Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jogja Diserbu, Pertanian Sleman Terancam?

7 Januari 2014   09:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 4149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2.Kepmen 20/2011 tentang peraturan zoning plan. RTRW bukan akhir dari seluruh perencanaan tata ruang, ada RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) yang memegang peranan lebih besar. Pelanggaran fungsi pemanfaatan lahan dalam RTRW masih bisa “diabaikan” karena RDTR belum ada. Untuk membuat RDTR membutuhkan waktu yang cukup lama karena dalam pembuatan peta RDTR tingkat kesalahannya hingga 4 m. Rencana Detail inilah yang harus segera diperdakan agar memiliki kekuatan hukum di lapangan.

3.Investasi, investasi diyakini sebagai sumber dana pembangunan yang paling cepat diperoleh. Di satu sisi akan meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) namun berbenturan dengan target pemerintah untuk mempertahankan lahan pertanian.

138906304737553078
138906304737553078

Penjelasan Pak Arif, pada poin pertama cukup berasalan dan menjawab seluruh pertanyaan tentang konversi lahan yang terjadi begitu cepat di Sleman. Tumpang tindih perundang-undangan dan kepentingan masing-masing kementerian menyebabkan perda RTRW dalam satu daerah susah dilaksanakan. Contohnya adalah, ketika pembangunan Kondominium sudah mengantongi ijin pemerintah daerah harus terbentur dengan aturan kementerian perumahan.

Mengambil contoh di Australia untuk kepemilikan lahan secara pribadi/privat, maka BPN (misalnya) daerah berkordinasi dengan pemda setempat terkait perencanaan tata ruang. Begitu pun dengan Singapura, mengapa kota ini memiliki tata ruang yang begitu rigid karena keputusan untuk peruntukan bangunan di setiap jengkal tanah Singapura telah diatur oleh pemerintah.

Begitu mudahnya mengatur tata ruang jika tanah tersebut dikuasai pemerintah. Saya sendiri belum memahami sepenuhnya, mengapa lahan atau tanah di negara kita sistem kepemilikannya adalah privat. Namun dampak kepemilikan lahan privat seperti ini yang memicu begitu banyaknya pelanggaran tata ruang di daerah. Tanah privat juga sebenarnya mudah dikuasai mafia tanah dengan memanfaatkan kondisi perekonomian petani.

Yogyakarta sedang tumbuh menjadi kota metropolitan, pertanyaannya apakah Sleman diuntungkan? Secara PAD iya, namun dampak lainnya kita perlu berfikir kembali. Kehilangan lahan pertanian bukan perkara sederhana, pertanian adalah sumber ketahanan pangan daerah.

Dampak lainnya adalah memberikan pengaruh pada pola penggunaan lahan agak jauh dari batas-batas pusat perkotaan. Permintaan untuk lahan menempatkan tekanan pada harga tanah untuk mencerminkan nilai-nilai perkotaan bukan nilai yang berasal dari kemampuan pertanian.

____ Sumber data : DPPD Sleman, Bappeda Sleman : Olah data dan  Peta, Ernawati Ginting

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun