Mengutip pernyataan Jero Wacik selaku Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) saat ini bahwa beliau akan memberi prioritas pertama bagi perusahaan nasional untuk mengelola kekayaan minyak dan gas di negeri ini. Menurut Jero Wacik, banyak yang bertanya mengapa perusahaan nasional seakan menjadi anak tiri di negeri ini untuk pengelolaan sumberdaya alam?
Jero Wacik menjelaskan bahwa biaya untuk satu kali pengeboran mencapai ratusan milyar, dan tidak sedikit yang gagal setiap melakukan pengeboran, artinya akan ada biaya besar yang lenyap begitu saja jika satu kali pengeboran tersebut gagal.
Banyak faktor yang menjadi penyebabnya seperti ketersediaan peralatan hingga SDM yang mengelola, umumnya berasal dari perusahaan asing. Alasan pendanaan untuk melakukan eksploitasi yang menjadi kendala hingga saat ini, akibatnya kontrak jatuh ke perusahaan asing.
Sedangkan berdasarkan Petroleum Report 2003, yang dikeluarkan Kedutaan Besar Amerika, menurut Warsito penyerahan Blok Cepu kepada Pertamina itu sesuai dengan berlakunya UU Migas No. 22 tahun 2001, yang menyatakan TAC (Technical Assistant Contract) yang ada tidak bisa diperpanjang lagi. Artinya negara bisa mengelola sendiri minyak dan gas di Cepu, perusahaan anak bangsa tidak lain Pertamina.
Pertamina berhak mengelola Blok Cepu 100%. Faktanya penduduk Cepu sepertinya harus bersabar lebih lama lagi karena  Blok Cepu kemudian benar-benar diserahkan kepada Exxon Mobil dengan kontrak selama 30 tahun sejak Maret 2006.
Akan tetapi potensi pengelolaan blok Cepu oleh Pertamina sepertinya tidak diamini oleh Jero Wacik selaku Menteri ESDM. Alasannya Pertamina memang memiliki kemampuan dari segi finansial dan sumber daya manusia untuk mengelola blok Cepu, akan tetapi apakah Pertamina bisa menangani sekitar 100 perusahaaan yang bergerak di bidang ESDM?, jika itu terjadi, menurut Jero Wacik, Pertamina mengalami bankruptcy alias bangkrut. (Sumber: Geo Energi, Oktober 2013).
Pernyataan Jero Wacik nyatanya tidak jauh berbeda saat terjadi sengketa blok Mahakam terkait perpanjangan kontrak dengan perusahaan Total E&P Asia Pacific untuk mengekploitasi  minyak dan gas di Blok Mahakam. Perpanjangan kontrak ini menimbulkan pro dan kontra, seperti ada tarik menarik kepentingan di dalamnya.
Satu sisi mempertimbangkan masalah kemampuan Pertamina dalam pengelolaan gas dan minyak negara yang tidak hanya berjumlah satu perusahaan saja, dan di sisi lain menyangkut kemandirian negara mengelola sumber daya alamnya.
Tidak bisa ditampik bahwa stok minyak dan gas Pertamina memang tidak sebesar  Shell, Chevron, dan Total disebabkan karena Pertamina belum memulai melakukan eksplorasi di Blok Natuna. Sebelumnya kontrak dengan Exxon sudah berakhir pada tahun 2005.
Lantas Cepu Dapat Apa?