Mohon tunggu...
Ratna Dianasari
Ratna Dianasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi UMM

seorang mahasiswi yang mencari jati diri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Jurnalis Masih Terjadi, Kemerdekaan Pers Belum Sesuai Harapan?

21 Mei 2022   07:00 Diperbarui: 21 Mei 2022   07:10 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata kekerasan rasanya sudah tak asing lagi di telinga kita, tindak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) itu hingga saat ini masih saja sering terjadi. Tidak bisa dipungkiri hal ini dapat terjadi pada siapa saja, tak terkecuali kekerasan yang diterima seorang wartawan. 

Padahal sudah tertera dengan sangat jelas bahwa perlindungan HAM telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.

Bukan hanya itu, tindak kekerasan yang terjadi kepada wartawan ini telah melanggar Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 karena dianggap menghambat kerja wartawan. 

Dituliskan bahwa kemerdekaaan pers dijamin sebagai hak warga negara, artinya fungsi pers harus dimaksimalkan agar kemerdekaan pers yang merupakan wujud kedaulatan rakyat dapat berjalan dengan baik sejalan dengan apa yang telah tercantum dalam Undang-Undang pers. 

Karena sejatinya, dalam negara demokratis ini keadilan rakyat dijunjung dan kebenaran harus terwujud.

Namun, jika kita lihat realitas saat ini kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan semakin marak. Kekerasan terhadap wartawan yang dimaksud disini adalah kekerasan yang terjadi ketika wartawan sedang menjalankan tugasnya sebagai seorang jurnalis dan kekerasan yang diakibatkan dari karya jurnalistik. 

Bentuk kekerasan yang diterima oleh wartawan pun beragam. Mulai dari kekerasan fisik, verbal, hingga perusakan alat-alat jurnalistik, intimidasi, hingga yang sering terjadi pada dua tahun terakhir adalah penyebaran informasi pribadai secara publik atau doxing, dan masih banyak bentuk kekerasan lain yang diatur dalam Udang-Undang HAM.

Dalam paparan AJI (Aliansi Jurnalis Independen) mengatakan bahwa adanya kasus kekerasan terhadap wartawan ini menetapkan oknum kepolisian sebagai pelaku kekerasan paling banyak. Pada tahun 2021 lalu, AJI mencatat sebanyak 12 kasus kekerasan yang diterima wartawan dengan oknum kepolisian sebagai pelakunya. 

Sebenarnya tugas pokok dan wewenang kepolisian yang tertera dalam UU No. 2 Tahun 2002 Pasal 13 mengatakan bahwa kepolisian bertugas memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, bukan sebaliknya.

Selain tindak kekerasan yang dilakukan oknum kepolisian terhadap wartawan, ada beberapa kasus kekerasan lain diterima wartawan saat sedang bertugas. Tercatat sebanyak 10 kasus kekerasan diluncurkan oleh orang tak dikenal yang diduga orang-orang suruhan dari intelijen. 

Yang mengejutkannya adalah terdapat 8 kasus kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan oleh aparat pemerintah, 2 kasus kekerasan oleh warga, dan 4 kasus kekerasan yang dilakukan pekerja professional.

Salah satu kasus kekerasan yang sempat menjadi sorotan pada tahun 2021 adalah kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo Surabaya, Nurhadi. Terjadinya kasus ini telah menunjukkkan bahwa kemerdekaan pers di Indonesia masih jauh dari harapan. 

Penyekaban yang diterima Nurhadi pada Maret 2021 lalu merupakan hal yang memalukan dan sangat memilukan. Karena pada saat itu kekerasan dilakukan oleh aparat saat jurnalis Nurhadi sedang bertugas melakukan investigasi terhadap adanya kasus suap Dirjen Pajak.

Kasus tersebut membuktikan bahwa kini kekerasan-kekerasan menjadi tren yang belum selesei. Kekerasan masih saja menjadi pilihan sebagai tindakan apabila terjadi kesalahan dalam pemberitaan media, padahal dalam Undang-Undang Pers sudah tertera dengan jelas bahwa orang yang bersangkutan memiliki hak-hak untuk memvalidasi sebuah pemberitaan. 

Divisi Advokasi AJI Surabaya, Mifta Farid Rahman meminta agar aparat dapat mempelajari dan memahami isi dari Undang-Undang Pers secara cermat. 

Hal ini disampaikan agar aparat setidaknya dapat memahami bagaimana cara kerja jurnalis yang dibutuhkan untuk memenuhi informasi publik dan dapat meminimalisir terjadinya kasus kekerasan-kekerasan lainnya.

Karena pada dasarnya perlindungan terhadap wartawan yang sedang bertugas menjalankan kerja jurnalistik adalah kewajiban dunia internasional. Pengembangan lingkungan yang aman sangat diperlukan agar wartawan dapat menjalankan tugasnya secara independen dan informasi yang disampaikan dapat dipertanggung jawabkan serta dapat diterima publik dengan sangat baik.

Selain itu, penting bagi seorang wartawan dan pers benar-benar memahami Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan yang disahkan pada akhir tahun 2012 lalu. 

Hal ini diperuntukkan agar kasus-kasus kekerasan yang diterima oleh wartawan dapat ditangani sesuai dengan pedoman yang tertulis dan dapat diselesaikan secara litigasi. 

Agar tidak terjadi pengabaian pada kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan ini maka kerjasama dari penegak hukum sangat diperlukan untuk menghindari adanya impunitas pelaku kekerasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun