Salah Siapa ?
Terkait dengan alasan melakukan ghosting, pelaku di dalam penelitian  Manning, dkk (2019) menyatakan melakukan ghosting sebagai cara untuk melindungi diri mereka dari tindakan tidak menghargai, agresif dan bahkan pelecehan. Seperti halnya korban, mereka juga mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan dan dampak negatif akibat ghosting.Â
Dari sisi korban menurut hasil penelitian Lefebvre, dkk terhadap orang dewasa di Amerika tahun 2020., ketika mengalami ghosting, pada awalnya mereka seringkali merasa bingung, terus mencoba menghubungi dan mencari tahu hingga muncul pemikiran bahwa ada sesuatu yang salah dari diri mereka. Â
Berdasarkan hasil penelitian diatas, kita dapat mengetahui bahwa baik pelaku maupun korban ghosting, sama-sama merasakan hal yang tidak menyenangkan. Ketika merasa tidak senang dan dipengaruhi oleh emosi yang sangat intens, biasanya seseorang cenderung akan memberikan reaksi lari, lawan, atau diam. Pada kasus ghosting, tampaknya reaksi yang paling sering ditunjukkan oleh pelaku adalah reaksi lari dan diam. Sedangkan reaksi korban adalah lawan, yaitu terus berpikir dan bertindak mencari tahu hingga muncul perasaan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
Oleh sebab itu, jika mempertimbangkan  sisi pelaku dan korban, maka tidak ada yang bisa dipersalahkan. Perilaku ghosting memang kurang etis. Pengalaman ghosting juga tidak mengenakkan. Baik pelaku maupun korban memiliki alasan yang didasarkan pada interpretasi masing -- masing yang bersifat subjektif. Bukan mencari siapa yang salah, namun menemukan pelajaran dan hikmah dibalik pengalaman ghosting tersebut, yang lebih penting dan lebih bermanfaat.
Hikmah Ghosting
Ghosting dapat terjadi kepada siapa saja yang sedang menjalin hubungan apakah itu hubungan pertemanan, pacaran, pernikahan, pekerjaan maupun bisnis. Mengambil hikmah dari pengalaman ghosting dapat bermanfaat meningkatkan kekuatan mental dan kedewasaan dalam bersikap. Berikut adalah beberapa hikmah yang dapat diambil :
1. Semakin mengenal diri sendiri dan orang lain.
Pengalaman tidak menyenangkan akibat ghosting akan membuat kita semakin menyadari kelebihan dan kelemahan kita. Lewat reaksi orang lain, kita menjadi lebih tahu apa yang sudah baik dan masih perlu diperbaiki. Tidak ada cara yang lebih baik mengenal diri dan orang lain kecuali mengalaminya langsung dan mengambil pelajaran dari pengalaman tersebut. Pahamilah bahwa dalam menjalin relasi, selalu ada ruang terbuka bagi munculnya hal tak terduga yang menarik untuk diselami lebih dalam. Proses mengenali diri dan orang lain merupakan proses belajar sepanjang hidup yang mewarnai perjalanan menuju versi terbaik diri kita.
2. Lebih bijak dalam berekspektasi
Seringkali hal yang melukai dan menyakiti hati kita adalah harapan tidak realistis sehingga menimbulkan rasa kecewa. Perasaan kecewa jika tidak dikelola dengan tepat, dapat menyebabkan kita tak lagi mampu berpikir rasional dan bertindak produktif. Sadarilah bahwa menuntut diri memenuhi ekspektasi orang lain ataupun mengharapkan orang lain memenuhi ekspektasi diri hanya akan menambah luka batin yang berujung pada derita tak berkesudahan. Oleh sebab itu, cara yang bijaksana dalam menghadapi ghosting adalah kelola ekspektasi, berharap kepada Tuhan saja, jalani hubungan dengan santai dan teruslah berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan, situasi dan orang lain.