Saat pagi tiba adalah hari paling sibuk buatku, menyiapkan sarapan tuan dan nyonya, beserta bekal kedua anaknya, sedangkan untuk dua anak yang lain sudah menginjak SMP jadi tidak perlu bekal lagi. Aku menyiapkan makan untuk orang lain tapi selalu lupa untuk menyiapkan makan untuk diri sendiri.Â
Majikan yang sering memarahiku setiap hari meski itu adalah hal yang sepele. Amarahnya adalah makananku setiap hari dan hinaannya adalah minumanku setiap hari. Neraka dunia yang nyata aku alami.
Karakter majikanku berbeda sekali, ketika di luar rumah sungguh ramah dan terkenal dermawan dengan ucapannya yang selalu lemah lembut. Mungkin topengnya sudah dia pasang kembali saat keluar dari rumahnya.
Bertahun-tahun aku lalaui, sampai tiba dimana aku dilema dengan detik-detik kelulusanku saat itu, ada satu anak dari majikanku yang baik sekali denganku, menganggapku sebagai teman baiknya.
Kalina namanya, aku berat meninggalkannya karena perlakuannya berbeda dari yang lain.
Mbak kamu jangan pergi dari sini ya, nanti kalau kamu pergi aku sama siapa? Ucapnya setiap waktu karena tahu aku kurang 3 bulan lagi lulus sekolah.
Sebenarnya yang paling berat adalah ucapan majikanku, melarangku untuk bekerja dimanapun setelah lulus dan tetap bekerja sebagai pembantu dirumahnya, jangan sampai kamu lupa bahwa sekolahmu aku yang membiayai.
Sepertinya aku benar-benar tidak bisa pergi dari rumah itu.
Tapi nyatanya surat yang aku tulis seminggu sebelum aku pergi untuk meninggalkan rumah itu telah sampai ke majikanku, dengan segala permintaan maafku karena pergi tanpa pamit. Karena jika aku pergi dengan cara berpamitan tidak mungkin berhasil, aku akan di tahan untuk tidak pergi meninggalkan rumah itu.
Aku pergi pukul sepuluh malam saat seisi rumah sedang keluar kota, dirumah hanya ada aku dan pak satpam yang menjaga post depan rumah. Mau tidak mau aku harus mengelabuhi pak satpam, aku meminta pak satpam untuk membelikan kopi bubuk untuk bapak karena majikan sebentar lagi akan pulang, dan stock kopi habis tak tersisa.
Akhirnya pak satpam pergi dengan naik motor untuk membeli kopi, itulah peluang untuk kabur, akhirnya aku berhasil kabur dengan perasaan dag dig dug saat hendak menunggu bus malam saat itu, takut ketahuan, takut pak satpam tiba-tiba datang lebih cepat, dan masih banyak lagi ketakutan yang aku rasakan.