjelang pertarungan perolehan kekuasaan dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, banyak bakal calon presiden yang siap mengambil posisi wakil presiden usai mengukur keterpilihan dirinya dibandingkan bakal calon lain Wakil Presiden sebagai jabatan konstitusional seharusnya diatur dalam konstitusi tugas dan kewenangan Wakil Presiden, pertanggungjawaban, serta hubungannya dengan pejabat-pejabat negara yang lain.

Jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia tidak didukung oleh ketentuan konstitusional. Terdapat beberapa "kekosongan hukum" (rechsts-vacuum) terkait jabatan Wakil Presiden, antara lain tugas dan kewenangannya, hubungan kekuasaan antar Wakil Presiden dengan Presiden dan dengan lembaga negara lainnya, serta cara pertanggungjawaban Wakil Presiden.

Cara pertanggungjawaban terkait dengan tugas Wakil Presiden saat menjalankan tugas, baik pada saat Presiden berhalangan maupun saat Presiden tidak berhalangan.

Salah satu hal yang menarik untuk dikaji secara yuridis ilmiah terdpatnya perbedaan yang mendasar tentang praktik tugas dan kewenangan serta hubungan kerja antara Presiden dengan Wakil Presiden pada masing masing periode.

Bahkan dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla tampak seringkali diliput mass media. Saat itu, tidak satupun produk hukum yang dapat diajukan sebagai rujukan pengaturan tugas dan kewenangan wakil presiden.

Terkait dengan geliat aktif Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla pernah mengeluarkan Ketetapan Wakil Presiden tentang Penanganan Bencana Alam di Aceh.

Terbitnya Keputusan Wakil Presiden ini tentu saja menjadi polemik ketatanegaraan karena Kepala Pemerintahan dijabat oleh Presiden, bukan oleh Wakil Presiden. Dalam hal ini, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla berdalih bahwa keputusan dimaksud ditandatangani sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana Alam di Aceh.

Sama dengan wakil presiden sebelumnya, Wakil Presiden Boediono (2009-2014) tidak memiliki tugas dan kewenangan yang spesifik dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan sejak awal menjabat, Boediono diterpa berbagai dugaan terkait dengan pengucuran dana Bantuan Likuidasi Bank Indonesia kepada Bank Century, mengingat pada saat itu Boediono menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Mengacu pada berbagai dugaan tersebut, tugas dan kewenangan Wakil Presiden Boediono tidak sering mendapat sorotan dari mass media. Menjelang berakhirnya masa jabatan Wakil Presiden Boediono didesak untuk melakukan koordinasi dengan kementerian terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tabungan Perumahan Rakyat sebagai hasil dari rapat konsultasi dengan Presiden, sehingga Presiden menugaskan Wakil Presiden untuk mengkoordinasikan perbedaan pandangan antar lembaga. Dengan demikian, perlu dicermati persoalan mendasar agar tugas koordinasi tersebut tidak tumpang tindih dengan tugas dan kewenangan menteri coordinator

.Selanjutnya kekosongan hukum yang lain terkait dengan prosedur dan mekanisme Wakil Presiden yang menggantikan Presiden sesuai dengan,

Pasal 8 ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945, bahwa: Jika Presiden mangkat berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam  masa jabatannya, ia digantikan Wakil Presiden Republik Indonesia sampai habis masa jabatannya.

Demikian juga dengan negara Indonesia, yang menganut bentuk pemerintahan republik ditemukan beberapa ketentuan yang menyebut jabatan wakil presiden dalam konstitusinya.

Berikut pasal-pasal yang dimaksud Pasal 4 ayat (2) UUD 1945, bahwa Presiden dalam melakukan kewajib

annya dibantu oleh satu orang Wakil Presiden .

2. Pasal 6A ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945, seperti halnya Presiden, Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat,

3. Pasal 7 Perubahan Pertama UUD 1945, masa jabatan dan periodisasi yang sama antara kedua pejabat tersebut, yakni lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan;

4. Demikian juga dengan sumpah atau janji jabatan yang dirumuskan dalam redaksi yang sama antara Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 9 ayat (1) Perubahan Pertama UUD 1945)

Bahkan Wakil Presiden Republik Indonesia menggantikan Presiden jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945.

5. Presiden Republik Indonesia dan/atau Wakil Presiden Republik Indonesia hanya dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar  sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat (3) Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal cara pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden ini tidak konsisten dengan cara pengisian presiden dan/atau wakil presiden melalui pemilihan langsung oleh rakyat.

Mungkin sudah saatnya diperjelas dalam UUD kedudukan wakil presiden agar tidak terjadi tumpang tinding tata negara kedepannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun