Mohon tunggu...
Ratu Adil
Ratu Adil Mohon Tunggu... -

Political and Corporate Spy with 15 Years Experience.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Siapa Fitnah Puan Maharani soal Pengusiran Jokowi?

14 April 2014   18:25 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:41 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita heboh muncul di The Jakarta Post milik Kompas Group. Semua tentu bisa menebak, pada masa seperti ini apalagi yang menghebohkan jika tidak menyangkut Jokowi. Koran berbahasa Inggris representasi Indonesia di mata luar negeri menayangkan berita soal pengusiran Jokowi dari kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat oleh Puan Maharani.



[caption id="attachment_319914" align="aligncenter" width="602" caption="The Jakarta Post 12 April 2014"][/caption]


Berita ini ditulis oleh Hans David Tampubolon bersama Hasyim Widhiarto sebagai kontributor. Inti berita ini mengatakan, Puan Maharani marah kepada Jokowi karena hasil perolehan suara PDIP tidak mencapai angka 25%. Konon, kemarahan dipicu oleh karena Jokowi Effect yang digembar-gemborkan akan mendongkrak suara PDIP di atas 25% itu tidak bekerja. Konon lagi, kemarahan itu kemudian memicu Puan Maharani mengusir Jokowi dari pertemuan tersebut.



[caption id="attachment_319915" align="aligncenter" width="485" caption="The Jakarta Post, 12 April 2014"]

13974491471625692878
13974491471625692878
[/caption]


Berikut link URL pemberitaan tersebut.

Sayangnya, info yang dilancarkan The Jakarta Post itu tidak benar adanya. The Jakarta Post sendiri telah memuat bantahan dari PDIP pada 13 April 2014. Ini link URL berita bantahan tersebut.


Dalam pemberitaan bantahan tersebut, kesaksian dari tim PDIP menyebutkan bahwa pada pertemuan yang disebut di berita pertama, Puan Maharani tidak ada di lokasi.



[caption id="attachment_319916" align="aligncenter" width="599" caption="The Jakarta Post, 13 April 2014"]

13974492281551903083
13974492281551903083
[/caption]


[caption id="attachment_319917" align="aligncenter" width="514" caption="The Jakarta Post, 13 April 2014"]

1397449269148006142
1397449269148006142
[/caption]

Ketidakhadiran Puan Maharani dalam pertemuan tersebut tentu dengan sendirinya menggugurkan isu miring perpecahan internal PDIP dan pengusiran Jokowi itu. Saat ini, skandal pemberitaan The Jakarta Post terkait wacana ini tengah diselidiki oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).

Pertanyaan besarnya adalah siapa pembocor kabar bohong tersebut kepada The Jakarta Post?

Apa motif di balik munculnya wacana tersebut?

Pihak mana yang sangat diuntungkan dari mencuatnya perseteruan internal PDIP akibat tidak terjadinya Jokowi Effect?

Mari kita analisa inti dari tulisan tersebut, sebagai berikut :

1.Jokowi Effect tidak terjadi => Jokowi tidak sesuai harapan

2.Puan Maharani geram dan usir Jokowi => pecah internal PDIP soal nasib Jokowi sebagai capres

Dari sini sebetulnya sudah terlihat siapa yang bermain, namun perlu diperjelas. Sekarang kita mundur jauh ke belakang. Istilah Jokowi Effect muncul sesaat setelah pelantikan Jokowi – Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Fenomena kemenangan Jokowi – Ahok begitu menggelegar sehingga melahirkan istilah tersebut.

Sejak itu, semua media selalu menjadikan Jokowi Effect dalam setiap wacana politik mulai dari Pilkada di beberapa daerah, hingga Pileg dan Pilpres. Media-media internasional pun menggunakan istilah yang sama dalam pemberitaan politik Indonesia. Tak lupa, lembaga survey dalam dan luar negeri juga memprediksi, faktor Jokowi atau Jokowi Effect akan mendongkrak perolehan suara PDIP setidaknya di angka 27%, malah ada yang menyebut 35%.

Memang, hasil Quick Count Pileg 2014 menyebutkan PDIP hanya memperoleh 19 – 20% suara, jauh dari proyeksi. Lantas muncul wacana, Jokowi Effect tidak berpengaruh.

Entah kebetulan atau tidak, Gerindra yang memperoleh suara 11 – 12% mengklaim, tidak ada Jokowi Effect, yang ada Prabowo Effect. Pertanyaan saya, memangnya Prabowo yang membuat Jokowi – Ahok menang di Pilkada DKI lalu?

Apabila Jokowi Effect tidak berpengaruh, lantas siapa yang membuat Jokowi – Ahok menang di Pilkada DKI lalu?

Jelas sekali ada upaya membentuk opini bahwa kemenangan Jokowi – Ahok di Pilkada DKI lalu bukan dipengaruhi faktor Jokowi semata, melainkan faktor Ahok yang tak dapat dihilangkan. Opini yang hendak dibangun oleh arsitek “Jokowi Effect tidak berpengaruh” adalah Jokowi tidak boleh dipisahkan dari Ahok. Seolah, sang arsitek ingin mengatakan : Tanpa Ahok, Jokowi Tak Akan Menang di Pilpres 2014.

Dari sini sudah terlihat siapa yang bermain. Adalah Ahok yang memang tengah mengincar kursi Cawapres Jokowi yang bermain dalam isu di The Jakarta Post.

Apabila kita runut pemberitaan The Jakarta Post sebelumnya mengenai situasi internal PDIP, terlihat jelas adanya peran kelompok Ahok.

[caption id="attachment_319918" align="aligncenter" width="602" caption="The Jakarta Post, 4 April 2014"]

13974493461891053175
13974493461891053175
[/caption]

Lihat link URL berita ini.

[caption id="attachment_319919" align="aligncenter" width="502" caption="The Jakarta Post, 4 April 2014"]

13974493862123756867
13974493862123756867
[/caption]


[caption id="attachment_319920" align="aligncenter" width="525" caption="The Jakarta Post, 4 April 2014"]

13974494091059342605
13974494091059342605
[/caption]

Berita ini jelas mendorong opini bahwa pembicaraan antara Hashim DJojohadikusumo dan Megawati mengenai Ahok jadi Cawapres Jokowi sudah final. Bisa dilihat bukan, bagaimana The Jakarta Post berupaya mengusung Ahok sebagai Cawapres Jokowi sebelumnya. Kemudian dilanjutkan dengan melancarkan isu perpecahan internal PDIP antara Puan Maharani dengan Jokowi, di mana ternyata Puan Maharani tidak ada di lokasi pertemuan yang disebut The Jakarta Post.

Singkatnya begini:

1.Pembentukan opini bahwa sudah ada kesepakatan tingkat tinggi (Hashim – Mega) menggolkan Ahok sebagai Cawapres Jokowi

2.Pembentukan opini bahwa Jokowi Effect tidak bekerja dan menimbulkan perpecahan internal PDIP.

Dapat ditebak arah selanjutnya dari pergerakan wacana ini: Jika PDIP ingin menang di Pilpres 2014, Jokowi perlu didampingi Ahok sebagai cawapres.

Dari sini kita melihat ada korelasi antara kepentingan Gerindra mengusung Ahok menjadi cawapres Jokowi dengan serangkaian pemberitaan The Jakarta Post tadi. Saya tidak katakan jurnalisnya bermain dalam 2 pemberitaan tersebut. Namun sepertinya jurnalis yang menulisnya tidak menyadari tengah ditunggangi oleh kepentingan politik Gerindra dan Ahok.

Mungkin ada yang bertanya, kenapa Gerindra menyiapkan Ahok untuk Jokowi? Bukankah Prabowo sudah menjadi Capres Gerindra?

Peta koalisi terkini memperlihatkan, Gerindra berada di ambang kegagalan jika bersikukuh mencapreskan Prabowo. Koalisi Gerindra saat ini hanya berharap pada situasi internal PPP. Surya Dharma Ali sudah memberikan komitmen akan koalisi dengan Gerindra mengusung Prabowo. Namun PPP saat ini tengah dilanda kisruh internal. Surya Dharma Ali digoyang oleh 26 DPW dengan mosi tidak percaya. Apabila Surya Dharma Ali jatuh, maka PPP batal koalisi dengan Gerindra. Sementara Demokrat berniat koalisi dengan Gerindra apabila kesepakatan Gerindra dengan PPP berjalan mulus.

Apabila situasi internal PPP aman, maka koalisi Gerindra dan PPP menghasilkan 19% suara. Demokrat akan bergabung dan menghasilkan 28 – 29% suara dan mengusung Prabowo Subianto sebagai capres. Namun Gerindra menyadari, apabila situasi PPP memburuk, mereka perlu Plan B.

Adalah menjadikan Ahok sebagai Cawapres PDIP sebagaimana diberitakan The Jakarta Post yang menjadi Plan B Gerindra.

Dan kelihatannya kisruh internal PPP kian memanas. Nasib Surya Dharma Ali diujung tanduk. Oleh karenanya, nasib Prabowo sebagai capres Gerindra juga di ujung tanduk. Boleh jadi, kegelisahan yang begitu besar itulah yang mendorong tim Gerindra atau tim Ahok pun bergerak menyebarkan isu-isu seperti dilansir The Jakarta Post.

Dari dua berita yang saya cantumkan di atas, terlihat jelas motif, tujuan dan arah dari isu-isu yang dilancarkan The Jakarta Post. Meski pada berita pertama (Hashim – Mega – Ahok) disebut narasumbernya dari pihak Gerindra, kemudian pada berita kedua (Puan – Jokowi) disebut narasumbernya dari pihak PDIP, pada faktanya kita tidak pernah tahu. Apakah investigasi AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia) bisa menyingkap itu?

Mari kita simak perkembangan selanjutnya dari upaya Ahok menjadi Cawapres Jokowi.

Sekian dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun