Dalam hidupnya, manusia tentu membutuhkan tempat tinggal. Tempat tinggal menjadi salah satu dari 3 kebutuhan pokok manusia selain makanan dan juga pakaian yang harus dipenuhi.Â
Rumah sebagai bangunan tempat tinggal memiliki beberapa fungsi, salah satunya yaitu agar dapat melindungi manusia dari iklim hingga lingkungan sekitar. Manusia mengembangkan diri mereka, membentuk keluarga, serta membina kehidupan sosial budaya di dalam rumah.Â
Selain itu, dari rumahlah manusia dapat berperan serta dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. (Sasmito, 2012). Menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dinyatakan bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu dari penyebab permasalahan pada perumahan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa jumlah penduduk di bumi terus meningkat dan tentunya setiap individu juga membutuhkan rumah untuk memenuhi kebutuhannya.Â
Oleh karena itu, jumlah penduduk yang meningkat akan berpengaruh terhadap peningkatan akan kebutuhan tempat tinggal. Namun, terdapat kendala pada pemenuhan kebutuhan akan rumah bagi masyarakat tersebut, yakni adanya keterbatasan lahan yang berpengaruh pada peningkatan harga rumah itu sendiri.
Untuk merespon permasalahan keterbatasan lahan tersebut, hunian vertikal menjadi salah satu solusinya. Secara etimologis, hunian vertikal dapat diartikan sebagai kediaman atau tempat tinggal  yang dapat dihuni yang disusun secara vertikal karena berbagai alasan, yang pada umumnya tingkat densitas wilayah kota yang tinggi (Priambodo, Purwani, & Iswati, 2022).Â
Perkembangan hunian vertikal diarahkan untuk dapat menyiasati minimnya ketersediaan lahan dan sebagai upaya untuk meningkatkan rasio ruang terbuka hijau di perkotaan. (Bachtiar et al., 2019)
Dilansir dari Priambodo, Purwani, & Iswati (2022) Secara umum, hunian vertikal di Indonesia dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:
1. Apartemen
Berdasarkan tipe pengelolaannya, apartemen diklasifikasikan menjadi apartemen servis, apartemen perseorangan, dan apartemen milik bersama. Apabila berdasarkan lokasinya, apartemen diklasifikasikan menjadi city apartment, airport apartment, sub urban apartment, dan semi residential apartment. Kemudian, berdasarkan tipe unitnya, apartemen diklasifikasikan pula menjadi beberapa tipe.
2. Kondominium
Kondominium merupakan bentuk hak guna perumahan yang memiliki kepemilikan pribadi yang tersusun seperti rumah susun. Kondominium juga diklasifikasikan dalam berbagai jenis dan tipe yang berbeda.
3. Rumah Susun
Berdasarkan kepemilikan, rumah susun terdiri dari dua jenis, yaitu rusunawa dan rusunami. Perbedaan keduanya dapat dilihat dari sasarannya, rusunawa ditujukan bagi kalangan menengah ke bawah yang bekerja di kota, sedangkan rusunami ditujukan bagi kalangan  menengah ke bawah, kalangan menengah, dan kalangan menengah ke atas.
Tangerang Selatan merupakan salah satu kota yang jumlah penduduknya terus meningkat sehingga perkembangan perumahannya sangat pesat.Â
Terdapat berbagai macam alasan yang menjadikan masyarakat memilih Tangerang Selatan sebagai lokasi rumah mereka, seperti infrastruktur yang memadai dan terus ditingkatkan hingga saat ini, terdapat fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan mereka, akses yang mudah untuk bepergian, hingga letaknya yang strategis dan berdekatan dengan Jakarta.
Menurut Iriani (2017) dalam penelitiannya, dikarenakan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat sebesar 3.63% per tahun, terdapat kondisi kebutuhan rumah (backlog) yang terus meningkat pula.Â
Perkembangan kota yang tidak setara dengan ketersediaan lahan dan harga lahan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan daya dukung lahan. Dapat diketahui bahwa peruntukan lahan di Tangerang Selatan itu sendiri yakni sebesar 65,88% yang digunakan untuk perumahan dan permukiman.
Berdasarkan aspek daya dukung lahan, luas terbangun Kota Tangerang Selatan mencapai kurang lebih 10.000 ha. Apabila dibandingkan terhadap jumlah penduduk hingga tahun 2031 yaitu berkisar 3,6 juta jiwa, maka dapat menampung penduduk kurang lebih 3 juta jiwa.Â
Oleh karena itu, hal tersebut melampaui standar daya tampung untuk pembangunan perumahan horizontal. Melalui penelitian tersebut, peneliti menyarankan pembangunan hunian vertikal sebagai solusi alternatif dalam pemenuhan kebutuhan perumahan bagi penduduk.
Saat ini, pembangunan hunian vertikal di kawasan Tangerang Selatan sudah mulai menjamur dengan rentang harga yang beragam. Untuk pembangunan kedepannya, diharapkan hunian vertikal yang akan dibangun tetap dapat mementingkan masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah, agar pembangunan yang dilaksanakan dapat tepat sasaran dan sebagai solusi untuk pemerataan kemakmuran rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H