Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama FEATURED

Kota, Antara Ruang Distopia dan Utopia

6 Maret 2019   07:18 Diperbarui: 8 Oktober 2021   07:00 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini hanya contoh-contoh kecil di mana perubahan tata ruang yang kita percayai sebagai sebuah kemutlakan nyatanya harus mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah daerahnya sendiri.

Bagi saya saat ini, sebagai warga kota maka tidak ada salahnya kita menjadi warga yang cukup melek dengan aturan tata ruang. Mengapa? 

Sederhananya bila dilihat dalam skala yang lebih kecil, saya tidak ingin bernasib sama seperti salah satu warga bandung yang rumahnya tahu-tahu sudah dikelilingi dinding dan tembok rumah tetangga. 

Saya juga prihatin ketika misalnya mengetahui salah satu kabupaten yang juga sebagai kawasan taman nasional akhirnya tidak berkutik dengan izin pertambangan yang mulai merangsek masuk dan melakukan pemetaan zona eksplorasi dan eksploitasi. 

Saya hanya tidak bisa membayangkan kemerosotan lingkungan yang terjadi di tanah-tanah yang sejak dahulu memelihara lingkungannya dengan nilai lokal apalagi bila hanya dikuasai oleh perusahaan yang enggan memberikan CSR di bidang lingkungan, asal tahu saja ini lumrah terjadi di pelosok Kalimantan dan Papua.

Sebuah Ironi Tentang Masalah Tata Ruang Saat Ini

Saya membayangkan sebuah ironi seperti ini tapi mudah-mudahan tidak pernah terjadi, bahwa:

Apa yang saya khawatirkan tentang perubahan tata ruang yang "seakan" tidak terkendali saat ini justru karena adanya sebuah skeptisisme pada oknum birokrat yang menduduki posisi strategis penentu kebijakan. 

Di mana mereka adalah orang-orang yang benar-benar paham soal celah dalam peraturan penyusunan tata ruang yang bisa dikompromikan dengan calon-calon pengembang. 

Analoginya seperti ini, pengembang ingin masuk ke suatu daerah (dengan rencana investasi besar) namun dari aspek tata ruang akan ber-overlap dengan kepentingan lingkungan dan adat misalnya. 

Oknum birokrat yang cukup paham situasi seperti ini tentu menawarkan opsi lain, misal menunggu masa review rencana tata ruang sehingga kegiatan-kegiatan skala besar seperti itu bisa di-plot-kan lokasinya ke dalam rencana tata ruang hasil revisi (review tata ruang setiap lima tahun). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun