Mohon tunggu...
Ratna Winarti
Ratna Winarti Mohon Tunggu... Penulis - Students who don't want to disappear from civilization

Just writing rather than silence!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Review Buku "Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa"

5 Oktober 2020   07:02 Diperbarui: 5 Oktober 2020   07:08 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tanah-tanah milik perusahaan belanda diambi lalih kepemilikannya dikuasai oleh Negara. Kegiatan retribusi tanah atau bagi-bagi hasil tanah tersebut terjadi antara tahun 1962- 1965. 

Munculnya UUPA undang-undang pokok agrarian pada tahun 1960 mengenai aturan dasar Nasionalisasi tanah dalam sector pertanian yang mencakup asumsi bahwa negara tidak harus bertindak sebagai pemilik tanah manapun. 

Akan tetapi sebagai penguasa tertinggi masyarakat, negara harus mempunyai wewenang untuk mengendalikan hak-hak dan penggunaan yang efektif dari semua tanah, air, dan angkasa dalam wilayah Negara. 

Akan tetapi dalam periode ini terjadi ketimpangan kepemilikan tanah yang terjadi antara tuan tanah dengan para petani gurem maupun buruh tani sebagai pertikaian social yang terjadi hingga menjadi isu politik yang memanas. 

Golongan-golongan petani miskin dan yang tidak memiliki tanah melakukan aksi-aksi sepihak untuk menuntut hak tanah kepada para tuan tanah yang memiliki tanah-tanah besar (melebihi batas maksimum).

Salah satu ciri penting struktur pertanahan di Jawa adalah terdapatnya berbagai macam bentuk pemilikan tanah terutama yang didasarkan pada konsep-konsep tradisional seperti tanah yasan, yasa, atau yoso dimana dalam UUPA 1960 memperoleh status legal sebagai tanah milik. 

Terdapat juga tanah norowito, gogolan, pekulen, playangan, kesikepan, dan sejenisnya dimana dalam UUPA 1960 hak atas tanah ini diubah statusnya menjadi tanah milik bagi penggarapnya yang terakhir.

Selain itu terdapat tanah titisara, bondo desa, kas desa yang merupakan tanah milik desa dan disewakan, disakapkan, atau dilelangkan kepada siapa yang mau menggarapnya, hasilnya dipergunakan untuk keperluan desa.

Tanah desa lainnya adalah tanah bengkok yang diperuntukkan sebagai gaji pejabat desa selama mereka menduduki jabatan. Baik tanah bengkok maupun tanah titisara keberadaannya diakui oleh UUPA.

Salah satu ciri penting masyarakat pedesaan di Jawa adalah bahwa penduduknya seolah-olah terbagi menjadi kelas-kelas yang didasarkan atas jangkauannya terhadap hak-hak atas tanah, terutama sebelum adanya UUPA 1960. 

Pejabat desa merupakan kelas sosial yang lebih tinggi, sedangkan masyarakat umum diluarnya dibagi menjadi dua yaitu mereka yang mempunyai kesempatan untuk menjadi pemegang hak menggarap tanah komunal dan mereka yang tidak memiliki hak untuk itu tapi juga tidak memiliki kewajiban apa-apa yang berkaitan dengan hak tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun