Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama FEATURED

Kota, Antara Ruang Distopia dan Utopia

6 Maret 2019   07:18 Diperbarui: 8 Oktober 2021   07:00 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelengkapan teknis tersebut menjadi syarat mutlak bagi daerah dalam mengesahkan ranperda (Rancangan Peraturan Daerah) Rencana Detail Tata Ruang. 

Proses panjang ini bisa memakan waktu bertahun-tahun, apalagi sejak kewenangan tata ruang ini sudah tidak berada di Kementerian Pekerjaan Umum (sekarang berada di Kementerian Agraria dan Tata Ruang) maka ada beberapa permen (awalnya Permen PU No.20 Tahun 2011 kini Permen ATR No.16 Tahun 2018) yang mengalami penyesuaian kembali terutama dari segi substansi dan proses percepatan ranperda RDTR Kabupaten Kota.

Bagi daerah dengan sumber daya manusia di lingkup Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Teknis seperti BP4D (Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah) yang sudah maju, tentu tantangan dasar seperti pemahaman materi substansi penyusunan tata ruang tidak terlalu jadi masalah.

Biasanya konflik tata ruang kota-kota metropolitan tidak jauh-jauh dari kepentingan "kompromi r(uang)" yang sering mengalami tarik ulur di sana sini di berbagai lintas sektoral (kabupaten dan provinsi) sehingga kadang pembahasan tata ruang saya istilahkan semacam proyek abadi. 

Pelik dan kompleksnya percepatan ranperda ini yang menyebabkan mengapa ada fenomena perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali, padahal seharusnya bisa dikendalikan namun terkendala karena daerah belum mengesahkan ranperda tata ruang. 

Jadi jika di antara kita (pembaca) ada yang cukup peka untuk mulai mempertanyakan mengapa perubahan tata ruang di kota anda begitu massive terutama adannya "serbuan" mega proyek skala kawasan maka silahkan mencoba mengakses seperti apa STATUS Rencana Detail Tata Ruang di kota kita, apakah sudah diperdakan atau belum. 

Jika belum, maka kita tidak bisa berbuat banyak selain mendesak pemerintah daerah untuk melakukan percepatan ranperda (apabila urgensitasnya cukup tinggi). 

Namun jika sudah diperdakan dan pembangunan tersebut tidak disebutkan dalam ranperda maka silahkan mempertanyakan aspek legal dari pembangunan tersebut.

Lalu bagaimana pengawasan tata ruang di daerah-daerah yang cukup jauh dari pantauan pemerintah pusat? Anggap saja daerah-daerah di Indonesia Timur. 

Kalau masalah di kota-kota metropolitan Pulau Jawa tidak jauh dari urusan mega proyek skala kota mandiri, maka masalah yang lebih pelik dialami daerah di Indonesia Timur adalah adanya rencana pembukaan lahan pertambangan di Kawasan Hutan Lindung. 

Kadang kompromi itu terjadi di perubahan status lahan yang harusnya ditetapkan sebagai kawasan lindung kemudian entah statusnya diturunkan atau luas awal yang dikurangi, selisihnya ini kemudian ditetapkan sebagai kawasan budi daya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun