Mohon tunggu...
Ratih Noko
Ratih Noko Mohon Tunggu... Administrasi - Less is More

Pecinta buku dan travel

Selanjutnya

Tutup

Financial

Is The Trend Your Friend?

27 Maret 2019   18:51 Diperbarui: 27 Maret 2019   19:05 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Bayangkan jika Anda sedang berjalan di pinggir jalan raya lalu tiba-tiba ada sekelompok orang dari arah berlawanan berlarian ke arah Anda dan berteriak-teriak. Kira-kira bagaimana reaksi Anda? Secara spontan biasanya Anda akan berbalik arah dan mengikuti orang-orang tsb berlari, ya kan? Tanpa tahu alasan atau penyebabnya, orang-orang akan cenderung mengikuti gerombolan orang tsb. 

Jangan-jangan sebenarnya bermula hanya satu orang yang iseng berlari dan berteriak, lalu diikuti satu - dua orang, dan akhirnya semua orang ikut berlarian. Atau Anda masih ingat dengan fenomena batu akik yang menjamur di Indonesia? Atau pada tahun 2007-an, ada tanaman hias yang sempat booming dan menjadi primadona yang dinamakan Anthurium atau 'gelombang cinta'. Tidak jelas siapakah yang memulai, namun secara pasti orang-orang kemudian berburu barang tersebut yang harganya bisa menyentuh miliaran rupiah.

Mengikuti tren sepertinya sudah menjadi gaya hidup sebagian orang meskipun kadangkala pilihannya tidak rasional. Orang-orang biasanya mengikuti sesuatu yang dianggap sebagai "kebenaran umum". Bahkan, jika sebenarnya "kebenaran umum" itu salah, perasaan bersalahnya tidak sebesar jika hanya diri sendiri yang mengikuti, karena toh ada banyak follower  lainnya.

Ternyata perilaku ini juga terjadi di pasar keuangan. Ada satu cabang dari ilmu ekonomi dinamakan Behavioral Economics yang mempelajari perilaku yang melibatkan emosi dan sifat irasional manusia dalam mengambil keputusan. Dengan kata lain, Behavioral Economics adalah kombinasi dari ilmu ekonomi, psikologi, dan sosiologi. Salah satu turunan dari Behavioral Economics adalah Herding Behaviour.

Apa itu Herding Behaviour?

Kata herding berasal dari kata "herd" atau kawanan. Kawanan didefinisikan sebagai perilaku investor yang cenderung meniru atau mengikuti perilaku investor lainnya. Perilaku ini dikaitkan dengan orang-orang yang secara membabi buta mengikuti keputusan orang lain.

Jika investor bertindak rasional, pada saat harga saham turun maka akan dibeli karena harga yang lebih murah dari harga wajarnya. Sebaliknya jika harga sudah naik tinggi, investor rasional akan menjual sahamnya. Namun pada saat krisis atau saat pasar sedang tren naik, investor akan cenderung mengikuti investor lainnya tanpa melakukan analisa terlebih dahulu. Sehingga saat harga saham terus mengalami penurunan, saham tsb terus dijual karena melihat investor lainnya juga menjual saham.

Tipe Investor Indonesia

Berdasarkan kepemilikan saham, investor di Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu lokal dan asing. Sejak tahun 2015, kepemilikan saham asing mulai menunjukkan penurunan signifikan dari 64 persen menjadi 52 persen, sebaliknya kepemilikan investor lokal pada saham naik dari 36 persen menjadi 48 persen. 

Jika dilihat dari tren kepemilikan saham lokal, terjadi peningkatan jumlah kepemilikan saham baik pada investor individu dan institusi. Sementara pergerakan kepemilikan saham asing lebih fluktuatif. 

Perbedaan tren ini diduga karena asimetri informasi yaitu kondisi dimana pihak tertentu memiliki informasi yang lebih banyak daripada yang lain. Asimetri tsb akan menghasilkan keputusan investasi yang berbeda dan akan mengarah pada herding yang tidak rasional.

Perilaku Herding di Indonesia

Apakah ada indikasi herding di pasar modal Indonesia? Kajian yang dilakukan Putra, et al (2017) menemukan bukti ada perilaku herding pada investor Indonesia di periode 1996-2015. Kajian tsb juga membandingkan dengan pasar modal Singapura, yang juga terjadi perilaku herding pada periode tsb. Investor di kedua negara mengabaikan analisis dan cenderung mengikuti keputusan investor lainnya di pasar keuangan. 

Penemuan ini juga konsisten dengan Chiang dan Zheng (2010) yang berpendapat ada perilaku herding dari dampak kondisi pasar negara lain, karena kegiatan ekonomi antar negara tidak dapat dipisahkan. Mereka menemukan bahwa di negara maju kecuali AS dan di Asia, ada indikasi herding pada saat pasar dalam keadaan naik atau turun. Krisis yang memicu herding di negara yang menjadi sumber krisis, dapat mengakibatkan efek penularan di negara-negara tetangga.

Lebih lanjut, perilaku herding di Indonesia sebagai negara berkembang lebih kuat dibandingkan di Singapura sebagai negara maju. Hal ini disebabkan beberapa hal, yaitu (1) lemahnya sistem keuangan dan regulasi, (2) pasar didominasi oleh investor institusi dan investor retail yang tidak kompeten, serta (3) ketergantungan atau eksposur terhadap aliran pasar global (Economou et al, 2011).

Penemuan menarik terjadi pada periode krisis global 2008-2011, dimana pasar modal Indonesia tidak menunjukkan perilaku herding, sebaliknya ada perilaku herding di pasar Singapura. Perilaku ini bisa dijelaskan karena investor Indonesia lebih suka menganalisis sendiri daripada mengikuti keputusan investor lain saat memutuskan kemana harus berinvestasi. 

Investor Indonesia lebih melihat investasi jangka panjang di pasar saham, sehingga saat ada penurunan cepat pada harga pasar, para investor tidak merasa panik. Ini terlihat pada Grafik 4, dimana tahun 2008 IHSG Indonesia turun hampir 3 persen, sedangkan STI Singapura terkoreksi lebih dari 20 persen. Indeks Produksi Industri Singapura juga jatuh 13,68 persen sementara Indonesia hanya kehilangan 1,9 persen.

Selain itu, Pemerintah Indonesia pada saat itu juga mengeluarkan bantalan dalam mengurangi ketidakpastian dan kepanikan di pasar saham Indonesia selama krisis keuangan global 2008, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.

Bagaimana Strategi Investor?

Perilaku herding bisa berdampak positif maupun negatif pada stabilitas pasar keuangan. Menjadi positif jika informasi investor tepat dan dapat membuat pertumbuhan pasar positif. Sebaliknya, menjadi negatif jika keputusan salah investor menyebabkan krisis keuangan seperti yang terjadi di pasar modal Argentina tahun 2000 -- 2006 dan juga krisis keuangan Asia tahun 1997 - 1998 di pasar modal Indonesia.  

Oleh karena itu, informasi yang diterima investor sebaiknya ditelaah dan dilakukan analisa lebih lanjut, sehingga tidak salah dalam mengambil keputusan. Diversifikasi aset bagi investor menjadi salah satu cara dalam mengelola risiko portofolio terhadap perilaku herding.

Saat pasar dalam kondisi stress, investor atau manajer investasi diharapkan senantiasa berfikir rasional. Herding menjadi tidak rasional jika kita sengaja mengikuti sentimen pasar, baik dalam kondisi panik atau euforia tanpa mempertimbangkan analisis fundamental. Mungkin jurus Stoic Philosophy di buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring bisa digunakan dalam menghadapi emosi negatif dari kondisi pasar yang tertekan dan penuh ketidakpastian, yakni S.T.A.R (Stop -- Think -- Asses -- Respond).

REFERENSI

Chiang, T., & Zheng, D. (2010). An Empirical Analysis of Herd Behaviour in Global Stock Markets. Journal of Banking & Finance, 1911-1921.

Economou, F., Kostakis, A., & Philippas, N. (2011). Cross-country Effects in Herding Behavior: Evidence from Four South European Markets. Jurnal of International Financial Markets, Institurion & Money, 443-460.

Fransiska, Maria., Sumani., Willy., Pangestu, Stevanus. (2018). Herding Behavior in Indonesia Investors. International Research Journal of Business Studies, Vol 11, No.2, 129-143.

 Putra, A.A., Rizkianto, Eko., Chalid, D.A. (2017). The Analysis of Herding Behavior in Indonesia and Singapore Stock Market. Advance in Economics, Business and Management Research, volume 36, 197-206.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun