Ada juga ketika teman membagikan undangan pernikahan di grup WA, maka siap-siap saja kamu yang masih betah sendiri atau memang nasibnya masih sendiri siap-siap disentil sama mereka yang sudah berhasil berkeluarga.Â
Nasihat-nasihat tidak penting, pasti bermunculan satu per satu. Kebiasaan yang membuat saya agak jengkel karena hanya satu postingan undangan saja, maka isunya itu bisa melebar ke mana-mana.
Contoh percakapan yang sering saya lihat begini, "berarti tinggal si A, B,C nih yang menyusul undangannya, udahlah ga usah lama-lama nunda nikahnya". Kadang juga begini, "Rajin-rajin berdoa, beramal dan shalat biar Tuhan bukakan jodohnya". Okelah ya kalau yang menasihati saya itu orang yang memang sisi religinya top tapi kalau itu sekadar dilontarkan begitu saja padahal keseharian dia saya tahu seperti apa maka saya bisa sangat tidak suka dengan orang seperti itu.
Lama kelamaan fenomena orang-orang sok perhatian tapi sebenarnya kepo seperti itu memiliki pola pikir yang sama. Ketika saya "diserang" dengan pertanyaan personal seperti itu biasanya saya langsung mengobservasi orang itu lewat sosial medianya, paling banyak info yang bisa saya bangun dari Facebook.Â
Dari status dan foto-foto yang sering diunggah misalnya saya bisa menilai mengapa si A kalau berbicara seperti tidak disaring atau melihat lawan bicara dia siapa sebelum menguliti saya secara personal misalnya.
- Kamu nyumbang berapa?
Pernah tidak dari kita punya pengalaman seperti ini, ada gerakan bantuan korban bencana yang diinisiasi salah satu teman di grup. Sudah sangat jelas akan ditransfer ke mana dan ke siapa uang sumbangan Anda. Lalu Anda mengunggah bukti transferan itu di grup WA, tanpa mencoret nominalnya. Ini pendapat saya pribadi saja, belum tentu benar.
Menurut saya sumbangan atau bentuk kepedulian sosial adalah hal yang sangat rahasia, jadi ketika saya menyumbang maka selayaknya yang tahu adalah teman yang ditunjuk sebagai pengumpul dana. Jadi saya hanya akan mengirim postingan itu ke satu teman yang dipercaya mengumpukan dana, bukan di grup WA. Bagi saya ini hanya soal etika saja.
Lalu sebaiknya kita bersikap seperti apa di Grup WA?
Ini adalah sikap yang saya anggap tepat, terlepas dari hal apapun bahwa baik di dunia nyata dan di grup WA lisan dan tindak tanduk kita harus tetap dikontrol. Mengapa harus dikontrol? Kadang bahasa ketik itu bisa begitu mudah dipersepsikan macam-macam karena kita yang membacanya tentu punya interpretasi penekanan kata per kata yang berbeda-beda. Karena perbedaan interpretasi itu kita bisa saja tersinggung dengan chat seseorang padahal maksud si pengirim tidak seperti itu. Â
Bila kasusnya soal "meme" nikah yang kadang dibahas secara tidak adil oleh laki-laki di grup WA maka tidak ada salahnya menegur teman kita, atau mengingatkan bahwa bercanda untuk hal-hal personal itu tidak sehat. Kalau masih dilanjut ya memang lebih baik tekan tombol "mute" sehingga kita tidak perlu sering-sering update pembicaraan di grup.Â
Saya juga sering melakukan kegiatan "bersih-bersih grup WA" ketika pembahasan suatu kegiatan/proyek sudah selesai kontrak kerjanya, maka saya akan persilahkan teman-teman untuk meninggalkan grup percakapan tersebut.