A. Profil Singkat
Nama lengkap Buya Hamka ialah, Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Nama Buya Hamka sendiri adalah nama pena yang digunakan saat menjadi pemimpin redaksi di majalah Pedoman Masyarakat. Beliau juga memiliki gelar Datuk Indomo.Beliau adalah seorang ulama, sastrawan dan politikus Indonesia yang sangat terkenal. Buya Hamka lahir di Nagari Sungai Batang, Kabupaten Agam, di Sumatra Barat pada tanggal 17 Februari 1908. Hamka merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Ayahnya Bernama Haji Rasul dan ibunya Bernama Safiyah. Usia 7 tahun Hamka dimasukan ke sekolah desa dan malamnya belajar mengaji Quran dengan ayahnya hingga khatam.
Saat Buya Hamka berusia 10 tahun yaitu pada tahun 1918, ayahnya mendirikan pondok pesantren "Sumatera Thawalib" di Padang Panjang. Pada usia 16 tahun Hamka merantau ke Yogyakarta dan di sana Ia belajar Pergerakan Islam Modern kepada sejumlah tokoh seperti KiBagus HAdikusumo , H.O.S. Cokroaminoto H. Fakhruddin dan R.M. Soerjopranoto. Sejak saat itu, Buya Hamka mengenal pergerakan politik Islam seperti Gerakan Sosial Muhammadiyyah dan Syarikat Islam Hindia Timur.
Buya Hamka menikah dengan Siti Raham yang berusia 15 tahun pada tahun 1929, saat itu Hamka diusia 21 tahun. Mereka dikaruniai 10 orang anak. Tahun 1930, Hamka mulai mengarang dalam surat kabar Pembela Islam dan karirnya mulai diakui sebagai pengarang, pujangga, filosof Islam dan juga ulama besar hingga akhir hayatnya.
Pada tanggal 24 Juli tahun 1981, Buya Hamka menghembuskan nafas terakhir di usia 73 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
B. Pendidikan dan Pengalaman
Buya Hamka tumbuh dalam keluarga yang religious dan minatnya terhadap ilmu agama sudah terlihat di usia anak-anak. Hamka memutuskan untuk berhijrah ke Batavia (Jakarta) demi mengejar Pendidikan formal dan keilmuan. Pendidikannya dimulai di Sekolah Persiapan Persyarikatan Muhammadiyah dan dilanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid lager Onderwijs) yang setara dengan pendidikan SMA saat ini.
Selain menjadi seorang ulama dan sastrawan Indonesia, Buya Hamka juga berkiprah sebagai wartawan, penulis, dan juga pengajar. Beliau juga menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyyah hingga akhir hayatnya.
Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar Doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo Jakarta mengukuhkan Buya Hamka sebagai guru besar. Buya Hamka juga menjadi salah satu tokoh pahlawan nasional. Hamka juga melakukan perjalanan ke Mekkah untuk mempelajari bahasa Arab dan juga sastra secara otodidak yang diawali dari pengalamannya ditolak sebagai guru di sekolah milik Muhammadiyyah karena tidak memiliki diploma dan mengkritisi kemampuan bahasa Arabnya. Setelah Kembali dari Mekkah, Hamka Kembali berkarir sebagai wartawan dan guru agama di Deli. Setelah pernikahannya, Hamka menerbitkan majalah Pedoman Masyarakat lewat karyanya Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Melalui karyanya ini, Namanya semakin dikenal dan melambung sebagai sastrawan.