Apakah pernah kalian mengalami kekhawatiran secara berlebihan terhadap sesuatu? Bagaimana hari esok? Bisa atau tidak memecahkan masalah yang sedang dihadapi? Merasa kurang puas dengan apa yang dimiliki diri sendiri? Bingung dengan masa depan? Jika kalian pernah merasakan hal-hal itu, maka kalian sedang berada pada fase quarter life crisis alias fase pencarian jati diri.
Pertanyaannya adalah wajar atau tidak ketika kita mengalami fase ini? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari sedikit membahas tentang quarter life crisis yang selalu didengungkan oleh generasi sekarang ini.
Quarter life crisis atau proses pencarian jati diri, mayoritas orang-orang akan dan selalu mengalaminya, entah dengan fase yang lancar jaya semacam jalan tol atau bisa jadi semacam jalan track menaiki gunung alias susah, terjal, rumit, dan bahkan memberi dorongan untuk menyerah.
Definisi terbaik dari quarter life crisis adalah fase dimana seseorang sedang membuat pilihan terbaik di hidupnya dalam menghadapi tuntutan masyarakat atau dengan bahasa yang lebih rumit lagi, quarter life crisis adalah akibat dari masa transisi seseorang yang semula anak-anak, menuju ke remaja, dan menjadi dewasa.
Akan ada banyak faktor yang mendorong seseorang akhirnya merasakan emosi dan kecemasan yang berlebihan dalam hidupnya, ditambah dengan pertanyaan super menyebalkan yang mau tidak mau harus dijawab: "mau jadi apa di masa depan?"
Pada fase ini juga, seseorang akan dihadapkan dengan kenyataan ternyata dalam hidup ini ada banyak sekali pilihan beserta konsekuensi yang harus dihadapi saat memilih pilihan tersebut, hal tersebut lah yang akan membuat diri menjadi semakin ragu dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Belum lagi jika dihadapkan dengan kenyataan bahwa pilihan yang sudah terlanjur diambil ternyata salah dan membuat diri ini gagal untuk mencapai goals yang sudah diidam-idamkan sejak lama.
Wajar sekali ketika seseorang mengalami fase ini. Bahkan harus dihadapi, tidak dapat dihindari karena manusia adalah makhluk sosial yang masih membutuhkan orang lain dalam menjalani hidupnya. Lalu bagaimana menghadapi fase quarter life crisis ditengah masyarakat dan segala stigma yang dibawanya? Memang benar, tidak jarang masyarakatlah yang memperparah fase ini, sekali lagi. Stigma masyarakat terhadap sesuatu yang salah sedikit saja, bersiaplah jadi bahan pergunjingan yang asyik di telinga, belum lagi dengan tradisi membandingkan yang A dengan yang B, semakin tidak terkontrol lagi bukan?
Padahal, fase quarter life crisis ini, diri sendiri masih punya kendali dan andil didalamnya, kok bisa? Ya bisa, karena diri ini yang menjalani bukan orang lain, jadi mari ubah pola pikir quarter life crisis hanyalah lembah kesengsaraan manusia remaja yang beranjak dewasa menjadi sesuatu yang akan menjadi motivation story for your future circle.
Mari menganut filosofi Taoism, bahwasanya hidup ini sudah tertata dalam skenario terbaik Tuhan Sang Pencipta Dunia dan isinya, maka jalani saja, ikuti saja alurnya sesuai maunya alam semesta. Anggap apapun yang sedang terjadi dalam hidup adalah proses menuju hal yang positif tentu saja.
Kedua, mari aware dan aktif terhadap fase ini, gimana maksud? Sadari apa yang menjadi penyebab quarter life crisis ini muncul dan cari solusi agar akar dari quarter life crisis ini terurai dan tidak menjadi benang kusut tentunya sesuaikan dengan kemampuan diri sendiri. Evaluasi penyebab quarter life crisis ini dan pertimbangkan dengan matang sekaligus bijaksana konsekuensi apa yang akan terjadi jika memilih solusi A, solusi B, dan seterusnya.
Terakhir adalah, sabar. Quarter life crisis sangat panjang prosesnya karena fase ini adalah perjalanan hidup, bagaimanapun juga yang dapat mengerti dan menentukan sudah terlewati atau belum fase ini adalah diri sendiri yang menjalaninya. Bagaimana jika sudah terlewati? Bisa dipastikan seseorang akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya.
Kuncinya adalah pelan-pelan saja saat melewatinya, seperti yang sering didengar saat ada orang yang sedang memberikan nasehat terhadap sesuatu, easy to say but so hard to do alias mudah untuk diucapkan tapi susah saat dilakukan. Intinya, jika sekarang dunia mengatakan nanti untuk apapun yang menjadi keinginan dan harapan diantara doa-doa yang terpanjat, tidak masalah. Inilah hidup. Nanti bukan berarti tidak sama sekali kan?
Terakhir, ada seseorang yang pernah berkata begini,
"Tuhan tidak pernah menolak permintaan dan permohonan hambaNya, Dia selalu memberikan jawaban antara; iya Ku kabulkan doamu sekarang, sebentar Aku ingin lihat usahamu, atau akan Ku berikan yang lebih baik dari yang kamu mau sekarang." Iya sesederhana itu, jadi mari percayakan rencana kita pada semesta!
Penulis: Ratih Dwi Pratiwi
Semarang, 10 November 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H