Mohon tunggu...
Rsy
Rsy Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mei 1998

20 November 2024   12:05 Diperbarui: 20 November 2024   12:08 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun ini adalah tahun yang penuh dengan peristiwa bersejarah yang meninggalkan jejak mendalam di hati banyak orang. Di tengah gejolak politik dan ekonomi yang melanda Indonesia, saya, seorang remaja berusia 17 tahun, terjebak dalam pusaran peristiwa yang tak terduga. Malam itu, saya berada di rumah, mendengarkan berita di televisi tentang demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa. Suara bising dari luar jendela menandakan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa terjadi di luar sana.

Saya ingat betul bagaimana suasana malam itu. Gelapnya malam seolah menyelimuti ketegangan yang mengisi udara. Berita di televisi menunjukkan kerumunan mahasiswa yang berjuang untuk reformasi. Mereka meneriakkan slogan-slogan menuntut perubahan, sementara aparat keamanan bersiap-siap menghadapi mereka. Saya merasa cemas dan bingung; apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa semua ini bisa terjadi di negara kita?

Keesokan harinya, saya memutuskan untuk pergi ke kampus bersama teman-teman. Jalanan dipenuhi dengan orang-orang yang membawa spanduk dan bendera. Ada semangat persatuan di antara mereka, tetapi juga ada ketakutan. Kami semua tahu bahwa situasi ini bisa berubah menjadi kekacauan dalam sekejap. 

Ketika kami sampai di kampus, suasana semakin tegang. Berita tentang bentrokan antara mahasiswa dan polisi mulai menyebar.

Di tengah kerumunan itu, saya bertemu dengan seorang gadis bernama Mira. Dia terlihat sangat bersemangat dan berani. "Kita harus ikut berjuang," katanya dengan mata berbinar. Namun, ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat saya merasa bahwa dia menyimpan rahasia besar. Saya penasaran dengan latar belakangnya dan mengapa dia begitu terlibat dalam demonstrasi ini.

Mira menceritakan bahwa keluarganya pernah menjadi korban dari kekerasan politik sebelumnya. Dia memiliki seorang kakak laki-laki yang hilang dalam peristiwa tahun 1997, dan sejak saat itu, dia bertekad untuk memperjuangkan keadilan bagi semua korban. Namun, saat dia bercerita, saya merasakan ada sesuatu yang tidak lengkap dalam kisahnya. Ada bagian dari cerita itu yang seolah disembunyikan.

Hari demi hari berlalu, dan kerusuhan semakin meluas. Suatu malam, saat kami berkumpul di sebuah tempat aman untuk berdiskusi tentang langkah selanjutnya, kami mendengar suara tembakan dari kejauhan. Ketegangan meningkat dan kami semua berlari mencari tempat berlindung. Dalam kekacauan itu, Mira tiba-tiba menghilang.

Saya mencarinya ke mana-mana, tetapi tidak menemukan jejaknya. Dalam pencarian itu, saya mendengar bisikan-bisikan aneh dari orang-orang di sekitar tentang adanya kelompok misterius yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka disebut-sebut sebagai "bayangan"—sekelompok orang yang mengawasi kerusuhan dan melakukan tindakan tanpa sepengetahuan publik.

Setelah beberapa hari pencarian tanpa hasil, saya menerima pesan misterius melalui telepon seluler: "Mira tahu lebih banyak dari yang kau kira." Pesan itu membuat jantung saya berdegup kencang. Siapa pengirimnya? Apa yang sebenarnya terjadi pada Mira?

Dengan tekad bulat, saya mulai menyelidiki keberadaan Mira. Saya berbicara dengan teman-temannya dan mencari tahu lebih banyak tentang kelompok misterius tersebut. Ternyata, mereka adalah bagian dari jaringan underground yang berusaha mengungkap kebenaran di balik hilangnya orang-orang selama kerusuhan.

Saya menemui beberapa aktivis lain yang juga mencari Mira. Mereka menceritakan bahwa ada rumor tentang sebuah pertemuan rahasia yang akan dilakukan oleh kelompok "bayangan" tersebut pada malam hari di sebuah lokasi tersembunyi. Dengan hati berdebar-debar, saya memutuskan untuk menghadiri pertemuan itu demi menemukan Mira dan mengetahui lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Malam itu tiba dengan suasana mencekam. Saya mengikuti petunjuk menuju gedung tua yang tampak terlupakan di pinggiran kota. Di sana, suasana sunyi menyelimuti tempat tersebut; hanya suara langkah kaki saya yang terdengar menggema di lorong-lorong gelap.

Saat memasuki ruangan utama, saya melihat sekelompok orang berkumpul dalam lingkaran kecil, berbicara dengan suara rendah namun penuh semangat. Mereka membahas rencana untuk mengumpulkan bukti-bukti kekerasan selama demonstrasi dan mendesak pemerintah agar bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Di sudut ruangan, saya melihat sosok familiar—Mira! Dia tampak tegang tetapi bersemangat saat melihat saya. "Kau datang!" serunya sambil menarik saya ke samping agar bisa berbicara tanpa didengar oleh orang lain.

Mira menjelaskan bahwa dia telah bergabung dengan kelompok ini untuk mencari kebenaran tentang hilangnya kakaknya dan banyak orang lainnya selama kerusuhan politik ini. Dia merasa bahwa jika mereka berhasil mengumpulkan bukti-bukti kuat dan membagikannya kepada media internasional, mungkin ada harapan untuk keadilan bagi semua korban. "Saya tidak bisa kembali ke rumah," katanya dengan nada serius. "Orang-orang ini bergantung padaku untuk membantu mereka mengungkap kebenaran."

Saya merasa terharu mendengar tekadnya. Namun, saat kami berbicara lebih lanjut, Mira mulai bercerita tentang kelompok "bayangan". Mereka bukan hanya sekadar pengamat; beberapa dari mereka terlibat langsung dalam aksi-aksi kekerasan selama demonstrasi untuk menciptakan ketakutan dan kekacauan. "Beberapa anggota kelompok ini memiliki agenda tersendiri," katanya pelan-pelan sambil melirik ke arah teman-temannya yang sedang berdiskusi serius.

Saya merasakan ketegangan dalam kata-katanya; ada risiko besar jika kami terus terlibat dengan kelompok ini tanpa mengetahui siapa sebenarnya mereka. Dengan keputusan bulat, kami memutuskan untuk keluar dari kelompok tersebut dan mencari cara lain untuk memperjuangkan keadilan bagi para korban tanpa terjebak dalam permainan politik gelap ini. Kami mulai merencanakan langkah-langkah baru untuk mengumpulkan informasi secara independen dan menyebarkannya melalui saluran media alternatif.

Hari-hari berikutnya menjadi penuh tantangan; kami harus bergerak hati-hati agar tidak menarik perhatian pihak berwenang atau kelompok-kelompok misterius lainnya. Namun semangat kami tak pernah pudar; kami percaya bahwa kebenaran harus terungkap meskipun jalan menuju ke sana dipenuhi rintangan. Akhirnya, setelah beberapa minggu bekerja keras mengumpulkan bukti-bukti dan kesaksian dari para korban serta keluarga mereka, kami berhasil menyiapkan laporan lengkap mengenai kekerasan selama demonstrasi 1998. Dengan bantuan beberapa jurnalis independen, laporan tersebut berhasil dipublikasikan di beberapa media internasional.

Tahun 1998 bukan hanya sekadar angka dalam kalender; ia adalah simbol harapan dan keberanian untuk melawan penindasan. Melalui perjuangan kecil kami ini, kami berharap dapat memberikan suara bagi mereka yang telah hilang dan memastikan bahwa kisah mereka tidak akan dilupakan. Seiring waktu berlalu dan situasi mulai mereda, kisah kami tetap hidup dalam ingatan—sebuah misteri yang akan terus diceritakan kepada generasi mendatang sebagai pengingat bahwa setiap suara memiliki kekuatan untuk mengubah dunia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun