Manusia telah mengalami berbagai perubahan dalam aspek kehidupan, mulai dari revolusi pertanian sampai revolusi industri. Sejalan dengan perkembangan peradaban, manusia dituntut untuk bisa memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks. Dampak yang paling terasa adalah penggunaan internet dalam berkehidupan. Internet sudah menjadi napas dari umat modern yang hampir seluruh aspek dalam hidupnya sudah bergantung dengan koneksi internet. Tentu, dengan adanya internet ini membuka peluang yang luas dan memungkinkan hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Dalam kehidupan bersosialisasi sudah menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan. Di masa 4.0, kehidupan bersosialisasi sudah bergeser dengan lebih banyak berkomunikasi menggunakan sosial media. Hal-hal konvensional mulai ditinggalkan dan dialihkan menjadi digital dengan dalih untuk memudahkan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan realitas dimana makin hari teknologi makin sulit dikontrol, bahkan teknologi yang malah mengendalikan manusia (Isman Iskandar, 2019).
 Hal tersebut tentunya memiliki pandangan tersendiri di mata Agama Islam. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin tentunya mendukung adanya perkembangan yang membawa perubahan menuju hal-hal baik. Perkembangan internet yang dapat menjangkau jutaan umat dalam beberapa detik ini bisa dimanfaatkan sebagai ladang amal dengan jalur dakwah digital. Selain itu bisa dimanfaatkan sebagai wadah untuk berbagi ilmu serta seruan-seruan perubahan. Hal tersebut memang diatas kertas sangat menjanjikan perubahan positif pada dunia, tetapi hal tersebut bisa berbanding terbalik dalam realitas bersosial.
Like, Comment. Share dan kata-kata gaul lainnya tentu sudah akrab di telinga umat dalam jaringan. Jalur komunikasi telah dikuasai oleh sosial media seperti Instagram, Facebook dan WhatsApp. Sosial media dikategorikan sebagai komunikasi massa, karena pesan yang tersampaikan bisa terbagi ke khalayak. Selain itu sosial media dapat diakses secara realtime (Saggaf et al., 2021). Pengguna sosial media bisa dikategorikan menjadi 2, dimana golongan pertama menggunakan internet sebagai tempat mengembangkan diri dan mencari ilmu, dan kedua golongan yang hanya mengikuti trend dan berpotensi besar terbawa dampat negatif (Aksin, 2016).
Dengan penggunaan sosial media yang marak itu, hal-hal buruk bisa muncul seperti berita hoax, ujaran kebencian dan pornografi. Penggunaan bahasa dalam komunukasi yang buruk dan kata-kata kasar pun tak terhindarkan. Masyarakat terbiasa dengan berita kebohongan, hal tersebut melahirkan generasi yang lemah. Kejujuran adalah lambang dari kekuatan. Orang yang terbiasa berkata jujur melambangkan bahwa dirinya adalah orang yang kuat.
Sebagai agama yang mengajarkan kedamaian di muka bumi, Islam mengatur umatnya dalam berkomunikasi dengan prinsip-prinsip komunikasi Islam. Prinsip ini ada untuk mengatur dan menjaga umat Islam dalam berkomunikasi, seperti bertutur kata yang baik, sopan, tidak merendahkan orang lain, dan berkata jujur. Semua hal tersebut adalah pedoman dan panduan umat muslim dalam berkomunikasi serta bentuk implementasi ajaran Rasulullah SAW, sebagai komunikator dan pendakwah handal (Mokhtar et al., 2021).
Sangat disayangkan dalam praktik sosial media, masih banyak nitizen Indonesia yang dianggap tidak ramah dan berperilaku buruk dalam bertutur kata. Hal tersebut di buktikan dengan survey Microsoft dalam laporan berjudul "Digital Civility Index (DCI)" bahwa Indonesia negara paling tidak ramah dalam bersosial media. Penggunaan kata-kata kasar dan saling hujat sering di lontarkan oleh nitizen Indonesia. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan ajaran prinsip komunikasi Islam yaitu Qaulan Karima yang mengatur umat untuk bertutur kata yang mulia dan menghindari kata-kata hina. Prinsip ini juga mengatur agar umat Islam tidak mengolok-olok, menghina dan menyakiti perasaan orang lain. Sebuah pepatah mengatakan "Mulutmu, Harimaumu" yang mengisyaratkan bahwa orang harus menggunakan mulutnya dengan sebaik mungkin. Maka dari itu Islam mengatur hal tersebut dengan Qaulan Karima. Tujuannya adalah tidak ada perselisihan umat saat bersosialisasi baik secara langsung maupun secara daring.
Selanjutnya yang sering kita temui adalah orang terlalu banyak dan mengatakan sesuatu di sosial media yang sebenarnya tidak penting, atau bahkan berpotensi untuk menyinggung orang lain. Hal tersebut bersilangan dengan prinsip Islam kedua yaitu Qaulan Ma'rufa yang mengatur umat Islam untuk berkata baik. Rasulullah SAW berpesan kepada umatnya "berkata baik atau diam" dan "diam itu emas". Hal tersebut mengajarkan kita untuk berpikir sebelum berbicara  Bahwa umat Islam seharusnya bisa menjadi contoh yang baik dalam bermasyarakat dengan bersosial dan berkomunikasi dengan cara, tata krama, serta bahasa yang baik dan menyejukkan hati bisa dilakukan dengan sekedar ketikan tangan di sosia media. Jika memang kata yang akan dikeluarkan tidaklah memberi makna dan manfaat, lebih baik diam dan menghindari kata-kata yang buruk.
Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (Q.S. an-Nahl : 125)
Ayat tersebut mengajarkan umat muslim untuk berbicara dengan kata-kata yang baik. Berbicara hanya jika ada hikmahnya dan berbicara dengan lemah lembut. Ayat tersebut sejalan dengan prinsip komunikasi Islam selanjutnya yaitu Qaulan Layyina, yang mengatur umat muslim untuk berkata lemah lembut, mengedepankan persuasi dan menciptakan solusi. Walau terdapat perbedaan, maka solusi lah yang dicari bukan malah menciptakan sebuah perselisihan.(Ismaya et al., 2021) Qaulan Layyina juga mengajarkan untuk memberikan opini atau pendapat dengan kata yang lemah lembut dan menyelesaikan permasalahan dengan cara yang baik (Ismaya et al., 2021).
Selanjutnya adalah Qaulan Baligha yang artinya tepat dan lugas. Prinsip Komunikasi Islam ini mengatur agar umat muslim menggunakan bahasa yang straight to the point dan tidak berbelit-belit. Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi di sosial media dimana banyak berbicara dan sedikit intinya. Hal tersebut harus dihindari sesuai dengan ayat Qur'an Surat an-Nisa:
Artinya:
"Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha --perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
" (QS An-Nissa :63)
Komunikasi harus dilakukan dengan tepat sasaran dan harus membekas agar pesan tertanam pada hati dan otak komunikan. Agar komunikasi bisa efektif, maka gaya komunikasi harus disesuaikan dengan komunikan dan bahasa yang digunakan harus mudah dimengerti oleh komunikan serta straight to the point.
Selanjutnya adalah Qaulan Masyura, artinya bahasa yang mudah dipahami oleh komunikan, membawa berita yang baik dan menyenangkan hati. Prinsip ini mengajarkan umat muslim bertutur kata baik, mudah dimengeri, juga setiap ucapan dari umat muslim harus kata-kata yang diridhoi oleh Allah SWT, bukan kata-kata yang dibenci oleh Allah SWT. Â Hal itu tertuang dalam hadist Bukhari yang berbunyi:
"Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk keridhaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu, Allah menaikkan beberapa derajat. Dan sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk kemurkaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu, dia terjungkal di dalam neraka Jahannam."
(H.R. Bukhari)
Prinsip terakhir yang diajarkan oleh Islam adalah Qaulan Sadida, yang artinya berkata jujur. Prinsip ini adalah dasar dari seluruh komunikasi yang diajarkan oleh Islam, bahwa seluruh informasi yang dikomunikasikan harus berdasarkan kejujuran. Perintah ini tertuang pada Qur'an Surat an-Nisa yang berbunyi:
Artinya:
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida --perkataan yang benar"
(QS. An-Nisa:9)
Qaulan Sadida juga bisa diartikan sebagai kata yang bijaksana dan benar. Perkataan yang benar adalah sebuah keharusan dalam berkomunikasi. Hal ini diperkuat dengan ayat lain dari Surat al-Hajj dan al-Ahzab yang berbunyi:
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar
(QS. Al-Ahzab : 70).
Artinya:
"Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta"
(QS. Al-Hajj:30).
Dusta adalah lawan dari kejujuran. Umat muslim diperintahkan untuk mengunkap fakta dari realita, bukan sebaliknya menutupinya dengan dusta. Bayangkan beberapa kata-kata di media sosial bisa menjadikan satu generasi dibohongi oleh berita palsu atau bahkan memecah belah umat. Tentunya hal ini harus dihindari dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip komunikasi islam.
Seluruh ajaran prinsip komunikasi Islam tentunya bertujuan untuk mempola umat Islam menjadi umat yang berakhlak mulia. Sebagai khalifah kita harus bisa menjadi motor penggerak dalam perubahan umat menuju masa depan yang lebih cerah. Erving Goffman dalam bukunya "The Presentation of Self in Everyday Life" mengatakan kehidupan sosial adalah panggung pertunjukkan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kehidupan sosial dan cara komunikasi kita adalah gambaran diri kita. Sebagai umat muslim yang taat, sudah seharusnya kita mengikuti ajaran Rasulullah SAW dan mengikuti cara komunikasinya sehingga tercipta impresi yang baik. Tak hanya impresi, tentunya dengan mengamalkan Prinsip Komunikasi Islam kita akan menjadi umat yang berakhlak mulia, terciptanya masyarakat yang damai dan indah serta terhindar dari perselisihan.
DAFTAR PUSTAKA
Aksin, N. (2016). Pandangan Islam Terhadap Pemanfaatan Media Sosial. Jurnal Informatika Upgris, 2(2), 119--126. https://doi.org/10.26877/jiu.v2i2.1262
Isman Iskandar. (2019). Prinsip Komunikasi Al-Qur'an Dalam Menghadapi Era Media Baru. Jurnal Al-Fanar, 2(1), 55--74. https://doi.org/10.33511/alfanar.v2n1.55-74
Ismaya, Elihami, Musdalifah, & Bando, U. D. M. A. (2021). Konsep Qaulan dalam Al-Qur'an (Kajian Tentang Komunikasi Qurani). Maktabatun, 1(1), 26--40.
Mokhtar, S., Hajimin, M. N. H. H., Abang Muis, A. M. R., Othman, I. W., Esa, M. S., Ationg, R., & Lukin @ Lokin, S. A. (2021). an Analysis of Islamic Communication Principles in the Al-Quran. International Journal of Law, Government and Communication, 6(23), 140--156. https://doi.org/10.35631/ijlgc.6230010
Saggaf, M. I., Arif, M. W., Habibie, M., & Atqiya, K. (2021). Prinsip Komunikasi Islam Sebagai Etika Bermedia Sosial. Journal of Communication Studies, 1(01), 15--29. https://doi.org/10.37680/jcs.v1i01.698
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H