Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cepu: Bertaruh Janji di Kota Minyak

3 Juni 2014   06:58 Diperbarui: 4 April 2017   18:07 2554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_339842" align="aligncenter" width="506" caption="salah satu bangunan "][/caption]

Negara telah menjamin penduduk di negeri ini, bahwa kekayaan alam dan sumberdaya alam yang dimiliki bangsa ini akan digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk penduduk di Republik Indonesia.

Sekalipun distribusi kekayaan alam di Indonesia tidak merata, karena faktor geografis, namun negara tidak punya alasan untuk menunda pembangunan daerah di daerah tertinggal seperti di Provinsi Nusa Tenggara Timur,Sulawesi, Sumatera, Maluku,Papua bahkan di pulau Jawa.

Adalah Cepu yang dikenal dengan kekayaan sumberdaya alamnya, seperti minyak dan gas. Kota Cepu berada di kabupaten Blora Jawa tengah, bisa ditempuh dengan perjalanan darat selama 6-7 jam dari kota Jogja, dan 5-6 jam dari kota Surabaya.

“Disini memang jalannya rusak terus Mbak, nanti diperbaiki  kalau menjelang lebaran, soalnya lalu lintasnya makin ramai”. Begitu kata supir yang membawa saya ke Cepu.

Ternyata tidak terlihat pembangunan yang berarti di kota berlabel kota Minyak ini. Kondisi aspal di jalan-jalan kota Cepu sudah banyak yang rusak. Kota ini juga seperti tidak tertata, terlihat dari semrawutnya keberadaan pasar di kota ini.

Pasar di Kota Cepu lebih mirip pasar tradisional yang kondisinya seperti belum pernah direnovasi selama puluhan tahun. Ekspektasi saya sangat tinggi sebelumnya, sebagai kota Minyak tentu pendapatan daerah dari sumber daya alam minyaknya bisa digunakan untuk memperbaharui terus pembangunan infrastruktur di daerahnya.

Saya pernah berkunjung di Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan, di daerah ini tepatnya di Soroako terdapat perusahaan Nikkel yakni PT.Inco yang berhasil mengeksplor kekayaan alam nickel di Luwu Timur. PT Inco adalah salah satu produsen utama nickel di dunia. Selama lebih dari tiga dekade sejak kontrak karya ditandatangani dengan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1968.

Dibandingkan dengan pembangunan di kabupaten Luwu Timur dan Blora yang memiliki perusahaan besar di daerahnya, saya melihat pembangunan infrastruktur di kabupaten Luwu Timur jauh lebih maju dibandingkan dengan kabupaten Blora. Terlihat dari kondisi permukaan jalan, sejak memasuki kabupaten Luwu Timur menuju Malili, kondisi jalannya mulus, tidak ada jalan rusak yang saya lalui.

Tentu saja saya heran mengapa pembangunan infrastruktur di dua kabupaten ini berbeda? sengaja membandingkan kedua kota ini karena baik Cepu dan Malili memiliki potensi sumberdaya alam “premium” incaran perusahaan asing yang sanggup memperpanjang kontrak hingga puluhan tahun.

Asumsinya jika negara dijajah selama 350 tahun, kemudian menikmati kemerdekaan sejak tahun 1945 hingga 2014 (69 tahun merdeka) dan kontrak kerja dengan perusahaan asing sudah berjalan kira-kira 30 tahun, artinya kita belum benar-benar meraih kedaulatan negara di bidang energi dan mineral, setengah abad pun kita belum mencapainya.

Pertamina vs Exxon

Mengutip pernyataan Jero Wacik selaku Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) saat ini bahwa beliau akan memberi prioritas pertama bagi perusahaan nasional untuk mengelola kekayaan minyak dan gas di negeri ini. Menurut Jero Wacik, banyak yang bertanya mengapa perusahaan nasional seakan menjadi anak tiri di negeri ini untuk pengelolaan sumberdaya alam?

Jero Wacik menjelaskan bahwa biaya untuk satu kali pengeboran mencapai ratusan milyar, dan tidak sedikit yang gagal setiap melakukan pengeboran, artinya akan ada biaya besar yang lenyap begitu saja jika satu kali pengeboran tersebut gagal.

Banyak faktor yang menjadi penyebabnya seperti ketersediaan peralatan hingga SDM yang mengelola, umumnya berasal dari perusahaan asing. Alasan pendanaan untuk melakukan eksploitasi yang menjadi kendala hingga saat ini, akibatnya kontrak jatuh ke perusahaan asing.

Sedangkan berdasarkan Petroleum Report 2003, yang dikeluarkan Kedutaan Besar Amerika, menurut Warsito penyerahan Blok Cepu kepada Pertamina itu sesuai dengan berlakunya UU Migas No. 22 tahun 2001, yang menyatakan TAC (Technical Assistant Contract) yang ada tidak bisa diperpanjang lagi. Artinya negara bisa mengelola sendiri minyak dan gas di Cepu, perusahaan anak bangsa tidak lain Pertamina.

Pertamina berhak mengelola Blok Cepu 100%. Faktanya penduduk Cepu sepertinya harus bersabar lebih lama lagi karena  Blok Cepu kemudian benar-benar diserahkan kepada Exxon Mobil dengan kontrak selama 30 tahun sejak Maret 2006.

