Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

(Travel to Remote) Lelaki Misterius di Pulau Mapimonu

17 Januari 2018   11:50 Diperbarui: 17 Januari 2018   18:33 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kini sudah jarang ditemukan anak-anak dengan kemampuan menyelam begitu dalam dengan mata telanjang karena habitat asli mereka yang hidup di atas air dipindahkan ke darat sekalipun jaraknya hanya beberapa meter saja dari lautan.

Masih di tanah Papua saya pernah mendengar adanya program sepatunisasi dan sabunisasi yang tujuannya baik tapi tanpa sadar program tersebut menghilangkan perlahan kemampuan adaptasi masyarakat lokal terhadap alam yang ekstrim dan wabah endemic yang begitu berbahaya. Bagi masyarakat modern kita melihat penolakan suku-suku terhadap program pembangunan seperti hsesuatu yang konyol, diberi bantuan tapi ngeyel. Padahal faktanya jika mau bersabar lebih lama kita bisa menyelami ruang-ruang tradisi yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Tapi ketika kamu melihat sendiri alam Papua dan tinggal berhari-hari bersama masyarakat lokal maka kita bisa memahami bahwa cara hidup masyarakat lokal papua adalah refleksi atas kondisi alam yang jauh dari kata normal. Ketika kemampuan adaptasi terhadap alam dan lingkungan dihilangkan, maka kita dengan sengaja turut menghancurkan mereka secara perlahan. Mungkin akan cukup bijak bila kita tidak terburu-buru menelurkan program pembangunan di daerah terpencil secara terbata-bata dengan data yang serba terbatas. 

Dari perjalanan ini saya merasa beruntung masih menyaksikan remaja lelaki sebagai penduduk asli pulau-pulau tak berpenghuni. Kemampuannya menyeberangi pulau-pulau untuk mencari makan sekilas memang terdengar memprihatinkan. Mungkin tidak pernah terbayangkan di zaman yang super canggih ini saya masih menemukan manusia unik dengan kemampuan adaptasi terhadap alam seperti si remaja lelaki tersebut.

 Apalagi dengan alasan mencari makan, sederhana saya memesan makan di warung ternyata sesulit itu di mata saya ketika seseorang harus menyeberangi pulau dan menyelam untuk mendapatkan seekor ikan. Saya tidak lagi memikirkan bagaimana cara dia bersekolah, jika untuk mencari makan saja itu sudah cukup.

Iseng saya mencari tahu soal anak-anak yang menyeberang pulau mencari makan, dan saya menemukan hikayat cerita rakyat Papua "Tana Naripi Sosane Besien". Dari buku cerita rakyat ini telah digambarkan suku-suku daerah pesisir Papua sudah terbiasa melakukan perjalanan antar pulau dan menombak ikan layaknya Pak Edi dan penduduk lokal di Pulau Roon. 

Adapula anak-anak di Pulau Roon yang usianya kurang dari lima tahun namun cukup piawai membawa perahu dari batang pohon. Ini sangat mengagumkan dan tentu saya berharap sifat-sifat dasar sebagai bentuk adaptasi mereka pada alam tidak dimusnahkan atas dasar program-program pemberdayaan masyarakat yang mengusung cara hidup modernitas.

Dari kejauhan pulau dengan bentang dinding batu yang tinggi sudah terlihat bersama dengan air yang keluar dari bebatuan. Seperti kata Pak Akwan di pulau inilah kami beristirahat sejenak sembari bersih-bersih badan. Saya sudah tidak sabar menghilangkan aroma asin di badan saya lalu beristirahat merenungi perjalanan panjang ini menyusuri Taman Nasional Teluk Cenderawasih

                                                                                                                          ***

Baca Seri Travel to Remote:

Travel to Remote 1: Perjalanan Jelajah Pulau di Taman Nasional Teluk Cenderawasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun