Dosen pengampu : Prof. Syamsu Yusuf L.N., M.Pd dan Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd.
Oleh : Raselia Agustin
Stress kerap kali dirasakan setiap mahasiwa, mulai dari mahasiswa baru sampai mahasiswa semester lanjut. Penyebab dari stress sebenarnya bisa bermacam-macam. Namun, bagi mahasiswa, penyebab umum dari stress adalah tekanan akademik, seperti tugas perkuliahan. Hal ini sejalan dengan pendapat (Widyastuti, 2020 & Goal, 2016) yang menyatakan bahwa stresor akademik yang umum bagi mahasiswa antara lain: ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum, prokrastinasi, dan standar akademik yang tinggi. Apalagi, pada bulan ini,mahasiswa dihadapkan dengan tugas ulangan tengah semester (UTS) yang menuntut mereka untuk belajar lebih ekstra dan lebih keras.
Menurut Dewi et.al., (2017) persentase mahasiswa yang mengalami stress sedang mencapai 57,4%. Sedangkan, persentase mahasiswa di dunia yang mengalami stress sebesar 38-71%, kemudian di Asia sebesar 39,6-61,3% (Habeeb 2010; Koochaki 2009).
Stress merupakan sebuah tekanan akibat ketidaksesuaian antara diri dengan lingkungan yang membuat seseorang merasa tertekan dan terbebani. Stress terjadi karena adanya rasa tertekan akibat ketidaksesuaian antara diri individu dengan lingkungannya yang menuntut individu tersebut untuk berbuat sesuatu yang lebih esktra yang melebihi kemampuan individu (Barseli et.al., 2017).
Namun, permasalahannya adalah mengapa tugas tersebut bisa menjadi pemicu stress? Hal itu karena pemikiran mahasiswa yang menganggap hal kecil menjadi besar, hal yang sebenarnya bisa dikerjakan menjadi sebuah hal yang terlihat sulit dan berat untuk dikerjakan. Padahal, seiring berjalannya waktu, tugas itu tetap dikerjakan dan akhirnya selesai juga. Sisanya, tinggal bagaimana pemikiran kita sebagai mahasiswa untuk bijak dan pandai di dalam mempersepsikan tugas.
Sebagai seorang mahasiwa, kita harus pandai mengelola dan mengatur perasaaan stress ini dengan baik. Perlu diingat bahwa tugas yang diberikan dalam akademik perkuliahan sebenarnya adalah jembatan untuk meningkatkan dan mengubah kualitas diri kita agar siap mengahadapi dunia kerja di masa depan. Kita harus menyadari, bahwa tuntutan berbagai tugas akademik mendorong kita untuk belajar dan membaca hal yang tidak kita ketahui. Dengan demikian, kita dapat memeperoleh pengetahuan dan ilmu yang baru. Hal tersebut bisa mengarahkan diri kita untuk lebih maju dan berkembang.
Mahasiswa tidak boleh memiliki persepsi bahwa tugas merupakan sesuatu yang sulit dan berat. Jika hal dilakukan, kita akan merasa tugas tersebut sebagai beban yang akhirnya bisa memunculkan stress. Jadi, stress sebenarnya bergantung kepada pemikiran dan persepsi dari diri masing-masing. Oleh karena itu, sebagai seorang mahasiswa, kita perlu mengatur pikiran dan persepsi kita.
Kemudian, agama juga turut berperan di dalam menangani stress, termasuk stress akademik yang dialami oleh mahasiswa saat ini. Di dalam agama islam, terdapat nilai-nilai kebaikan yang bisa diterapkan dalam menumbuhkan motivasi mengerjakan tugas, seperti ikhlas, bersemangat dan bersungguh-sungguh di dalam mengerjakan tugas, dan yakin bahwa akan ada kebaikan di setiap ujian yang Allah subhanahu watala berikan kepada kita (Husain, 2023).
Pertama, kunci mahasiswa untuk menangani stress akademik adalah ikhlas di dalam mengerjakan segala sesuatu, termasuk mengerjakan seluruh tugas-tugas yang ada dihadapan kita. Ikhlas adalah kesucian hati, suasana kewajiban yang mencerminkan motivasi batin, dan ketulusan niat untuk berbuat hanya karena Allah (Taufiqurrahman, 2019). Dari pengertian tersebut, mahasiswa harus menyadari bahwa sejatinya kita mengerjakan tugas harus dengan hati dan niat yang bersih dan ikhlas karena Allah. Perhatikan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 214 berikut :
وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْ
Artinya: "...... Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (Q.S. al-Baqarah: 216).
Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa boleh jadi mahasiswa tidak menyukai stress akibat tugas yang diberikan atau justru tidak menyukai tugas yang diberikan kepadanya. Padahal, jika mahasiswa berfikir ke arah yang lebih positif, tentu akan banyak dampak baik yang akan ditimbulkan dari tugas tersebut. Tugas-tugas yang diberikan kepada mahasiswa dapat mengasah kemampuan berfikir mahaisswa sehingga ia bisa lebih pandai dan maju. Mahasiswa juga dapat mendapatkan ilmu pengetahuan yang baru. Di sisi lain, mahasiswa juga bisa menjadi disiplin.
Di sisi agama, mahasiswa sebagai makhluk Allah subahanu watala akan mendapatkan pahala dan kebaikan di sisi Allah karena ia telah menunikan tugasnya. Apalagi jika ia ikhlas dan semata-mata mengerjkan tugas karena ingin mencari ridho Allah subhanahu watala. Allah pasti akan menolong hamba-Nya, apalagi dalam niat kebaikan, termasuk niat mengerjkan tugas didasari dengan keikhlasan, sehingga tugas tersebut tidak akan menjadi beban baginya karena ia tahu bahwa allah pasti menolongnya. Dengan demikian, stress dapat terkendali dan hilang.
Kedua, mahasiswa harus bersemangat di dalam mengerjakan tugas akademik yang menuntutnya. Allah subhanahu wataála berfirman di dalam Alquran surat ar-Rahman ayat 60 :
هَلْ جَزَآءُ ٱلْإِحْسَٰنِ إِلَّا ٱلْإِحْسَٰ
Artinya : "Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebalikan (pula)" (Q.S. ar-Rahman: 60).
Berdasarkan ayat di atas, mahasiswa seharusnya lebih bersemangat karena mengerjakan tugas merupakan sebuah kebaikan. Mahasiswa harus yakin bahwa di balik tugas-tugas tersebut ada kebaikan yang akan allah berikan kepada kita. Mahasiswa harus yakin bahwa mengerjakan tugas akan mendapatkan kebaikan bagi dirinya, dunia, dan akhiratnya.
Motivasi agama dalam mengelola stress akademik yang dirasakan mahasiswa dapat digunakan sebagai landasan untuk mengerjakan tugas dengan bersemangat. Allah subhanau watala telah memberikan motivasi dan semangat kepada kita selaku hamba-Nya. Nilai-nilai positif yang ada di dalam agama harus kita tanamkan ketika hendak mengerjakan berbagai sesuatu, termasuk tugas akademik yang akan kita hadapi. Dengan demikian, kita tidak memandang lagi tugas sebagai beban yang berat, tetapi memandang tugas sebagai suatu kebaikan dan hadiah yang Allah berikan untuk diri kita sehingga kita bersungguh-sungguh dalam mengerjakan dan menyelesaikannya.
Referensi
Ambarwati, P. D., Pinilih, S. S., & Astuti, R. T. (2019). GAMBARAN TINGKAT STRES MAHASISWA. Jurnal Keperawatan Jiwa, 5(1), 40. https://doi.org/10.26714/jkj.5.1.2017.40-47
Barseli, M., Ifdil, I., & Nikmarijal, N. (2017). Konsep stres akademik siswa. Jurnal konseling dan pendidikan, 5(3), 143-148.
Gaol, N. T. L. (2016). Teori stres: stimulus, respons, dan transaksional. Buletin psikologi, 24(1), 1-11.
Habeeb, Kholoud Abdulrahman. (2010). Prevalence of Stresors among FemaleMedicalStudents. Journal of Taibah University Medical Sciences 2010; 5(2): 110 -- 119.
Husain s. (2023). Sudah semnagatkah Kita Melaksanakan Kewajiban. BDK Palembang Kementrian Agama RI. https://bdkpalembang.kemenag.go.id/artikel/sudah-semangatkah-kita-melaksanakan-kewajiban
Koochaki, G.M., et al. (2009). Prevalence of stres among Iranian medical students: a questionnaire survey. Eastern Mediterranean Health Journal 2011; 17 (7): 593-594.
Taufiqurrahman, T. (2019). Ikhlas dalam Perspektif Al Quran. Eduprof: Islamic Education Journal, 1(2), 279-312.
Widyastuti, W. (2020). SELF COMPASSION, STRESS AKADEMIK DAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BARU. Jurnal Psikologi TALENTA, 3(1), 6. https://doi.org/10.26858/talenta.v1i2.13031
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H