Mohon tunggu...
Ratih Tresnasih
Ratih Tresnasih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pasca Sarjana UPI Linguistik

Beroptimis! selalu ada cara untuk mewujudkan setiap harapan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Virus Radikalisme Pemecah Keutuhan NKRI

19 Mei 2022   20:48 Diperbarui: 19 Mei 2022   21:10 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu yang cukup efektif agar bisa memasukkan ide gerakan radikal sampai saat ini melalui organisasi atau kegiatan keagamaan dengan mencari tafsir atau takwil teks agama yang menguntungkan pribadi dan kelompoknya meskipun tafsir atau takwilnya sesat dan menyesatkan. Contohnya dalam agama Islam ada ajaran amar ma'ruf nahi mungkar. Konsep amar ma'ruf nahi munkar juga bisa mendatangkan pemahaman keliru sehingga mengidentikkannya dengan kekerasan. Salah satu hadist yang terkenal mengenai nahi munkar adalah: Man ra-a minkum munkaran falyughaiyirhu biyadih, faman lam yastathi' fabilisanih, faman lam yastathi' fabiqalbih, wahua adh'aful iman. 

Artinya: "Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran maka cegahlah dengan tangan, kalau ia tidak sanggup (berbuat demikian), maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya, dan kalau tidak sanggup (pula), maka hendaklah ia melakukan dengan hatinya (mendo'akan), yang demikian adalah selemah-lemah iman." (H.R. Ahad bin Hanbal, Muslim dan Ashab as-Sunan. Sekiranya hadist ini dipahami secara tekstual, maka cara nahi mungkar yang utama adalah dengan cara kekerasan, yaitu dengan tangan. Tetapi tidak semua hadist, termasuk ayat, dapat dipahami secara tekstual. Adakalanya yang tertulis mesti dipahami secara kontekstual. Mencegah dengan tangan tersebut bukanlah dimaknai dengan kekerasan, tetapi dengan kekuasaan.

Penceramah Radikal?

Gerakan radikal seperti itu berujung terorisme. Terorisme adalah musuh besar kita semua baik dalam negeri maupun luar negeri, semuanya mengecam dan mengutuk aksi terorisme. Sebagai aksi dari pencegahan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yaitu salah satu lembaga negara yang melaksanakan tugas di bidang penanggulangan terorisme, telah merilis lima kriteria penceramah yang dianggap radikal pada 5 Maret 2022. 

Pertama, anti-Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri, yaitu mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham ataupun agama. Ketiga, menanamkan sikap anti-pemerintah yang sah dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian, dan menyebar berita bohong (hoaks). Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan dan perubahan serta intoleran terhadap perbedaan ataupun keagamaan. Kelima, memiliki pandangan anti-budaya atau anti-kearifan lokal keagamaan (Lukman, 2022)

Hal tersebut dimaksudkan sebagai bahan renungan bagi seluruh bangsa Indonesia. Bagi penceramah supaya berhati-hati dalam menyampaikan kebenaran, bagi masyarakat umum agar bisa memilih siapa penceramah yang tepat untuk diundang dalam kegiatan keilmuan ataupun keagamaan. Lantas hal tersebut menjadi pembahasan yang menuai pro dan kontra. Berbagai respons masyarakat terhadap kriteria penceramah radikal bisa menunjukkan gambaran apakah mereka mempunyai potensi radikal atau tidak. 

Direktur Pencegahan BNPT, Ahmad Nurwakhid, menyampaikan bahwa para penceramah itu selalu menyebarkan kebencian terhadap pemerintahan yang sah. Jika mereka melakukan protes atau keberatan terhadap ciri sebagai salah satu ciri penceramah radikal, sangat mungkin mereka bagian dari penceramah radikal atau setidaknya pendukung gerakan radikal, begitu juga sebaliknya.

Peran Agama dan Negara

Kekerasan atas nama agama seperti yang terjadi di Timur Tengah yang dilakukan oleh ideologi radikal yang kemudian meluas pengaruhnya keseluruh dunia, hal ini menjadi ancaman serius bagi keutuhan NKRI. Radikalisme bukanlah ajaran Islam dan tidak diajarkan oleh Nabi, karena itu kita harus menolak segala bentuk radikalisme, karena Islam itu merangkul bukan memukul, membina dengan hati bukan menghina dan mencaci maki. Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Idiologi radikal sangat betentangan dengan semangat ukhuwwah islamiyah dan idiologi Pancasila yang memiliki ciri khas masyarakatnya yang beragam, toleran dan inklusif. 

Agama dapat menjadi perekat perdamaian tetapi agama juga dapat menimbulkan ketegangan dan kekerasan sosial. Konflik dan kekerasan antar umat beragama karena perbedaan keyakinan, pendirian tempat ibadah, perebutan tempat ibadah dan penggunaan simbol agama untuk kepentingan tertentu bisa menimbulkan reaksi dari kelompok lain. Kekerasan sosial yang ada sekarang ini menunjukkan dangkalnya pemahaman para pelaku kekerasan terhadap ajaran agama Islam. 

Disini peran agama sebagai alat untuk mempererat perasudaraan justru berfungsi sebaliknya. Agama sebagai alat untuk memecah belah ummat. Baik itu dilakukan secara sadar ataupun tidak. Hal tersebut harus segera disadari oleh para pelaku agama baik di desa maupun kota. Selain itu, peran negara sangat penting dan sangat menentukan. Negara sebagai pemegang kekuasaan untuk bisa melindungi seluruh masyarakatnya dari bahaya perpecahan atau disintegrasi. Sehingga persatuan dan kesatuan yang diperjuangkan oleh para leluhur serta pahlawan bangsa bisa dijaga dan tetap bisa dipertahankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun