Mohon tunggu...
Ratna DaraWati
Ratna DaraWati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa KKN

Mahasiswa KKN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaplikasian Konsep Community Based Tourism sebagai Upaya Pembangkit UMKM Desa Wisata Tamanmartani

22 November 2021   18:01 Diperbarui: 22 November 2021   18:08 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Pengaplikasian Konsep Community Based 

Konsep CBT ketika diusung dapat menjadi sangat sederhana dan mendasar jika dikaitkan dengan masyarakat, perilaku, ekonomi, dan keterkaitan serta sinergi antar kelompok. Konsep ini kemudian dikatakan efektif ketika dapat memberikan peningkatkan nilai tambah, masyarakat sendiri sudah sejak lama memiliki kehidupan, kebiasaan, budaya, kultur, dan aktivitas baik dalam bentuk usaha UMKM ataupun hal yang lainnya. 

Hal tersebutlah yang kemudian berusaha diberikan nilai tambah yaitu dalam konteks wisata, seperti di Desa Tamanmartani. Masyarakat disana tinggal berdekatan dengan Candi Prambanan, disisi lain masyarakat mempunyai kebiasaan bertanam, bertani, ada juga potensi sungai, sehingga membuat penggerak UMKM mengolah apa yang telah ada dan lari kearah bagaimanakah mendesain sebuah program dengan beragam nilai tambah yang telah ada itu. 

Nilai tambah disini maksudnya ketika program itu dibiarkan kegiatan masyarakatnya tidak terganggu karena telah didesain sewajar mungkin seperti kehidupan masyarakat sehari-hari. Di desa Tamanmartani sendiri masyarakat diberikan pemahaman bagaimana posisinya ketika sebuah produk diberi konsep desain pertambahan nilai, contoh nyatanya ialah semisal sebuah produk UMKM seharganya Rp20.000,00. yang ketika kemudian dimasukkan ke dalam konteks program yang dibalut dengan wisata maka harga jual produk masyarakat itu bisa naik karena telah menjadi level oleh-oleh tempat wisata, sehingga saat wisatanya bubar nilai produknya tetap menjadi seperti ini masih tetap bisa berjalan karena konsepnya nilai tambah tidak merubah habit masyarakat, ada atau tidaknya wisata masyarakat tidak kehilangan mata pencaharian.

 Konsep desa wisata yang padat modal kemudian membangun destinasi selfie misalnya, bisa dikatakan tidak memperhatikan UMKM yang ada disitu. Ketika ada pandemi seperti ini perlu dikaji ulang, karena pada dasarnya saat berbicara mengenai wisata dan perekonomian masyarakat saat tidak ada sentuhan tetapi ekonomi masyarakat mampu bertahan hal tersebut sudah bagus. Tetapi disini harapan yang ditumbuhkan yakni ketika diberi sentuhan dapat meningkatkan perekonomian. 

Nilai tambah diukur efektif ketika dari nilai ekonomis, kerukunan masyarakat, dan keutuhan pertahanan nilai masyarakat dapat seimbang. Bisa jadi nilai ekonomisnya tidak meningkat tapi kerukunan antar masyarakatnya bisa meningkat, ukuran sederhana itulah sudah bisa menjadi tolak ukur keefektifitasan tersebut. Yang perlu disiapkan untuk membangun masyarakat agar terus tumbuh, tidak kehilangan jati diri tetapi mendapatkan nilai tambah baik itu secara kultural, budaya, guyub rukun, dan ekonominya yakni sangat sederhana, yang paling penting masyarakat paham betul akan potensi yang dimiliki serta kekurangan apa yang perlu dilengkapi.

 Dari konteks itu barulah perlu disiapkan jaringan atau bersinergi dengan tempat lain yang memang punya sistem sama, yaitu dalam bidang wisata pemberdayaan. Alternatif ini diambil karena dapat menginisiasi dan membangun ide ide untuk mendesain sebuah program, serta mengkolaborasikannya ke masyarakat. Disini tidak mengandalkan investor besar karena bisa saja mendapat suntikan dana besar, namun disisi lain akan timbul resiko-resiko diantaranya adalah kemungkinan besar uang akan dikuasai, perubahan sistem hingga penerapan regulasi yang sangat rumit.

 Permasalahan dari penerapan konsep CBT ini adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap potensi yang ada karena membutuhkan waktu yang cukup lama, hal yang sangat ditekankan disini adalah dengan tidak merubah habit masyarakat. Kita dapat menganalogikan secara sederhana ketika seorang petani diharuskan menjadi penjaga retribusi maka banyak hal yang berubah, dari sisi kebiasaan hidup, regulasi, pola pikir, bahkan kekuatan otot. 

Sebut saja ketika dalam keadaan pandemi seperti ini, banyak tempat wisata yang tutup, kemudian ketika seorang penjaga retribusi tersebut ingin kembali ke kebiasaannya bertani maka energinya sudah tidak cukup, fisiknya sudah tidak kuat. Pola pikir logis inilah yang mendasari pemikiran untuk tidak merubah habit masyarakat, melainkan menambah nilai lain yang dikaitkan pada pola dasar kehidupan.

 Permasalahan yang muncul tentu karena adanya perbedaan pola pikir, dan pasti tidak semua orang mendukung pola yang akan diaplikasikan. Hal tersebut kemudian dapat diatasi dengan mencari orang-orang yang berkepentingan, lalu membuat file project dan dipresentasikan, katakanlah dari keseluruhan masyarakat ada sejumlah 25% masyarakat yang mendapatkan nilai tambah dan dampak atau mendapatkan efek dari pola-pola yang tersaji maka akan memudahkan proses inisiasi desa wisata. 

Selain itu, pola-pola pendekatannya adalah dengan pendekatan yang memberikan contoh dampak dan menghadirkan keuntungan bagi masyarakat. Sebut saja sebagai langkah awal para penginisiasi desa wisata menghadirkan wisatawan langsung ke desa wisata yang ada, dari sanalah masyarakat akan menerima imbas langsung terutama dari segi perekonomian, mulai dari situlah kemudian masyarakat sadar akan potensi yang dimiliki desanya. Begitulah kiranya kiat-kiat para penginisiasi wisata desa Tamanmartani dalam mempersatukan perbedaan pola pikir dan memberi pemahaman akan potensi desa kepada masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun