Adanya pandemi COVID-19 di Dusun Tamanan menyebabkan tiga kali pengunduhan lidah buaya berhenti, karena mematuhi protokol kesehatan pemerintah untuk tidak berkerumun dan menjaga jarak. Sebelum adanya pandemi banyak event yang diadakan sehingga berpengaruh pada permintaan produksi oleh-oleh lidah buaya yang sangat tinggi. Keadaan menjadi berubah setelah terjadi pandemi, masyarakat memilih jalur alternatif dengan memasarkan sendiri hasil olahan produk lidah buaya seperti pada rekan kerja, pasar tradisional dan lain sebagainya.Â
Meskipun tidak ada kunjungan masyarakat tetap memetik dan mengolah lidah buaya karena hasilnya pun dapat dikonsumsi langsung oleh warga sendiri. Rencana ke depan warga berharap agar produk olahan lidah buaya buatan mereka dapat masuk ke swalayan. Begitu pula dengan para petani jamur di Dusun Dalem yang sehari-hari bekerja membudidayakan jamur dari tahap awal hingga akhir. Menurut mereka pandemi tidak terlalu mempengaruhi pendapatan mereka, setiap harinya mereka masih bisa mengunduh dan menjual hasilnya. Pandemi juga tidak mengakibatkan berkurangnya permintaan stok jamur, berapapun hasil produksi jamur di pasar masih diterima.
 Selain tempat wisata diketiga dusun di atas, beberapa dusun lain juga merasakan hal yang serupa, yang biasanya mengolah limbah tetap mengolah limbah, situs Raja Balitung juga aliran airnya masih tetap dimanfaatkan oleh warga. Maksudnya dengan mengusung konsep CBT ada atau tidak adanya pandemi aktivitas tetap berjalan, apa yang telah dijalani oleh masyarakat sehari-hari tetaplah berjalan dengan modal yang minim karena telah disesuaikan kemampuan dan potensi masing-masing dusun.
 Dengan adanya ketegangan-ketegangan serta ketidakpastian prospek masa depan memaksa dan mendorong warga desa Tamanmartani untuk memunculkan inovasi baru guna menghadapi tantangan zaman. Inovasi yang coba dikembangkan dimasa pandemi seperti ini yakni mengenjot produksi oleh-oleh, makanan, survernir, wayang yang dibuat oleh anak-anak di Kaniteren, olahan lidah buaya, jamu, wedang uwuh, jamur.Â
Semua diolah menjadi brand oleh-oleh dari Tamanmartani. Selain itu pada kemasaan oleh-oleh turut dimasukkan berbagai narasi wisata yang memberi kesan bahwa wisata yang datang ke rumah. Bedanya karena tidak padat modal dan tidak terlalu besar dalam finansial jadi ketika jatuh tidak terlalu dalam dan masih bisa jalan serta substain dengan meningkatkan produk UMKM yang ada disini. Ketika pandemi usai, Desa Tamanmartani sudah siap karena sekarang pun masih terjaga untuk konsep wisata dengan memproduksi oleh-oleh. Konsep CBT dipilih karena tidak padat modal, cukup konten kegiatan masyarakat yang diunggulkan seperti keindahan alam, UMKM, dan keragaman budaya yang disuguhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H