Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tipe Orang Seperti Apakah Kamu di Grup WhatsApp?

23 Februari 2019   12:20 Diperbarui: 24 Februari 2019   10:09 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.androidcentral.com/

Ada beberapa kejadian yang sering memicu saya beberapa kali keluar dari grup WhatsApp. Begitu keluar biasanya sebelumnya kadang saya pamit namun seringnya tidak. Kapan saya harus pamit dari grup WhatsApp adalah ketika saya masih sedikit respect sama beberapa anggota di grup tersebut, sementara ketika saya langsung out itu ketika sudah ada percakapan atau kiriman gambar yang tidak selayaknya dibahas di ruang publik sekalipun tujuannya bercanda atau seru-seruan.

Keluarga saya sebenarnya termasuk salah satu dari list group yang saya diamkan karena melihat hoaks dan berita-berita tidak jelas junjungannya itu justru sangat banyak di grup WA keluarga. 

Saya hanya mencoba bersikap kalem dengan tidak sering nimbrung demi menjaga pikiran saya tetap sehat dan juga tetap menjaga hubungan baik dengan tante-tante. Namun ada beberapa kejadian dari percakapan-percakapan di grup WA yang saya tandai cukup menyebalkan, seperti ketika:

  • Kamu rajin kerja bakti nggak?

Misal saat saya berada dalam grup "rukun tetangga" karena tinggal di sebuah perumahan maka saya perlu berada dalam grup ini untuk update info-info kegiatan kemasyarakatan. Misalnya rapat pembahasan iuran keamanan, sampah atau info-info lain lazimnya kita hidup bertetangga. 

Hanya saja saya kadang tidak terlalu suka ketika kegiatan kerja bakti atau kegiatan sosial lainnya sering diberi pernyataan seperti ini, "Terima kasih Ibu-ibu atas kehadirannya dalam kerja bakti membersihkan gorong-gorong, semoga Allah SWT membalas kebaikan ibu-ibu semua".

Jujur saya agak terganggu dengan bahasa percakapan seperti itu karena seolah-olah menyentil ibu-ibu yang tidak kerja bakti, seakan-akan doa seperti itu ditujukan untuk yang ikut kerja bakti saja. Sederhananya saya berpikir apa sih pentingnya menyampaikan ucapan terima kasih seperti itu apalagi menyangkut-pautkannya dengan ganjaran amal yang akan diperoleh, bisa tidak ya kita kerja ikhlas saja tanpa berharap iming-iming ganjaran "seolah baik" dari sistem sosial kita?

  • Kamu udah ngucapin belasungkawa belum?

Hal mengganggu lainnya ketika memberi ucapan bela sungkawa di Grup WA. Saya masih menganggap penting ketika ada teman yang menyampaikan informasi berita duka salah satu anggota grup misalnya. Tapi kemudian saya agak risih ketika teman-teman yang lain seperti dikomandoi lalu secara bersamaan mengirimkan ungkapan duka cita di grup tersebut, bahkan ada yang di copy paste.

Mengapa tidak mengirim ucapan itu ke yang bersangkutan? Cara-cara seperti itu kelihatannya ingin menunjukkan bahwa kita bersimpati tetapi rasanya ibarat semacam absensi ucapan ungkapan bela sungkawa. 

Ketika kamu hanya mengirim pesan (jaringan pribadi) ke si bersangkutan maka kamu dianggap tidak peka, kesannya kamu nge-read doang percakapan belasungkawa massal itu.

  • Body shaming dan Pertanyaan Kapan Nikah 

Ya, di grup WA seringkali dengan maksud seru-seruan itu kita jadi lupa atau memang tidak tahu mana hal-hal personal yang tidak layak dijadikan lelucon di grup WA. Misalnya kita baru saja bertemu dengan salah satu teman, lalu si teman mengirim foto pertemuan itu di grup WA tanpa tujuan jelas juga kadang. 

Parahnya karena teman-teman yang memang tidak punya bahan basa basi yang agak ramah, malah berkomentar, "wah kok di foto gendutan ya? Lama tidak ketemu kamu bulet banget di foto."

Ada juga ketika teman membagikan undangan pernikahan di grup WA, maka siap-siap saja kamu yang masih betah sendiri atau memang nasibnya masih sendiri siap-siap disentil sama mereka yang sudah berhasil berkeluarga. 

Nasihat-nasihat tidak penting, pasti bermunculan satu per satu. Kebiasaan yang membuat saya agak jengkel karena hanya satu postingan undangan saja, maka isunya itu bisa melebar ke mana-mana.

Contoh percakapan yang sering saya lihat begini, "berarti tinggal si A, B,C nih yang menyusul undangannya, udahlah ga usah lama-lama nunda nikahnya". Kadang juga begini, "Rajin-rajin berdoa, beramal dan shalat biar Tuhan bukakan jodohnya". Okelah ya kalau yang menasihati saya itu orang yang memang sisi religinya top tapi kalau itu sekadar dilontarkan begitu saja padahal keseharian dia saya tahu seperti apa maka saya bisa sangat tidak suka dengan orang seperti itu.

Lama kelamaan fenomena orang-orang sok perhatian tapi sebenarnya kepo seperti itu memiliki pola pikir yang sama. Ketika saya "diserang" dengan pertanyaan personal seperti itu biasanya saya langsung mengobservasi orang itu lewat sosial medianya, paling banyak info yang bisa saya bangun dari Facebook. 

Dari status dan foto-foto yang sering diunggah misalnya saya bisa menilai mengapa si A kalau berbicara seperti tidak disaring atau melihat lawan bicara dia siapa sebelum menguliti saya secara personal misalnya.

  • Kamu nyumbang berapa?

Pernah tidak dari kita punya pengalaman seperti ini, ada gerakan bantuan korban bencana yang diinisiasi salah satu teman di grup. Sudah sangat jelas akan ditransfer ke mana dan ke siapa uang sumbangan Anda. Lalu Anda mengunggah bukti transferan itu di grup WA, tanpa mencoret nominalnya. Ini pendapat saya pribadi saja, belum tentu benar.

Menurut saya sumbangan atau bentuk kepedulian sosial adalah hal yang sangat rahasia, jadi ketika saya menyumbang maka selayaknya yang tahu adalah teman yang ditunjuk sebagai pengumpul dana. Jadi saya hanya akan mengirim postingan itu ke satu teman yang dipercaya mengumpukan dana, bukan di grup WA. Bagi saya ini hanya soal etika saja.

Lalu sebaiknya kita bersikap seperti apa di Grup WA?

Ini adalah sikap yang saya anggap tepat, terlepas dari hal apapun bahwa baik di dunia nyata dan di grup WA lisan dan tindak tanduk kita harus tetap dikontrol. Mengapa harus dikontrol? Kadang bahasa ketik itu bisa begitu mudah dipersepsikan macam-macam karena kita yang membacanya tentu punya interpretasi penekanan kata per kata yang berbeda-beda. Karena perbedaan interpretasi itu kita bisa saja tersinggung dengan chat seseorang padahal maksud si pengirim tidak seperti itu.  

Bila kasusnya soal "meme" nikah yang kadang dibahas secara tidak adil oleh laki-laki di grup WA maka tidak ada salahnya menegur teman kita, atau mengingatkan bahwa bercanda untuk hal-hal personal itu tidak sehat. Kalau masih dilanjut ya memang lebih baik tekan tombol "mute" sehingga kita tidak perlu sering-sering update pembicaraan di grup. 

Saya juga sering melakukan kegiatan "bersih-bersih grup WA" ketika pembahasan suatu kegiatan/proyek sudah selesai kontrak kerjanya, maka saya akan persilahkan teman-teman untuk meninggalkan grup percakapan tersebut.

Sebenarnya tidak ada sikap-sikap spesifik yang memerlukan effort lebih ketika kita berada dalam sebuah grup kerumunan seperti itu. Selama tahu cara bersikap menempatkan diri dan selalu berpikir sebelum bertindak. 

Bila demikian maka seharusnya kita bisa jadi lebih peka mana percakapan yang bisa dijadikan lelucon dan mana ranah privat yang tidak selayaknya dikomentari, atau mana saja hal yang perlu disampaikan dan mana yang cukup diketahui oleh kedua belah pihak. Karena kadang kita tidak sadar telah menyampah, namun abai karena kita lengah bila sekadar meluangkan waktu untuk berpikir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun