Mohon tunggu...
Ratna Winarti
Ratna Winarti Mohon Tunggu... Penulis - Students who don't want to disappear from civilization

Just writing rather than silence!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku "Komunitas Tionghoa di Surabaya (1910-1946)

19 Januari 2021   17:49 Diperbarui: 19 Januari 2021   18:15 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judul : Komunitas Tionghoa di Surabaya, 1910 -- 1946 Penulis : Andjarwati Noordjanah
Penerbit : Ombak
Kota penerbit : Yogyakarta
Cetakan ke: 2
Tahun terbit : 2010
Jumlah halaman : xv + 151 halaman

Buku yang berjudul Komunitas Tionghoa di Suarabaya dalam jangka tahun 1910 -1946 ini terbagai menjadi enam bab besar yang salin berkaitan dan menjelaskan tentang bagaimana keberadaan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa sendiri di Indonesia tidak pernah luput dari gejolak yang berkaitan dengan kekuasaan. Kehidupan mereka di kota-kota yang ada di Indonesia juga diwarnai dengan konflik dengan pihak-pihak Pribumi. Stigma- stigma negatif masyarakat juga menyelimuti mereka. Mereka seakan dianggap berbeda dengan masyarakat Indonesia, padahal mereka juga maysarakat Indonesia. Bagaimana sebenarnya perjalanan sejarah etnis Tionghoa di Surabaya. 

Sampai mereka dianggap berbeda dengan masyarakat lainnya? Apakah mereka memang menarik diri dari kehidupan masyarakat non-Tionghoa dan lebih suka mengelompok dengan sesama etnis? Bagaimana pula bisa terjadi pemogokan oleh penduduk Tionghoa di Surabaya yang sampai menyita perhatian yang luas dari dalam negeri hingga luar negeri?

Orang-orang Tionghoa yang tersebar di Indonesia merupakan mereka yang memiliki sebuah identitas dan kisah sejarahnya sendiri. Bahkan, seorang Sejarawan Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya , Jaringan Asia menuliskan satu bab khusus 'Warisan Cina'mengenai masuknya komunitas ini ke Jawa. Orang-orang etnis Tionghoa hampir bisa kita temui di seluruh sudut kota di Indonesia dengan jumlah yang relatif berbeda namun cukup besar. 

Namun keberadaan mereka hingga saat ini masih mengalami bebrapa dikriminatif baik secara fisik maupun non fisik. Bahkan dalam benak penduduk pribumi masih tersimpan beberapa stereotip yang memang diadakan sejak berabad-abad yang lalu. Sejarah juga menuliskan beberapa peristiwa-peristiwa politis yang terjadi di Nusantara, mulai di masa VOC 1740 hingga reformasi 1998 selalu menyeret kelompok komunitas ini sebagai korban.

Sebuah buku yang diangkat dari skripsi di jurusan sejarah Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, buku Komunitas Tionghoa Surabaya (1910-1946) membahas masyarakat Tionghoa di Surabaya di masa kolonial, masa Jepang, hingga Kemerdekaan yang dikaitkan dengan adanya gejolak sosial pada golongan Tionghoa. Memaparkan tentang perjuangan kaum Tionghoa hidup di Surabaya dari masa penjajahan Belanda hingga kemerdekaan Indonesia. 

Sebagai bangsa pendatang, Belanda menetapkan orang- orang Timur Asing yaitu orang Melayu, Arab, India, dan Tionghoa pada lapisan kedua dalam sistem pelapisan masyarakat. Di bawah orang--orang Belanda dan Eropa lain dan di atas lapisan terendah yaitu orang-- orang Indonesia asli. Sehingga berpengaruh juga terhadap sistem pemerintahan kota. Hal tersebut menimbulkan kecemburuan sosial dari pihak pribumi Surabaya. Disini saya akan sedikit menulis kembali apa yang sudah dibaca dan dipahami pembaca dari isi buku tersebut. Pembahasan akan dipecah sesuai dengan bab yang ada di buku agar bisa membedakan bagaimana isi dari setiap babnya.

Etnis Tionghoa hingga sekarang memiliki citra pandang dimata masyarakat yang negatif dan buruk karena sistem sosial mereka yang terkesan tertutup, berkelompok, mementingkan duniawi, dan tidak mudah bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Namun, hal tersebut akibat pengaruh masa lalu dimasa kolonial Belanda, dimana mereka tidak begitu mendapatkan perhatian oleh karena itu mereka berupaya untuk tetap hidup dengan cara mereka sendiri, dan mengandalkan perdagangan sebagai tumpuan perekonomiannya.

 Kebijakan wijkenstelsel pada zaman kolonial yang dibuat bertujuan untuk menjadikan satu pemukiman Tionghoa yang akhirnya menjadi sebuah titik awal tumbuhnya ekslusivitas di kalangan etnis Tionghoa. 

Kemudian ketika kita mengulas kembali sejarah 10 November 1945, mungkin di benak kita hanyalah cerita peperangan antara pribumi Surabaya dengan Belanda padahal ada kaum lain, utamanya Tionghoa terlibat dalam peristiwa penting tersebut yang membawa Surabaya menjadi daerah berdaulat seperti sekarang.

Dalam peristiwa 10 November di Surabaya tidak banyak yang mengetahui bagaimana penderitaan yang diakibatkan dari peristiwa tersebut dimana hal itu bukan hanya dialami oleh masyarakat pribumi saja, namun hal itu juga berdampak bagi orang- orang Tionghoa yang ada di Surabaya saat itu. Dimana mereka mengalami kesulitas untuk mendapatkan bahan kebutuhan pokok, terjadi perampokan yang ekstrem, dan paling parah adalah terjadi pemerkoasaan yang dilakukan oleh serdadu Gurkha terhadap orang-orang Tionghoa terutama mereka yang masih gadis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun