Jaringan kereta cepat atau kereta peluru yang disebut CRH atau China Railway Highspeed memang telah membentang puluhan ribu kilometer di daratan Cina.Kini, jarak kota-kota yang dulunya ditempuh puluhan atau belasan jam dapat ditempuh dalam bilangan jam saja. Beijing Shanghai misalnya yang jaraknya lebih dari 1500 km dapat ditempuh dalam waktu lima jam. Sementara Beijing Tianjin sejauh lebih dari 200 km bahkan dapat ditempuh hanya sekitar 35 menit. Singkat kata, dalam waktu beberapa tahun saja Cina berhasil membangun perkeretaapiannya dalam kecepatan yang sangat mengagumkan.
Jaringan itu, bukan hanya ada di kota besar seperti Beijing , Shanghai, Nanjing, maupun Guangzhou, tetapi sudah merambah ke kota yang lebih kecil seperti Xiamen dan juga Fuzhou di propinsi Fujian. Karena itu walau kita menginap di Xiamen, sangatlah memungkinkan untuk jalan-jalan ke Quanzhou dan kemudian balik lagi ke Xiamen dengan kereta peluru ini.
Siang itu , saya dan beberapa teman sudah sampai di Xiamenzhan atau Xia Men Railway Station. Stasiun kelihatan cukup ramai dan tugas pertama adalah mencari loket untuk membeli tiket. Setelah mengikuti petunjuk yang ada di stasiun, kami akhirnya sampai ke beberapa vending machine dimana terdapat orang rami membeli tiket secara otomatis. Ada cukup banyak vending machine sehingga antrian disetiap mesin pun hanya satu atau dua orang saja.
Ketika giliran saya berhadapan dengan vending machine, mula-mula agak sedikit bingung karena menunya semua dalam aksara Cina. Untungnya di bagian kiri bawah layar ada tulisan English, yang ketika saya sentuh semua menu berubah dalam bahasa inggris. Wah hati pun sangat senang, Tinggal pencet menu untuk mencari kota tujuan.
Menu pun saya sentuh dengan pertama mencari jalur kereta, kemudian kota tujuan yaitu Quanzhou. Setelah itu kelas kabin yaitu kelas utama atau ekonomi. Setelah menentukan jumlah penumpang kemudian keluarlah harga tiket yang harus dibayar, Harga tiket Xiamen Quanzhou untuk kelas ekonomi adalah 30 Yuan per penumpang.
Namun perintah berikutnya mulai membuat saya bingung, yaitu Scan ID.Dan dibagian kanan bawah ada semcam tempat dimana kita harus melakukan scan kartu identitas kita. Lalu kartu identitas apa yang harus discan?Sementara saya sudah menyiapkan uang untuk dimasukkan ke mesin. Ternyata setelah saya perhatikan mesin sebelah, pembeli tiket rupanya mempunyai ID atau KTP Cina yang tinggal discan dan kemudian mereka tinggal memasukkan uang dan tiket pun otomatis keluar.
Rupanya cara elektronik ini digunakan untuk memasukan data penumpang ke dalam tiket.Dengan melakukan scan id atau KTP data penumpang otomatis terekam di dalam tiket dan pada saat memasuki peron, tiket dan ID akan discan lagi untuk untuk dicocokan, sehingga tiket yang dibeli hanya dapat digunakan untuk orang yang Id nya digunakan pada saat membelitiket. Dengan cara ini otomatis praktek calo tiket akan mati dengan sendirinya.
Lalu bagaimana nasib kami yang tidak punya ID atau KTP Cina. Setelah sedikit bertanya, kami ditunjukan loket dimana penumpang dapat antri untuk membeli tiket secara manual. Di loket ini, saya bertemu dengan seorang gadis muda penjual tiket.
‘Nali” katanya dengan nada datar.
Quanzhou, jawab saya.
Setelah menjelaskan bahwa saya ingin pergi hari ini juga, Gadis itu kemudian berkata lagi. “Huzhaou” atau paspor.Rupanya kita harus menyerahkan paspor, SIM ataupuin tanda pegenal yang datanyakemudian dimasukan ke dalam tiket secaraelektronik.
Setelah selesai memebeli tiket, kami mengantri masuk ke peron melalui petugas security yang memiliki alat X-Ray mirip di Bandara. Disini tiket dan tanda pengenal kembali diperiksa oleh petugas. Ketika kami menunjukan paspor, petugas tidak lagi melakukan scan terhadap paspor tetapi cukup scan tiketnya saja.
Ketika memasuki kereta, tiket pun cukup dimasukkan kedalan pintu elektrinik yang baru bisa dibuka 10 menit sebelum kereta berangkat. Perjalanan ke Quanzhou pun berlamgsung dengan mulus tanpa goncangan sama sekali di dalam kabin yang tampak sangat nyaman dan bersih walupun hanya di dalam kelas ekonomi. Kereta terus melalui jalur layang yang me;intas laut dan juga persawan. Di sebelah terlihat jalan bebas hambatan dimana kendaraan terlihat sangat lambat dibandingkan dengan kereta yang melesat bak peluru.
Ketika masih di dalam kota Xiamen. Kecepatan hanya sekitar 90 km per jam. Kecepatan baru boleh dikebut lebih dari 200 km.jam ketika kereta sudah sampai di kawasan di luar kota.Kereta ini ternyata tidak dikebut melebih 350 kilometer per jam seperti kereta api Tianjin Beijing yang pernah saya tumpangi tahun lalu.
Dalam waktu 44 menit kereta kami pun sampai di Quanzhouzhan. Stasiun kota Quanzhou ini tampak sangat megah dan besar. Bangunannnya bahkan lebih megah dibandingkan dengan kebanyakam bangunan bandaraudara di Indonesia. Namun karena kota ini kalau di Indonesia mungkin hanya setingkat kecamatan,maka stasiun sebesar ini terasa sangat sepi.
Ketika kami kembali di malam harinya dari Quanzhou ke Xiamen, pengalaman yang hampir sama pun terulang kembali. Ada dua tempat membeli tiket, di lantai atas hanya tersedia vending machine, sehingga kami harus pindah ke lantai bawah dimana kami dapat membeli tiket secara manual. Ternyata loket manual ini hanya buka sampai jam 19 malam. Untungnya kami sudah tiba di stasiun sekitar pukul 18 sehingga masih bisa membeli tiket secara manual.
Denganmenggunakan teknologi, kereta api di Cina tidak lagi perlu memasang spanduk “Dilarang Membeli Tiket Melalui Calo!”
Foto: Koleksi Pribadi
Xiamen, Oktober 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H