SEMARANG (08/02) - Tentunya pada rumah yang memiliki pepohonan yang rindang pasti memiliki sampah-sampah daun kering yang berjatuhan di depan rumah. Biasanya orang akan menyapu dan mengumpulkan sampah daun-daun kering tersebut di suatu titik dan membakarnya. Tidak terkecuali sama seperti keadaan yang terjadi di daerah Bulusan yang sering didapati banyaknya pembakaran daun-daun kering di pinggir jalan.
Pembakaran daun sampah ini sangat mencemari lingkungan. Memang cara ini adalah cara yang efisien untuk mengurangi volume sampah yang tadinya besar dan banyak bisa jadi sedikit. Namun, dampaknya jika terlalu banyak yang melakukan cara ini akan dapat mencemari udara kita. Dengan membakar sampah akan menghasilkan gas karbon monoksida yang dapat meningkatkan pemanasan global, mengganggu kesehatan manusia, serta berdampak buruk bagi lingkungan. Lantas bagaimana cara mengolah sampah agar tidak perlu lagi membakarnya?Â
Senin lalu, mahasiswa KKN UNDIP, Maharani Ratridewi dan rekannya, melakukan sosialisasi tentang pemanfaatan serta pembuatan pupuk kompos dari daun kering dengan menggunakan aktivator bakteri EM4 yang dihadiri oleh ibu-ibu PKK di Kelurahan Bulusan. Pembuatan kompos ini sendiri bisa menjadi alternatif cara mengolah sampah daun kering agar tidak dibakar. Selain itu, dengan membuat kompos dari daun kering akan mendatangkan keuntungan yaitu tidak perlu membeli pupuk untuk memberi nutrisi kepada tanaman lagi dan juga pupuk yang dihasilkan dapat dijual kembali. Padahal alat dan bahan yang digunakan tidak memerlukan biaya yang mahal dan bahan utama nya adalah sampah yang selalu ada di depan rumah.Â
Kegiatan berakhir dengan penyerahan tong kompos yang dibuat oleh mahasiswa UNDIP ini kepada pihak Kelurahan agar masyarakat Bulusan dapat membuat pupuk kompos sendiri untuk mengisi waktu luang selama pandemi. Selain itu, mahasiswa UNDIP juga memberikan pupuk kompos yang sudah sebelumnya dibuat sebagai sampel kepada perwakilan warga Bulusan. Dengan kegiatan ini diharapkan dapat mengurangi pembakaran sampah daun kering yang dapat mencemari udara.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H