Perilaku Herding di Indonesia
Apakah ada indikasi herding di pasar modal Indonesia? Kajian yang dilakukan Putra, et al (2017) menemukan bukti ada perilaku herding pada investor Indonesia di periode 1996-2015. Kajian tsb juga membandingkan dengan pasar modal Singapura, yang juga terjadi perilaku herding pada periode tsb. Investor di kedua negara mengabaikan analisis dan cenderung mengikuti keputusan investor lainnya di pasar keuangan.Â
Penemuan ini juga konsisten dengan Chiang dan Zheng (2010) yang berpendapat ada perilaku herding dari dampak kondisi pasar negara lain, karena kegiatan ekonomi antar negara tidak dapat dipisahkan. Mereka menemukan bahwa di negara maju kecuali AS dan di Asia, ada indikasi herding pada saat pasar dalam keadaan naik atau turun. Krisis yang memicu herding di negara yang menjadi sumber krisis, dapat mengakibatkan efek penularan di negara-negara tetangga.
Lebih lanjut, perilaku herding di Indonesia sebagai negara berkembang lebih kuat dibandingkan di Singapura sebagai negara maju. Hal ini disebabkan beberapa hal, yaitu (1) lemahnya sistem keuangan dan regulasi, (2) pasar didominasi oleh investor institusi dan investor retail yang tidak kompeten, serta (3) ketergantungan atau eksposur terhadap aliran pasar global (Economou et al, 2011).
Penemuan menarik terjadi pada periode krisis global 2008-2011, dimana pasar modal Indonesia tidak menunjukkan perilaku herding, sebaliknya ada perilaku herding di pasar Singapura. Perilaku ini bisa dijelaskan karena investor Indonesia lebih suka menganalisis sendiri daripada mengikuti keputusan investor lain saat memutuskan kemana harus berinvestasi.Â
Investor Indonesia lebih melihat investasi jangka panjang di pasar saham, sehingga saat ada penurunan cepat pada harga pasar, para investor tidak merasa panik. Ini terlihat pada Grafik 4, dimana tahun 2008 IHSG Indonesia turun hampir 3 persen, sedangkan STI Singapura terkoreksi lebih dari 20 persen. Indeks Produksi Industri Singapura juga jatuh 13,68 persen sementara Indonesia hanya kehilangan 1,9 persen.
Selain itu, Pemerintah Indonesia pada saat itu juga mengeluarkan bantalan dalam mengurangi ketidakpastian dan kepanikan di pasar saham Indonesia selama krisis keuangan global 2008, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
Bagaimana Strategi Investor?
Perilaku herding bisa berdampak positif maupun negatif pada stabilitas pasar keuangan. Menjadi positif jika informasi investor tepat dan dapat membuat pertumbuhan pasar positif. Sebaliknya, menjadi negatif jika keputusan salah investor menyebabkan krisis keuangan seperti yang terjadi di pasar modal Argentina tahun 2000 -- 2006 dan juga krisis keuangan Asia tahun 1997 - 1998 di pasar modal Indonesia. Â
Oleh karena itu, informasi yang diterima investor sebaiknya ditelaah dan dilakukan analisa lebih lanjut, sehingga tidak salah dalam mengambil keputusan. Diversifikasi aset bagi investor menjadi salah satu cara dalam mengelola risiko portofolio terhadap perilaku herding.
Saat pasar dalam kondisi stress, investor atau manajer investasi diharapkan senantiasa berfikir rasional. Herding menjadi tidak rasional jika kita sengaja mengikuti sentimen pasar, baik dalam kondisi panik atau euforia tanpa mempertimbangkan analisis fundamental. Mungkin jurus Stoic Philosophy di buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring bisa digunakan dalam menghadapi emosi negatif dari kondisi pasar yang tertekan dan penuh ketidakpastian, yakni S.T.A.R (Stop -- Think -- Asses -- Respond).