Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Toxic di Dunia Kerja: Susahnya Mengapresiasi Kontribusi Orang Lain

3 Juni 2023   10:02 Diperbarui: 4 Juni 2023   17:48 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kepribadian toxic di tempat kerja yang perlu dihindari.(Freepik/Derich_Anrey)

Tujuh tahun lalu setelah nyemplung di dunia kerja, saya menghadapi fase dengan masa transisi yang tidak mudah. Bertemu orang baru, bekerja sama dengan segala usia produktif dan menjalani drama-drama di dunia kerja. 

Dalam perjalanan itu, saya akhirnya mengetahui istilah toxic di dunia kerja, meskipun semasa kuliah ya pasti ada satu atau dua orang yang agak menyebalkan namun belum masuk ke kategori toxic.

Kadar toxic bagi masing-masing orang mungkin berbeda-beda, namun saya berbagi cerita sifat-sifat toxic rekan kerja saya dulu yang membuat saya akhirnya pelan-pelan menghindar dan akhirnya tidak bekerja sama lagi hingga saat ini. 

Salah satu yang cukup mengganggu saya dari sifat toxic di lingkungan kerja adalah sulitnya mengapresiasi kerja orang lain, apalagi jika sebenarnya kerja tersebut bukan dalam situasi kewajiban melainkan membantu si rekan kerja. 

Saya sering shock dengan kalimat-kalimat dia seperti ini, "Oh tahu hasilnya seperti ini saya ga akan minta bantuanmu, sebenarnya saya bisa cuma kemarin saya sedang bla bla bla." 

Perkataan itu membuat saya drop tapi begitu persentase di depan atasan kami, data yang dipakai justru hasil dari bantuan saya, bahkan dia sendiri tidak menampilkan hasil kerjanya dan itu diklaim sebagai pekerjaannya. 

Sumber: media.suara.com
Sumber: media.suara.com

Awalnya saya mengabaikan hal tersebut meskipun saya sudah mulai merasa ada yang tidak beres dari sifat rekan kerja saya ini. Namun seiring berjalannya waktu sikap dia semakin tidak profesional karena cenderung munafik bagi saya dimana ketika saya yang mengajaknya untuk terlibat pada satu proyek tetapi dia melakukan hal yang cukup memalukan karena dia menjelek-jelekkan saya ke si pemilik proyek dimana pemilik proyek ini sudah cukup dekat dengan saya. Akhirnya tidak lama dari kejadian tersebut, rekan kerja saya ini dikeluarkan dari proyek tersebut karena dinilai tidak cukup cakap bekerja dalam tim.

Mengapa Begitu Sulit Mengapresiasi Bantuan Orang Lain?

Pengalaman memiliki rekan kerja yang unik seperti di atas mau tidak mau membuat saya mencari referensi psikologi manusia. Saya tidak mendiagnosis teman rekan kerja saya namun lebih tepatnya saya penasaran mengapa dia begitu sulit menjadi orang baik bagi sekitarnya. 

Kadang saya diskusi ke sahabat saya sendiri mengapa ada karakter seperti itu dan orang tersebut seperti merasa tidak bersalah dan jawabannya adalah karena ada masalah insecurity dengan dirinya. 

Orang yang sebenarnya insecure dengan dirinya "katanya" lebih mudah menyerang orang lain yang dilihat masih newbe di lingkungan kerja yang baru. Alasannya sederhana, karena ingin menutupi kekurangannya dia menyebutkan lebih dulu kekurangan orang lain. 

Cara itu membuat si rekan toxic lebih puas dan bangga pada dirinya bahwa dia lebih baik dari orang lain karena bisa menekan orang lain.

Dia bisa saja punya harapan agar kita yang normal ini akhirnya menjadi insecure dengan kemampuan kita sendiri, menjadi ragu dengan jawaban atau performa kita, mulai tidak percaya diri menyampaikan gagasan lalu si rekan toxic ini akan menampilkan dirinya di depan atasan sebagai orang yang percaya diri dan mampu melakukan pekerjaan sulit padahal apa yang dibanggakan adalah hasil kerja orang lain. 

Begitu menyadari berbahanya rekan saya ini dalam perkembangan saya ke depan akhirnya saya memberanikan diri untuk melepaskan diri dan mandiri. Biasanya kami dipasangkan sebagai tim, namun akhirnya saya memilih keluar dari perusahaan dan membentuk tim saya sendiri, mulai dari nol.

Meloloskan Diri Dari Rekan Kerja Toxic

Kenapa meloloskan? ini adalah kondisi dimana kita sudah bersama dengan orang toxic ini bertahun-tahun atau berbulan-bulan sehingga perlu cara untuk meloloskan diri. 

Dahulu ketika memutuskan untuk keluar dari kantor dan memulai pekerjaan saya sendiri sebagai freelance saya akhirnya menemukan kemerdekaan berpikir yang sudah hilang sejak lama. 

Semasa kuliah saya cukup sering diapresiasi oleh dosen saya, bahkan diterima bekerja di salah satu konsultan juga berkat karya-karya sayembara desain tata kota waktu itu. Makanya saya shock ketika bekerja sama dengan si rekan toxic ini semua pekerjaan saya yang sifatnya membackup dia justru selalu salah di matatnya. Tapi begitu saya mengerjakan pekerjaan wajib saya dan menyerahkan ke atasan, atasan saya tidak pernah komplain bahkan mengajak saya bertemu dengan panitia lelang untuk mengoreksi TOR pekerjaan mereka. 

Tidak cuma satu orang seperti ini yang jumpai, dan akhirnya saya bertemu orang toxic di dunia kerja ini lebih dari tiga orang dan lucunya semuanya adalah perempuan. Pengalaman ini sangat penting dan berharga bagi saya, karena intuisi saya lebih cepat memahami karakter seseorang hanya dalam lima menit pertama berbicara. 

Begitu radar alami saya mengatakan tidak, maka saya tidak akan menerima pekerjaan tersebut. Hasilnya hampir 100 persen tepat karena biasanya yang mengambil pekerjaan saya adalah teman saya yang lain dan tidak lama setelah pekerjaan berjalan, teman saya sudah ingin menyerah dan berhenti dari proyek tersebut karena tidak tahan dengan sifat-sifat buruk dari orang-orang toxic ini.

Lantas bagaimana meloloskan diri dari rekan kerja toxic?

Dari tiga pengalaman saya di atas, semuanya saya lawan di saat-saat terakhir. Saya melawan setelah semua jobdesk saya selesai dan di mengirimkan surat pengunduran diri. 

Adapun ada hal yang perlu saya lakukan untuk membela diri apabila dia menjatuhkan saya di depan umum, saya speak up entah itu lewat grup bersama atau langsung berkonsultasi dengan atasan. Namun saya tidak akan pernah bekerja sama lagi dan menghapus kontak/blokir nomor orang tersebut.

Setelah melalui banyak lika liku dan perjumpaan dengan berbagai macam orang dengan karakternya yang unik-unik saya kemudian belajar untuk membangun tembok di diri saya sendiri. Menggunakan insting lima menit berbicara dengan rekan kerja baru bagi saya sudha sangat cukup membantu. 

Jika terpaksa harus bekerja sama maka saya hanya akan fokus dengan pekerjaan dan menutup informasi pribadi yang tidak perlu dia ketahui. 

Saya akhirnya terlatih untuk tidak terlalu ramah dengan orang-orang yang sedari awal sudah mulai menunjukkan gejala toxic dan menempatkan diri kita setara. Bahasa tubuh yang menunjukkan bahwa kita tidak akan memberi dia kesempatan untuk berkomentar mengenai hal yang tidak ada hubungannya dengan profesionalisme kita. 

Ini bisa dilakukan dan memang memakan waktu tidak sebentar. Kepercayaan diri saya mulai terbangun kembali ketika saya menemukan ruang merdeka saya dalam bekerja. Butuh jam terbang untuk membuktikan diri kita cukup profesional dalam bekerja dan diakui oleh orang sekitar. 

Perlahan tapi pasti kita akan menemukan ruang berpijak yang nyaman dan kita tidak akan mudah digoyahkan oleh tekanan atau sekadar omongan tidak penting dari orang-orang toxic di lingkungan kerja. Tentu teman-teman lain juga punya cara sendiri untuk menghindari dan meloloskan diri dari orang toxic. Intinya ketika memutuskan untuk meloloskan diri, berarti kita juga harus sadar apa sebenarnya kemampuan diri kita sendiri yang membuat kita bisa mandiri dan memperjuangkan nasib kita sendiri. 

Jikalau belum menemukan solusi dan harus bertahan di tempat kerja yang tidak menyehatkan lagi, tidak ada jalan lain selain speak up atau belajar ilmu bela diri. Setidaknya apabila sikap toxic verbal berakhir dengan perundungan fisik, kita masih bisa membela harga diri kita. 

Saya selalu menanamkan kalimat ini di kepala, "Kamu bukan siapa-siapa sehingga berhak menentukan, dan menginjak harga diri saya. Kita setara tapi dengan mental picikmu kamu jauh-jauh sekali di bawahku." Percayalah mantra ini sangat mujarab memberi energi positif sebelum berangkat kerja atau menemui orang baru.

Selamat Liburan :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun