Mohon tunggu...
ratih puspa
ratih puspa Mohon Tunggu... Bankir - swasta

suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Urgensi Dialog Intra dan Inter Agama di Masa Kini

8 Desember 2023   22:14 Diperbarui: 8 Desember 2023   23:06 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah kabar di media massa merilis bahwa salah satu alasan perpecahan dalam rumah tangga adalah

kurangnya komunikasi. Komunikasi bisa dibangun dengan dialog. Oleh karena pasangan jarang

berdialog, yang muncul adalah keheningan. Dalam keheningan itu, rasa curiga tumbuh.

Rasa curiga yang berkepanjangan bisa berimplikasi pada prasangka buruk. Dari prasangka buruk itu

terpercik konflik demi konflik yang melahirkan pembelahan yang berujung pada perpisahan. Dua orang

yang berbeda dan kemudian berakad untuk bersama pun akhirnya terpisahkan karena kurangnya dialog

atau komunikasi.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan beragama di negeri pertiwi ini, komunikasi adalah praktik

sosial fundemantal. Pada satu agama berbeda, bisa muncul kelompok-kelompok kecil. Kelompok yang

dimaksud bisa berbentuk organisasi masyarakat atau ormas. Di antara ormas keagamaan yang sama,

tidak menutup kemungkinan terdapat perbedaan-perbedaan praktik ritual. Jika perbedaan tersebut

diperuncing, konflik yang berpangkal pada rasa benci bisa lestari.

Sementara itu, apabila antar kelompok agama yang berbeda memilih tidak berkomunikasi, kecurigaan

yang timbul bisa bergerak pada tindakan-tindakan ekstrim. Kelompok agama tertentu mungkin saja

menanam bom di tempat ibadah agama lain.

Dengan kata lain, dialog di dalam masyarakat yang memiliki agama yang sama, maupun dialog antar

masyarakat yang berbeda agama, merupakan keniscayaan. Komunikasi yang dibangun bisa berdampak

pada tumbuhnya rasa saling percaya.

Tatkala rasa saling percaya sudah terbentuk, sentimen antar kelompok bisa direduksi. Stereotip yang

punya efek negatif pada hubungan manusia dengan manusia bisa dihilangkan.

Sejarah membuktikan, ada banyak negara yang dibangun atas pondasi perbedaan. Tidak terkecuali:

Indonesia. Para pendiri bangsa berasal dari latar belakang yang berbeda. Mereka berkomunikasi atau

berdialog untuk merumuskan kesejahteraan bersama. Perbedaan bukan ajang permusuhan melainkan

sebuah fenomena yang wajar. Terpenting, semangat kebersamaan tetap terjaga.

Pembahasan mengenai perbedaan dan pentingnya saling menghargai punya relevansi dengan

momentum Pemilu 2024 yang saat ini sudah masuk tahap kampanye. Dalam sebuah lingkungan RT, RW,

termasuk di lingkup keluarga, sangat mungkin terjadi perbedaan pilihan. Namun pastikan kalau hal itu

tidak menjadi momok yang punya bahaya laten.

Nikmati saja perbedaan dalam perpolitikan sebagai penambah semarak pesta demokrasi. Tidak perlu

debat kusir di media sosial atau di grup WhatsApp. Perdebatan bisa menghadirkan rasa jengkel yang

mungkin memantik sakit hati.

Diskusi yang argumentatif mungkin diperlukan dalam sejumlah kesempatan. Tapi pastikan tidak saling

mengejek atau menjelek-jelekkan pihak lain. Bersepakat untuk tidak bersepakat bisa menjadi jalan

keluar saat perbedaan pandangan telah menjadi jawaban final. Sekali lagi: di dunia ini perbedaan

merupakan hal yang sah-sah saja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun