Akhir-akhir ini, dunia tengah  dikejutkan  dengan  wabah  Covid-19  (Corona Virus Desease) yang dikabarkan berasal dari kota Wuhan, Cina sejak Desember 2019 (Lee, 2020). Angka Covid-19 di Indonesia tinggi, sehingga mengakibatkan sekolah online. Sampai pada awal tahun 2022, status pandemi sudah beralih menjadi endemi dan banyak lembaga-lembaga pendidikan yang mulai menerapkan kembali pembelajaran tatap muka secara offline, tetapi juga harus menerapkan social distancing. Peralihan pembelajaran siswa dari online ke offline tentunya berkaitan dengan keadaan psikologis siswa.
Psikologis merupakan bagian dari psikologi, psikologi sendiri adalah studi yang membahas perilaku dan pikiran seseorang. Sejalan dengan pendapat (Nikmatuzaroh, 2019) psikologi didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang perilaku dan proses (Scientific Study of Behaviour and Mental Processes).Â
Maka dapat diartikan bahwa kondisi psikologis siswa dapat ditentukan dari pikiran, mental serta kesadaran yang timbul dari tingkah laku siswa tersebut sebab pengaruh dari diri sendiri maupun lingkungan.
Faktor psikologis siswa erat kaitannya dengan Teori Resiliensi. Menurut pandangan dari beberapa ahli psikologi, Teori Resiliensi dapat diartikan sebagai:Â
1. Kemampuan individu dalam mengatasi, melalui, dan kembali pada kondisi semula setelah mengalami kesulitan (Reivich dan Shatte, 2002). 2. Sebuah pola adaptasi yang bersifat positif dalam menghadapi kesulitan (Riley dan Masten, 2005). 3. Kemampuan untuk mempertahankan stabilitas psikologis dalam menghadapi stress (Keye & Pidgeon, 2013). Dari ketiga pandangan ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Teori Resiliensi merupakan teori tentang keadaan psikologis individu saat menghadapi suatu kesulitan atau keterpurukan.Â
Imbasnya ke siswa setelah diterapkan kembali ke pembelajaran offline adalah tentang perilaku, sikap, kesiapan mental, dan kemandirian daripada siswa itu sendiri. Terkait dengan penjabaran tersebut, maka penulisan artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian secara umum terkait pembelajaran pasca pandemi Covid-19 serta ide konseptual untuk menyikapi keadaan psikologis siswa saat masa transisi.
Dari penjelasan di atas, sampel dalam penelitian ini diambil di salah satu sekolah menengah swasta di Pati, Jawa Tengah.Â
Dari hasil angket penelitian saat pembelajaran offline kembali diterapkan keadaan psikologis siswa dijelaskan bahwa siswa dapat tetap tenang meskipun berada di bawah tekanan, dapat mengendalikan emosi, perhatian, perilakunya, berkonsentrasi dan memahami materi ketika pembelajaran offline. Kemampuan beradaptasi kerap kali menjadi suatu hal yang sulit bagi siswa ketika terjadinya transisi, terlebih lagi ketika menghadapi kesedihan. Namun, siswa tidak mudah menangis ketika kesulitan dalam mengerjakan soal atau ujian secara luring.Â
Siswa mampu mengembangkan kemampuan sosial, seperti tidak takut berinteraksi dengan guru dan teman satu kelas secara offline. Salah satu indikator penting yang sangat erat dengan belajar siswa dan tentunya tidak terlepas dari psikologis siswa adalah harapan akan masa depan.
Hal tersebut dapat dilihat dari sikap optimis siswa ketika belajar dan tetap semangat menggapai cita-cita setelah adanya pandemi. Indikator yang lain adalah kemampuan percaya untuk mengatasi masalah. Namun, pada usia anak SMP peran orang tua, seperti memberikan dorongan, semangat belajar, memfasilitasi sarana untuk mendukung kegiatan pembelajaran saat offline dan selalu memberikan evaluasi terhadap hasil belajar anaknya sangat diperlukan.Â