A story by : Ratna Roidatin
Kali ini mentari bertahta tepat di atas ubun-ubun. Panas menyengat kulit yang sudah berubah warna menjadi gelap layaknya ubi bakar di kampong halaman. Angin kering menyapu wajah-wajah kusam nan berdebu. Langkah kaki itu berjalan tersaruk-saruk menimbulkan kepulan debu dimana-mana.
Tiga pasang kaki itu meninggalkan jejak yang cantik, di mana jejak pertama  pasti pemiliknya bertubuh kekar nan gagah. Kedua, pasti punya tubuh yang lumayan besar karena kedalaman pijakannya.  Ketiga  ini agaknya sedikit berbeda, dia punya kaki yang kecil dengan seretan garis lurus sepanjang bekas pijakan kaki satunya. Di sebelahnya terlihat jejak yang bukan manusia, berkaki empat dan selalu berada di sisi si kaki ketiga ini.
"Masih kuat berjalan?" Tanya si kaki pertama,
"Tentu"
"Ayo, kita istirahat saja sebentar"
Lelaki kedua bertubuh tambun itu mengisyaratkan teman-temannya untuk beristirahat di bawah pohon tepat 100 meter dari tempat mereka.
"Panas sekali, tenggorokanku kering"
"Kita sudah tidak punya air lagi. Habis. Kalau kau haus akan aku carikan"
Lelaki pertama itu langsung pergi, tidak mungkin orang dalam kondisi pincang karena jebakan pemburu itu mencari air.