Akan tetapi potensi pengelolaan blok Cepu oleh Pertamina sepertinya tidak diamini oleh Jero Wacik selaku Menteri ESDM. Alasannya Pertamina memang memiliki kemampuan dari segi finansial dan sumber daya manusia untuk mengelola blok Cepu, akan tetapi apakah Pertamina bisa menangani sekitar 100 perusahaaan yang bergerak di bidang ESDM?, jika itu terjadi, menurut Jero Wacik, Pertamina mengalami bankruptcy alias bangkrut. (Sumber: Geo Energi, Oktober 2013).

Pernyataan Jero Wacik nyatanya tidak jauh berbeda saat terjadi sengketa blok Mahakam terkait perpanjangan kontrak dengan perusahaan Total E&P Asia Pacific untuk mengekploitasi  minyak dan gas di Blok Mahakam. Perpanjangan kontrak ini menimbulkan pro dan kontra, seperti ada tarik menarik kepentingan di dalamnya.

Satu sisi mempertimbangkan masalah kemampuan Pertamina dalam pengelolaan gas dan minyak negara yang tidak hanya berjumlah satu perusahaan saja, dan di sisi lain menyangkut kemandirian negara mengelola sumber daya alamnya.

Tidak bisa ditampik bahwa stok minyak dan gas Pertamina memang tidak sebesar  Shell, Chevron, dan Total disebabkan karena Pertamina belum memulai melakukan eksplorasi di Blok Natuna. Sebelumnya kontrak dengan Exxon sudah berakhir pada tahun 2005.

Lantas Cepu Dapat Apa?

Carut Marut perpanjangan kontrak Exxon Mobil terhadap pengelolaan minyak dan gas di Blok Cepu semakin diperparah dengan belum keluarnya Peraturan Daerah Pajak Galian C. Menurut Djoko Nugroho kepada infoblora.com Mei lalu mengatakan “Selama ini daerah tidak mendapatkan manfaat dengan adanya penambangan galian C yang marak di sejumlah wilayah Kabupaten Blora. Padahal potensi pendapatan PAD dari sektor tersebut terbilang besar. Karena itulah kami mengharapkan Badan Legislasi (Banleg) DPRD Blora untuk segera membahas raperda galian C untuk dijadikan perda”.

Sepertinya pertanyaan saya di paragraf sebelumnya mulai terjawab, mengapa pembangunan infrastruktur di Kabupaten Blora khususnya di kota Cepu terlihat lambat. Terlihat dari kondisi jalan yang rusak dan kondisi fisik bangunan pasar Induk Cepu yang terkesan tidak pernah direnovasi.

Penghijauan kota pun sangat buruk, ditambah dengan keberadaan berbagai macam patung monumental yang terlihat mubazir, contohnya monumen kota minyak Cepu yang tidak jelas peruntukannya. Entah meniru konsep yang ada di kota lain kemudian coba diterapkan di Cepu, sayangnya terlihat sepi-sepi saja ruang publik tersebut.

[caption id="attachment_339843" align="aligncenter" width="600" caption="Taman yang ditujukan bagi warga Cepu, tapi sepertinya tidak ada pemeliharaan taman."]

1401727848534555886
1401727848534555886
[/caption]

[caption id="attachment_339844" align="aligncenter" width="600" caption="ini mungkin direncanakan sebagai kolam, tapi Cepu terkenal daerah kering, jadi sepertinya sulit mewujudkan bangunan ini untuk dijadikan kolam"]

14017280251143512894
14017280251143512894
[/caption]

Ada kekeliruan menurut saya ketika menilai kemajuan suatu daerah berdasarkan atmosfir aktivitas ekonomi. Penduduk setempat di Cepu mungkin beranggapan bahwa daerah mereka sudah maju dengan berjamurnya usaha rumah makan dan penginapan. Mereka lupa ada tanggung jawab perusahaan, negara dan pemerintah untuk meningkatkan sumberdaya manusia di kota Cepu.

Potensi sumberdaya seperti minyak dan gas di Cepu hingga saat ini masih dikelola perusahaan asing. Jangan lupa jika SDA ini terbatas jumlahnya, aset penting yang perlu dikembangkan adalah sumber daya manusia generasi muda Cepu. Jika Blok Cepu berhenti beroperasi, apa garansi perusahaan dan pemerintah bagi pelaku usaha bidang ekonomi untuk survive di masa depan?

Tanggung jawab moral pemerintah dan negara bagi masyarakat Cepu adalah memaksimalkan pembangunan infrastruktur seperti jalan, dan prasarana fisik lainnya. Sedangkan dibidang pendidikan dengan menyediakan perpustakaan umum bagi warga Cepu.

Nilai-nilai pendidikan sangat penting diakrabkan bagi warga Cepu. Setidaknya pelajar-pelajar dari STEM AKAMIGAS bisa berkontribusi pengetahuan untuk anak-anak dan pemuda di Cepu.  Bisa dimulai dengan turun lapangan dan membentuk komunitas bersama pemuda setempat untuk mengelola kegiatan bersifat edukasi. Seperti kursus bahasa inggris, asah keterampilan dan masih banyak lagi yang bisa kita gali.

Kesimpulannya bahwa ada kesadaran berpendidikan dan berbudaya yang perlu dibangun di atas tanah minyak ini. Pendidikan dan budaya adalah investasi jangka panjang untuk pembangunan daerah di Cepu ketika alat pengeboran tidak lagi menyentuh minyak, kita hanya bertaruh pada janji dan sumpah negara, bahwa kekayaan alam akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun