Mohon tunggu...
rastiami
rastiami Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Transformasi Digital

30 Juni 2024   20:27 Diperbarui: 30 Juni 2024   21:00 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DAMPAK TRANSFORMASI DIGITAL TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA: TINJAUAN ATAS KONEKTIVITAS GLOBAL, IDENTITAS BUDAYA, DAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT DALAM ERA DIGITAL

             Dalam era digital yang sangat dinamis, transformasi digital telah membawa perubahan yang signifikan terhadap perilaku sosial dan budaya masyarakat. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan konektivitas global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi aspek ekonomi dan politik, tetapi juga membawa dampak yang luas terhadap perubahan sosial budaya. Dalam era digital ini membuka sumber informasi yang tidak terbatas baik melalui internet maupun media digital, sehingga memungkinkan masyarakat mendapat informasi yang lebih cepat. Kemajuan ini bukan hanya mengubah aksebilitasi dan penyebaran informasi, namun juga mempengaruhi cara interaksi individu dengan individu lainnya. Konektivitas global dalam era digital adalah bentuk globalisasi digital yang menghubungkan negara, industri, perusahaan, dan individu di seluruh dunia dengan arus data, informasi dan pengetahuan, serta arus barang, jasa, investasi, dan modal yang bersifat digital (Luo, 2022).

            Teknologi digital telah mengubah cara manusia berinteraksi, berkomunikasi, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Era digital ini mengubah cara interaksi dan komunikasi dengan memperkenalkan teknologi dalam bentuk smartphone maupun akses internet yang dapat membawa perubahan terhadap interaksi, komunikasi, dan akses informasi di masyarakat (Polnaya, Pariela, & Murwani, 2023).

            Transformasi digital di kalangan masyarakat menjadi perhatian utama. Pendorong perubahan dalam fenomena tersebut yaitu bisa dengan adanya akulturasi budaya dengan sentuhan teknologi informasi (Cahyono, 2016). Budaya dapat menjadi salah satu tanda berkembangnya peradaban dari dulu hingga saat ini. Budaya didasarkan pada nilai-nilai tradisi yang diturunkan secara turun-menurun kepada generasinya. Pelestarian budaya pun senantiasa dilakukan agar tetap terjaga kelestariannya. Pelestarian budaya tersebut menjadi bukti nyata adanya implementasi nilai-nilai budaya dalam masyarakat. Indonesia sendiri menjadi negara yang kaya akan warisan budaya. Hal ini menjadi sebuah tantangan sendiri bagi masyarakat untuk dapat mempertahankan nilai-nilai budaya yang ada di daerahnya masing-masing.

            Era digital telah menciptakan ruang baru di mana individu dapat membangun dan mengekspresikan identitas mereka melalui platform digital. Transformasi digital ini dapat membawa perubahan juga pada dinamika sosial dan budaya yang telah diwariskan secara turun temurun. Dan tidak jarang perubahan ini mempengaruhi nilai tradisional, norma, praktik budaya dalam masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan munculnya fenomena homogenisasi budaya, di mana identitas budaya khas dapat terlupakan atau digantikan oleh budaya global yang dominan, seperti budaya Korea dan juga Amerikanisasi melalui produk-produk konsumen dianggap dapat menggerus identitas budaya lokal dan memunculkan homogenisasi budaya  (Aprinta, 2023). Sehingga, perlu adanya pemahaman mendalam terkait identitas budaya yang di pengaruhi oleh teknologi digital untuk dapat mengetahui perubahan sosial akibat era digital ini.

            Berdasarkan informasi dari Direktoral Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Munculnya teknologi dan transformasi digital telah mengubah perspektif dan interaksi masyarakat secara signifikan, pergeseran ini terlihat dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, termasuk transaksi keuangan, Misalnya transaksi yang tadinya menggunakan mata uang fisik kini dapat dilakukan melalui sarana elektronik seperti Qris. Demikian pula, layanan publik seperti perizinan telah beralih dari proses manual ke platform yang sepenuhnya online, sehingga menghilangkan kebutuhan akan interaksi tatap muka dan memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam hal waktu dan lokasi (Ditjen SDPPI - Kementerian Komunikasi Dan Informatika, (2019).

            Munculnya material budaya seperti gadget yang dilengkapi media sosial sebagai hasil inovasi dan penemuan baru menyebabkan perubahan pola interaksi di masyarakat, yang mana hal ini bisa dikatakan sebagai reaksi terhadap perubahan tersebut. Implikasi dalam perubahan budaya di era digital ini membawa pengaruh yang lebih luas terhadap hubungan antara masyarakat adat dengan masyarakat luas. Dengan demikian dapat menimbulkan risiko yang diakibatkan teknologi digital ini, seperti pergeseran nilai tradisional akibat paparan budaya luar yang sering didistribusikan oleh media digital. Dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang muncul, era digital menjadi instrumen kunci dalam memahami dampak transformasi digital ini, fokus pada konsekuensi transformasi digital terhadap konektivitas global, identitas budaya, dan pola interaksi masyarakat menjadi isu yang sangat relevan. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk meninjau dampak transformasi digital terhadap perubahan sosial budaya dengan fokus pada tiga aspek utama: konektivitas global, identitas budaya, dan pola interaksi masyarakat.

Konektivitas Global dalam Era Digital

Konektivitas global yang semakin erat melalui internet dan teknologi digital telah membuka peluang baru bagi masyarakat di seluruh dunia untuk terhubung, berkolaborasi, dan bertukar informasi. Perdagangan elektronik (e-commerce) menjadi salah satu contoh nyata dari bagaimana konektivitas, global memfasilitasi transaksi bisnis lintas negara. Pelaku bisnis dapat menjalankan operasi mereka secara online, menjangkau konsumen di berbagai belahan dunia, dan melakukan transaksi tanpa harus berhadapan secara fisik. Selain itu, konektivitas global juga memungkinkan pertukaran informasi tentang produk, harga, dan permintaan pasar secara real-time, memungkinkan pelaku bisnis untuk merespons dengan cepat terhadap perubahan pasar global. Dalam konsep global village, konektivitas global dalam era digtal mengacu pada fenomena di mana batas-batas wilayah dan masyarakat semakin terkikis akibat perkembangan teknologi komunikasi dan telekomunikasi yang semakin canggih. Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia semakin terhubung dengan masyarakat global, sehingga pola hubungan antarindividu dan antarmasyarakat semakin terikat satu sama lain.

E-Commerce Indonesia telah berkembang pesat dari tahun 2020 hingga 2022. Sejarah perkembangan e-commerce di Indonesia dimulai pada tahun 1994 ketika Indosat menjadi ISP komersial pertama. Pada tahun 1999, Kaskus didirikan oleh Andrew Darwis, diikuti oleh Bhinneka.com sebagai e-commerce pertama. Pada tahun 2000, Lippo Shop muncul sebagai platform penjualan online dari Lippo Group. Pemerintah menyusun draft Undang-undang e-commerce pada tahun 2001. Multiply.com muncul pada tahun 2003, diikuti oleh Tokobagus (sekarang OLX Indonesia) pada tahun 2005. Layanan uang elektronik Doku diluncurkan pada tahun 2007, sementara Tokopedia didirikan pada tahun 2009. Pada tahun 2010, Gojek dan Bukalapak didirikan, diikuti oleh Blibli. Pada tahun 2011, Tiket.com muncul, diikuti oleh Traveloka, Idea, dan Lazada Group pada tahun 2012. Zalora memulai operasi di Indonesia pada tahun 2014, sementara Tokopedia mendapat investasi US$100 juta. Pada tahun 2015, Shopee masuk ke pasar e-commerce Indonesia. Pemerintah meluncurkan Perpres Nomor 74 Tahun 2017 tentang Road Map e-Commerce pada tahun 2017. Bukalapak melakukan PHK massal pada tahun 2019. Pada tahun 2020, blanja.com ditutup, dan e-commerce mengalami pertumbuhan signifikan karena perubahan perilaku konsumen akibat social distancing. Perusahaan e-commerce terus berkembang pesat hingga saat ini, meluas ke transaksi pembayaran tagihan dan keuangan digital.

E-commerce, atau perdagangan elektronik, memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk konektivitas global di era digital ini. Berdasarkan buku "Electronic Commerce-Strategi dan Konsep Bisnis di Dunia Maya," e-commerce telah mengubah cara bisnis dilakukan dengan memungkinkan perusahaan untuk melakukan transaksi secara online tanpa terbatas oleh waktu dan ruang. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memperluas jaringan bisnis mereka dengan pemasok, distributor, rekanan, dan konsumen secara lebih efisien melalui hubungan "many-to-many relationship." Dengan adanya e-commerce, perusahaan dapat meningkatkan kinerja bisnis inti mereka dan menciptakan produk baru dengan cepat melalui interaksi yang lebih efektif dengan berbagai entitas eksternal. Selain itu, e-commerce juga memungkinkan terbentuknya komunitas digital di mana individu, keluarga, institusi, perusahaan, negara, dan komunitas lebih besar dapat saling berinteraksi untuk pertukaran data, informasi, produk, dan jasa. Dengan demikian, e-commerce tidak hanya menjadi alat untuk melakukan transaksi bisnis, tetapi juga menjadi pemicu terjadinya efisiensi, inovasi, dan konektivitas global yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia di abad ke-21. E-Commerce bisa dibilang sebagai pasar global dengan bentuk digital, yang mana dalam e-commerce itu banyak produk-produk dalam bahkan luar negeri yang bisa dijangkau hanya dengan digital, tanpa perlu pergi ke luar negeri. Misalnya membeli case hp di china. Salah satu e-commerce yang terkenal seperti shopee, tokopedia, blibli, dan lain sebagainya.

Menurut Ketua Dewan Pembina Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) Rudiantara, e-commerce tetap menjadi salah satu pilar ekonomi Indonesia pada tahun 2023 karena masih mendominasi pertumbuhan ekonomi digital nasional. Lebih dari separuh ekonomi digital Indonesia berasal dari sektor e-commerce. Proyeksi transaksi e-commerce yang diungkap oleh Bank Indonesia (BI) pada November 2022 menunjukkan bahwa nilai transaksi e-commerce diperkirakan dapat mencapai Rp572 triliun, dan diperkirakan e-commerce secara keseluruhan dapat mencapai angka Rp600-Rp700 triliun. Hal ini menunjukkan kontribusi yang signifikan dari e-commerce terhadap perekonomian Indonesia dan menegaskan peran pentingnya dalam pertumbuhan ekonomi digital di negara tersebut. Jadi, adanya konektivitas global dalam era digital ini mampu membuka kesempatan perdagangan internasional, memperluas jangkauan pasar global, dan meningkatkan arus barang dan jasa antar Negara.

Di satu sisi, e-commerce memberikan aksesibilitas dan kemudahan berbelanja bagi konsumen dengan memungkinkan mereka untuk menjelajahi dan membeli berbagai produk dari berbagai negara tanpa batasan geografis. Selain itu, e-commerce juga meningkatkan pilihan produk dan kompetisi di pasar dengan memperluas pasar bagi penjual dan mendorong inovasi produk serta harga yang lebih kompetitif. Efisiensi transaksi juga menjadi salah satu keuntungan dari e-commerce, di mana proses pembelian dan pembayaran online mempercepat transaksi dan mengurangi biaya operasional bagi pelaku bisnis. Selain itu, e-commerce memberdayakan pelaku usaha kecil dan menengah dengan memberikan kesempatan untuk memasarkan produk secara global tanpa harus memiliki toko fisik, sehingga meningkatkan akses pasar bagi mereka.

Namun, di sisi lain, konektivitas global e-commerce juga membawa dampak negatif yang perlu diperhatikan. Salah satu masalah utama adalah terkait dengan keamanan data, di mana risiko kebocoran data pribadi dan finansial konsumen menjadi ancaman serius dalam transaksi online. Selain itu, persaingan tidak sehat seperti penipuan, pemalsuan produk, dan persaingan tidak etis juga dapat terjadi dalam lingkungan e-commerce yang kompetitif.

 Identitas Budaya dalam Era Digital

Dalam era globalisasi yang sangat dinamis dan perkembangan teknologi yang cepat, perubahan budaya dan interaksi sosial telah menjadi isu yang sangat penting dan mendesak dalam berbagai aspek kehidupan. Globalisasi memiliki dampak yang signifikan terhadap identitas budaya suatu masyarakat. Salah satu dampak utamanya adalah homogenisasi budaya, di mana budaya lokal cenderung terkikis dan digantikan oleh budaya global yang dominan. Proses homogenisasi ini dapat mengakibatkan hilangnya keunikan budaya lokal dan menimbulkan ketidakpastian identitas di kalangan masyarakat. Selain itu, globalisasi juga dapat memicu konflik identitas, di mana nilai-nilai dan tradisi lokal bersaing dengan pengaruh budaya global dalam menentukan identitas individu atau kelompok. Namun, di sisi lain, globalisasi juga membuka ruang bagi pertukaran budaya dan pengetahuan yang luas, memungkinkan masyarakat untuk terhubung dengan budaya-budaya lain di seluruh dunia. Hal ini dapat memperkaya identitas budaya suatu masyarakat melalui adopsi elemen-elemen budaya baru dan penciptaan identitas yang lebih inklusif dan beragam. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menjaga keseimbangan antara mempertahankan identitas budaya lokal dan terbuka terhadap pengaruh budaya global, sehingga dapat mengembangkan identitas budaya yang kuat dan berkelanjutan dalam era globalisasi.

Makanan. Makanan tradisional ternyata lebih banyak digemari oleh anak muda dengan presentase mencapai 71,4 persen berdasarkan data dari GoodStats pada tahun 2022. Makanan tradisional jika dilihat dari segi ritual, memiliki arti khusus mempunyai arti khusus serta kepercayaan yang sudah teurun temurun. Contohnya, pada acara suku jawa biasanya ada yang namanya upacara selamatan dengan menyajikan makanan tertentu seperti bubur, tumpeng dan lain sebagainya. Menuju abad ke-21, terjadi perubahan dalam pola makan di Indonesia apalagi di kota-kota besar. Perubahan gaya hidup dan budaya makan terjadi seiring dengan adanya perbaikan ekonomi dan masuknya makanan asing.

      Setelah adanya fastfood di restaurant, pola makan yang sebelumnya tinggi serat dan rendah lemak berubah menjadi tinggi kalori dan tinggi lemak. Tren kuliner di Indonesia banyak dipengaruhi oleh budaya asing, terutama di era sekarang ini dimana banyak orang yang tertarik dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebarat-baratan seperti Korea atau Jepang. Pengaruh ini terlihat dari popularitas masakan Korea dan Jepang di kalangan penikmat budaya tersebut, yang sering dibagikan melalui media sosial dan platform lainnya. Meskipun banyak orang yang masih memilih makanan Indonesia sebagai makanan pokoknya, mereka sering kali memilih makanan ringan dari luar negeri, seperti toppoki, takoyaki, sushi, sashimi, jajangmyeon, kimbap, onigiri, mochi, udon, ramen. Di kota Tasikmalaya street food yang ramai setiap malam minggu yaitu pasar mambo, disana ada beberapa makanan korea da jepang yang di jual, namun tak sedikit pula makanan khas Indonesia seperti jajanan pasar, cimol, cilok, batagor, dan lain sebagainya. Jadi, saat ini makanan tradisional dan juga makanan dari barat bisa selaras dan masih eksis di kalangan masyarakat.

Fashion. Pada zaman dahulu, pakaian memegang peran yang sangat signifikan dalam masyarakat Jawa sebagai simbol identitas, penanda budaya, dan gaya hidup yang mampu membedakan stratifikasi sosial di tengah masyarakat. Tradisi berpakaian masyarakat Jawa pada masa tersebut secara khas ditandai dengan penggunaan jarik dan kebaya, yang menjadi representasi yang kuat dari kebudayaan lokal Jawa. Jarik, sejenis kain panjang yang melingkari tubuh, dan kebaya, pakaian tradisional wanita dengan atasan berbentuk blus panjang yang dipadukan dengan kain batik atau songket, bukan hanya sekadar pakaian fungsional, melainkan juga memiliki nilai simbolis yang mendalam dalam konteks budaya Jawa. Penggunaan jarik dan kebaya bukan hanya mencerminkan gaya berpakaian, tetapi juga mengungkapkan identitas, keanggunan, dan status sosial seseorang dalam masyarakat Jawa, serta memperkuat nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi.

    Dengan kemajuan teknologi yang semakin modern di era modernisasi, tradisi berpakaian remaja Jawa mengalami perubahan yang cepat dan signifikan. Tradisi berpakaian yang sebelumnya didominasi oleh penggunaan jarik dan kebaya kini telah beralih menjadi penggunaan gamis, kemeja, celana jeans, dan gaya berpakaian modern lainnya. Para remaja di Jawa saat ini cenderung lebih memilih gaya berpakaian yang sedang trend di media sosial, yang seringkali dipengaruhi oleh gaya berpakaian dari negara lain. Hal ini menyebabkan tradisi berpakaian asli masyarakat Jawa semakin luntur karena remaja lebih condong meniru gaya berpakaian dari luar daripada mempertahankan tradisi lokal mereka. Perubahan ini mencerminkan adaptasi remaja terhadap perkembangan mode dan tren global, namun juga menunjukkan dampak dari globalisasi yang dapat menggeser nilai-nilai tradisional dalam berpakaian dan mempengaruhi identitas budaya lokal.

      Di Indonesia, Korean Wave atau budaya Korea kini  telah menjadi tren yang populer, terutama di kalangan anak muda. Korean Wave mencakup musik (K-Pop), drama (K-Drama), dan variety show yang menarik perhatian baik dari laki-laki maupun perempuan. Remaja Indonesia tertarik dengan fashion Korea yang unik, seperti gabungan fashion dari berbagai musim, sehingga menambah variasi dalam pakaian mereka. Namun, masuknya budaya fashion Korea juga memiliki dampak negatif, seperti kurangnya apresiasi terhadap budaya fashion tradisional Indonesia dan tekanan untuk mengikuti tren Korea yang dapat menyebabkan perilaku hedonisme dan pengeluaran biaya yang lebih tinggi.    

      Pengaruh Korean Waves terhadap fashion remaja sangat signifikan dalam membentuk tren busana di kalangan remaja Indonesia. Korean Waves, memiliki dampak yang kuat dalam membentuk tren fashion di kalangan remaja. Remaja Indonesia semakin banyak mengadopsi tren fashion Korea dalam pilihan pakaian, gaya rambut, dan gaya secara keseluruhan. Popularitas idola K-Pop dan aktor Korea seringkali menjadi inspirasi utama dalam menentukan tren fashion yang ditiru oleh remaja. Fenomena Korean Waves yang didorong oleh media sosial dan popularitas selebriti lokal telah mempercepat penerimaan konsumen terhadap tren fashion Korea di kalangan remaja Indonesia. Selain itu, adopsi tren fashion Korea juga mencerminkan bentuk pertukaran budaya dan apresiasi terhadap gaya dan estetika Korea, menunjukkan bahwa remaja Indonesia tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga menghargai keunikan budaya Korea dalam dunia fashion. Saran yang diberikan adalah agar generasi muda Indonesia tetap menjunjung tinggi nilai-nilai nasionalisme, menjaga budaya dan nilai-nilai tradisional, serta mempromosikan fashion berdasarkan gaya tradisional seperti batik baik di tingkat nasional maupun internasional.

Bahasa. Dampak globalisasi meluas ke semua aspek kehidupan, termasuk penggunaan bahasa. Globalisasi membawa interaksi tanpa batas, baik dalam kehidupan nyata maupun dalam kehidupan virtual seperti media sosial. Bahasa Indonesia sebagai bagian dari budaya Indonesia rentan terpengaruh oleh arus globalisasi yang menghubungkan negara-negara secara lebih intensif. Perkembangan bahasa asing terhadap bahasa Indonesia di era globalisasi menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan. Dengan kemajuan teknologi dan arus globalisasi yang semakin cepat, bahasa asing semakin mudah masuk dan tersebar di masyarakat Indonesia.

        Contohnya yang lagi trend saat ini yaitu istilah bahasa 'jaksel'. Bahasa JakSel, mirip dengan bahasa gaul, populer di kalangan anak muda terutama di media sosial seperti Twitter dan Instagram. Kebiasaan mencampur Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dipengaruhi oleh tren globalisasi (Puspita, Kasih, & Wiedaningtyas, 2022). Meskipun pentingnya Bahasa Inggris dalam era teknologi, penggunaan campuran dua Bahasa ini sulit dihindari, terutama di media sosial yang memberikan kebebasan berekspresi. Kemampuan berbahasa Inggris dapat membantu memperluas relasi internasional dan bersaing dalam perkembangan teknologi. Anak muda yang menggunakan Bahasa JakSel sering merasa keren. Namun, perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan berlebihan Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari dapat mengakibatkan pelupakan terhadap Bahasa Indonesia sebagai bahasa kelahiran. Untuk mencegah hal ini, penting untuk memperkuat penggunaan Bahasa Indonesia dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, mengingat minimnya budaya literasi di Indonesia.  

        Melalui kegiatan membaca, kita dapat memperkaya pemahaman dan makna dari sebuah tulisan. Kita perlu memilih dengan bijak untuk memastikan kemajuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tidak tergeser oleh tren Bahasa JakSel. Generasi Z cenderung lebih memilih kursus Bahasa Inggris daripada Bahasa Indonesia, sehingga penting untuk memberikan perhatian lebih pada pemeliharaan dan penggunaan Bahasa Indonesia agar tidak pudar di tengah arus globalisasi dan digitalisasi.

        Mencampuradukkan antara bahasa inggris dan bahasa Indonesia atau "bahasa jaksel" mulai muncul pada tahun 1950an seiring dengan pembangunan perumahan elite di kebayoran baru. Pada tahun 1948, ada pembangunan perumahan di kebayoran baru (yang dulunya di huni oleh penduduk asli) yang pada awalnya dibangun untuk semua kalangan tetapi justru di huni oleh kelompok elite urban yang mana isinya orang-orang berpendidikan dan kalangan atas. Pada periode 1950an para kelompok elite urban itu memandang masyarakat yang tidak berbahasa asing itu rendah dan menjadi sebuah pembeda diantara kelas-kelas sosial. Jadi pencampuran bahasa inggris dan Indonesia ini telah ada sejak tahun 1950an (Sanjani & Widyarta, 2024).

        Dampak positifnya adalah kemampuan bangsa Indonesia untuk lebih terbuka terhadap perkembangan internasional. Dengan menguasai bahasa asing, terutama bahasa Inggris, masyarakat Indonesia dapat lebih mudah berkomunikasi dengan dunia luar, memperluas wawasan, dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi secara global. Selain itu, penguasaan bahasa asing juga dapat memberikan peluang kerja yang lebih luas, karena banyak perusahaan dan lembaga internasional membutuhkan tenaga kerja yang mampu berkomunikasi dalam bahasa asing.

        Namun, di sisi lain, perkembangan bahasa asing juga membawa dampak negatif terhadap bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa asing yang berlebihan dapat mengancam eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dan bahasa resmi negara. Hal ini dapat menyebabkan penurunan minat masyarakat dalam mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Selain itu, penggunaan bahasa asing yang dominan juga dapat merusak identitas budaya dan keberagaman bahasa di Indonesia.

Interaksi Masyarakat Dalam Era Digital

Di era globalisasi dan revolusi teknologi yang berkembang pesat, perubahan budaya dan interaksi sosial di berbagai lapisan masyarakat menjadi perhatian penting, masyarakat adat menjadi salah satu kelompok yang terkena dampak dari adanya perubahan (Mutaqin & Iryana, 2018; Widowati, 2014). Pengenalan teknologi digital, khususnya smartphone dan akses internet, telah mengubah secara mendasar cara masyarakat global berinteraksi, berkomunikasi, dan mengakses informasi. Perubahan perilaku manusia akibat digitalisasi di hampir seluruh sistem kehidupan manusia semakin pesat, menuntut tercapainya kemudahan, kepuasan dan pengayaan dalam hidup (Afrizal 2020).

Sebelum perkembangan teknologi dan diperkenalkannya alat komunikasi digital dan Internet, prinsip komunikasi secara langsung menjadi pola hubungan manusia dalam masyarakat. Masyarakat ini sangat menghargai perjumpaan secara tatap muka, musyawarah dan perilaku beradab dan berbudi pekerti yang luhur. Prinsip yang sama juga berlaku pada keluarga, dimana orang tua memberikan nasehat dan petunjuk langsung kepada anaknya, tanpa perantara alat komunikasi. Namun, dengan munculnya smartphone dan Internet, pola hubungan ini telah berubah. Namun demikian masyarakat tersebut masih memiliki peluang untuk mengintegrasikan teknologi ini secara bermakna dan bijak. Dengan tetap menjaga nilai komunikasi dan nasihat langsung, mereka dapat menyatukannya dengan manfaat teknologi untuk berkomunikasi dengan orang-orang di luar wilayah mereka dan menjaga hubungan jarak jauh (Tiara Polyana ; 2023).

Tetapi dalam hal ini, penggunaan smartphone dan teknologi modern tidak berujung pada rusaknya nilai-nilai budaya dan kebiasaan masyarakat secara global. Penggunaan smartphone ditujukan untuk memperkaya cara berkomunikasi, dengan tetap menjaga prinsip interaksi sosial yang mengakar dalam interaksi masyarakat. Orang-orang masih lebih memilih komunikasi langsung ketika mereka perlu mendiskusikan topik penting  atau menjaga hubungan sosial yang lebih dalam. Oleh karena itu, perkembangan teknologi dan pola komunikasi modern terus berkaitan erat dengan keberlangsungan nilai-nilai budaya yang mengutamakan pertemuan tatap muka dan interaksi tatap muka dalam membangun hubungan sosial yang lebih dalam dan bermakna.

Dalam hal ini setelah munculnya  perkembangan era digital telah mengubah pola perilaku sosial, seperti cara kita berbelanja, bekerja, dan mengakses informasi. Kemajuan dalam e-commerce juga telah mengubah lanskap ritel global, menjadikannya lebih mudah, cepat, dan nyaman bagi konsumen untuk berbelanja online. Di dunia kerja, teknologi digital telah memfasilitasi mobilitas karier, memungkinkan individu  bekerja dari jarak jauh dan berkolaborasi secara virtual Hal ini berdampak besar pada struktur pasar tenaga kerja dan bentuk-bentuk pekerjaan tradisional. Selain itu, dengan adanya perkembangan teknologi digital dapat mempengaruhi pola interaksi sosial dalam konteks pendidikan, hiburan, dan kehidupan budaya. Pembelajaran jarak jauh, kursus online, dan platform pembelajaran mandiri  menjadi semakin populer, menjadikan pendidikan  lebih mudah diakses oleh orang-orang di seluruh dunia. Di bidang hiburan, platform streaming dan konten digital telah mengubah cara kita mengonsumsi media dan budaya pop, sehingga memungkinkan akses yang lebih fleksibel dan personal hal ini memunculkan pola pertukaran budaya baru yang lebih beragam dan terfragmentasi, meskipun adanya perkembangan digital telah membawa banyak manfaat dan peluang, penting untuk menyadari bahwa revolusi digital juga memiliki tantangan dan risiko. Ketimpangan akses terhadap teknologi antar negara dan kelompok sosial masih menjadi masalah serius dan dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi.

Perubahan sosial yang ditimbulkan oleh revolusi digital juga akan mempengaruhi keseimbangan kekuasaan dalam masyarakat misalnya, platform media sosial telah memberikan suara kepada individu dan kelompok yang sebelumnya  tidak memiliki akses terhadap media arus utama, namun pada saat yang sama, platform-platform tersebut  dapat digunakan untuk menyebarkan disinformasi, menciptakan ketegangan sosial, dan meningkatkan polarisasi politik.  Namun, kita harus menyadari bahwa akses dan penggunaan teknologi digital tidak merata di seluruh dunia. Ketimpangan akses internet dan kesenjangan teknologi masih menjadi masalah serius di beberapa daerah dan dapat memperburuk kesenjangan ekonomi dan sosial. Selain itu, terdapat risiko bahwa perusahaan teknologi besar akan menggunakan data pengguna untuk keuntungan ekonomi dan politik mereka sendiri, dengan mengabaikan privasi individu dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, upaya  meningkatkan akses dan literasi digital di seluruh masyarakat juga penting untuk memastikan seluruh masyarakat dapat memanfaatkan potensi positif dari revolusi digital. Hal ini mencakup investasi pada infrastruktur teknologi, pelatihan keterampilan digital, dan pendidikan yang relevan untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi tantangan dan peluang di masa depan. Dengan demikian dengan adanya perkembangan digital membawa perubahan yang mendalam dalam mempengaruhi  pola interaksi manusia dalam masyarakat modern, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seperti Internet, media sosial, dan perangkat seluler telah mengubah secara mendasar cara kita berinteraksi satu sama lain. Selain itu, adanya perubahan digital telah memfasilitasi konektivitas global, memungkinkan individu di mana pun di dunia berinteraksi dengan cepat dan mudah.

KESIMPULAN

Transformasi digital dan globalisasi memiliki dampak yang signifikan terhadap perubahan sosial dan budaya di Indonesia dan di seluruh dunia. Konektivitas global melalui internet dan teknologi digital telah membawa perubahan dalam pola hubungan antarindividu, perdagangan internasional seperti e-commerce dan identitas budaya. Meskipun globalisasi membawa manfaat seperti pertukaran budaya dan pengetahuan yang luas, juga terdapat tantangan seperti homogenisasi budaya dan ketidakpastian identitas.

Dalam menghadapi dampak transformasi digital dan globalisasi, penting untuk menjaga keseimbangan antara aspek global dan lokal guna mempertahankan identitas budaya yang inklusif dan bermartabat. Perubahan sosial dan budaya yang terjadi membutuhkan kesadaran akan pentingnya memahami dan merespons perubahan tersebut secara bijaksana untuk memastikan keberlangsungan dan keberagaman budaya di tengah arus globalisasi yang terus berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Adlini, M. N., Dinda, A. H., Yulinda, S., Chotimah, O., & Merliyana, S. J. (2022). Metode           Penelitian Kualitatif Studi Pustaka. Jurnal Edumaspul.

Aprinta, G. (2023). Globalisasi Budaya, Homogenisasi dan Pengaruhnya terhadap Identitas          Budaya Lokal. Jurnal Janaloka.

Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di             Indonesia. Jurnal Publiciana: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Candra, M. A., Enjeladinata, O. V., & Widana, M. R. (2023). Eksistensi Makanan             Tradisional Di Tengah Gempuran Makanan Korea. Prosiding Seminar Nasional.

Daniar Nur. (2024). Dampak Sosial Digital Terhadap Perubahan Sosial Budaya Pada Masa         Depan. Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Sosial.

Goa, L. (2017). Perubahan Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat. Sapa Jurnal Kateketik           dan Pastoral .

Hendro. (2014). Teknologi Dan Kehidupan Masyarakat. Jurnal Analisa Sosiologi.

Indrajit, R. E. (2002). Electronic Commerce-Strategi dan Konsep Bisnis di Dunia Maya.    Yogyakarta: Aptikom.

Luo, Y. (2022). New connectivity in the fragmented world. Journal of International Business       Studies . 

Kirana Ayudya Wardani, H. I. (2022). Tren Makanan Sebagai Dampak Globalisasi Terhadap        Pertukaran. Prosiding Konferensi Ilmiah Pendidikan .

Moeriabrata, A., & Arbai. (1997). Makanan Tradisional Makna Sosial Budaya Dan           Manfaatnya Sebagai Makanan Sehat ("Functional Food"), Serta Upaya    Pelestariannya. Surabaya: Airlangga Ljniversity Press.

Muhaditia, Narawati, P. C., & Lisnawaty, R. Y. (2022). Pengaruh Korean Waves Terhadap          Fashion Remaja Indonesia. Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial     Humanioral .

Mutaqin, Z., & Iryana, W. (2018). Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Kasepuhan Adat            Banten Kidul-Kabupaten Sukabumi. Religious: Jurnal Studi Agama-agamadan Lintas      Budaya.

Pamungkas, C. (2015). Global Village dan Globalisasi dalam konteks ke-Indonesiaan. Jurnal        Global & Strategis .

Polnaya, T., Pariela, T. D., & Murwani, P. (2023). Transformasi Budaya Dan Interaksi Sosial        Dalam Masyarakat Adat: Dampak Masuknya Teknologi Digital. Baileo: Jurnal             Sosial Humaniora.

Puspita, I. D., Kasih, B. R., & Wiedaningtyas, R. P. (2022). Fenomena Bahasa Jaksel        Terhadap Penggunaa Bahasa Indonesia di Kalangan pengguna Twitter dan Instagram.     Prosiding Seminar Nasional Ilmu Ilmu Sosial (SNIIS) .

Ridwan, M., Suhar, A. M., Ulum, B., & Muhammad, F. (2021). Pentingnya penerapan      literature review pada penelitian ilmiah. Jurnal Masohi

Rohmah, D. F., & Legowo, M. (2022). Fenomena Lunturnya Tradisi Jawa Dalam Bidang Fashion Akibat Modernisasi. Jurnal Ilmu Sosial Humaniora Indonesia.

Stevany Afrizal, S. K. (2020). Perubahan Sosial Pada Budaya Digital Dalam Pendidikan   Karakter Anak. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA .

Xiao, A. (2018). Konsep Interaksi Sosial dalam Komunikasi, Teknologi, Masyarakat. Jurnal         Komunikasi, Media dan Informatika.

Buku

Djuyandi, Y. (2021). Pengantar Ilmu Politik. Depok: PT RajaGrafindo Persada.

Website

Ditjen SDPPI - Kementerian Komunikasi Dan Informatika. (2019). Teknologi Digital Ubah          Cara Pandang dan Interaksi Masyarakat. (2019). Diakses pada 22 Mei 2024, dari         Ditjen SDPPI - Kementerian Komunikasi Dan Informatika:    https://sdppi.kominfo.go.id/berita-teknologi-digital-ubah-cara-pandang-dan-interaksi-            masyarakat-27-4294

Junida, A. i. (2023). Rudiantara: E-commerce terus kuat dan jadi penopang ekonomi RI    2023.   Diakses pada 27 Mei 2024, dari Antaranews:   https://www.antaranews.com/berita/3360933/rudiantara-e-commerce-terus-kuat-dan-            jadi-penopang-ekonomi-ri-2023.

Naurah, N. (2022, September 10). Antara Makanan Modern dan Tradisional, Mana yang Lebih    Digemari Oleh Anak Muda Indonesia? Diases pada 27 Mei 2024, dari GoodStats: https://goodstats.id/article/antara-makanan-modern-dan-tradisional-mana-yang-lebih-      digemari-oleh-anak-muda-indonesia-n3CJU

Sanjani, M. I., & Widyarta, M. N. (2024). Menelusuri Bahasa Anak Jaksel. Diakses pada 28,        2024, dari Koran Tempo: https://koran.tempo.co/read/gaya-      hidup/483132/menelusuri-      sejarah-bahasa-anak-jaksel

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun