Mas,
Hingga hari ini pun aku tetap setia menunggu senja, mengkekalkan tiap kilauannya dalam kepalaku. Berharap matahari itu tak pernah pergi. Aku ingin menjaga nya semampuku, untuk mengganti rasa bersalah yang kerap bertamu di hatiku.
Ada hal hal yang tak mampu aku kendalikan, betapapun aku ingin waktu diulang kembali, betapa aku ingin kembali ke menit menit terakhir, Â berdiri di depanmu menghadang kematian yang hendak mencurimu diam diam dariku. Aku terlambat, maafkan aku. Hidup tak lagi memberimu tempat.
Terimakasih mas, sudah menjadi pahlawanku yang membebaskanku dari sandera sepi. Terimakasih sudah menemukanku dan melimpahiku dengan kasih sayang, menjadikanku pusat kehidupanmu. Sepuluh tahun tak cukup bagiku untuk merebahkan rasa sayangku di dadamu.
Senja telah tenggelam sempurna, siluet jingga itu tak lagi berkejaran, aku harus menutup jendela kamarku mas, kamu tidak akan datang. Kali ini mataku basah karena debu debu rindu yang berserakan disekitarku. Aku sangat merindukanmu, mas...
Catatan :
Terinspirasi oleh " Ingatan yang Berpendar di Sela sela Ranting Damar : Syahrul Chelsky ", terimakasih sudah mewakili rasa kehilangan saya yang tak terkatakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H