Bandingkan dengan Ahli Toksikologi Forensik Polri I Made Agus Gelgel Wirasute yang pernah menangani 100 kasus serupa. Gelgel juga menyatakan hasil uji forensiknya didukung peralatan yang memadai, serta didasarkan pada hasil Visum Mirna.
Lebih menarik lagi, Budiawan membantah adanya Sianida di tubuh Mirna karena konsentrasi pada data di Lambung saja. Padahal, menurut Ahli Forensik UI Budi Sampurna, sebagian besar Sianida di tubuh Mirna sudah terserap ke Empedu, Hati dan Urine.
Pertanyaannya :
- Kenapa Otto Hasibuan menghadirkan ahli yang analisanya tidak didasarkan pada Visum Mirna?
- Kenapa Otto Hasibuan menghadirkan ahli yang membantah adanya Sianida dengan eliminasi data pada Hati, Empedu dan Urine?
Pengacara papan atas sekelas Otto Hasibuan, tentu tidak mungkin ‘sembrono’ sejelas itu. Apalagi, 2 kejanggalan itu langsung terbongkar selama persidangan berlangsung.
Kenapa Balada Mirna dan Jessica terus dikepung dengan sejumlah polemik di setiap lini?
Apakah ada unsur kesengajaan dengan tujuan tertentu melalui segudang polemik Balada Mirna dan Jessica?
Tercium aroma menyengat, polemik Sianida berkepanjangan mendesak adanya regulasi tata kelola Bahan Kimia. Sudah jatuh korban, jadi desakan kuat menggolkan RUU Bahan Kimia yang bertahun-tahun Nyangkut di DPR. RUU Bahan Kimia, sempat masuk Prolegnas 2016, namun berpotensi digeser lagi ke 2017. Boleh jadi, berlarut-larutnya Balada Mirna dan Jessica, menjadi kunci vital nasib RUU Bahan Kimia.
RUU Bahan Kimia merupakan usulan yang muncul pada pemerintahan SBY jilid II. Krisis global 2008, menurunkan daya beli Eropa terhadap produk-produk industri kimia dari RI. Sementara, bahan baku industri kimia RI, bergantung pada impor.
Penurunan ekspor RI di tengah ketergantungan impor bahan baku industri kimia, mendesak adanya industri bahan kimia dasar di RI. Jika RI memiliki industri kimia dasar nasional, maka tak perlu impor sehingga menciptakan efisiensi bisnis. Dengan terciptanya efisiensi industri kimia nasional, maka harga jual diproyeksikan tak perlu naik.
RUU Bahan Kimia, dianggap sebagai solusi menciptakan efisiensi industri kimia di tengah turunnya ekspor ke Eropa. Saat ini, 92% bahan baku kimia untuk obat / farmasi masih impor senilai Rp 11 T. Nilai impor bahan baku kimia untuk produk plastik capai USD 5,5 miliar. Belum bahan baku kimia lainnya.
Sayangnya, RUU Bahan Kimia terus terganjal akibat tarik menarik internal maupun eksternal. Biar bagaimanapun, industri kimia dari tingkat bahan baku hingga bahan jadi, pemainnya tak banyak. Kartel menjadi karakteristik dasar industri kimia global maupun Indonesia.