Mohon tunggu...
Aditira
Aditira Mohon Tunggu... Konsultan - Pengembara kehidupan yang mencoba berbuat sesuatu yang lebih baik bagi kehidupan ini

Kehidupan ini akan berjalan seperti apa adanya. Baiknya tidak terlalu memaksakan diri diluar kemampuan kita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semakin Punahnya Pertanian Organik Tradisi Kalimantan

20 Mei 2022   19:38 Diperbarui: 20 Mei 2022   19:51 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aspek lain seperti kelestarian lingkungan, hak azasi manusia dan keadilan hanyalah pelengkap kampanye yang akan dipenuhi jika ada permintaan dan bahkan harus dengan paksaaan dan tekanan dari pihak lain diluar rantai nilai komoditas pertanian tersebut.  Itupun tidak akan bermakna apa-apa karena para pemilik modal dan oligarki bisnis dan politik telah memiliki kekuasaan yang sangat besar untuk mengatur hukum, pelaksana negara dan kaum cendikiawan yang memberikan argumentasi "ilmiah" atas itu.

Ditengah pergumulan-pergumulan itulah perjalanan pengembaraan ini terus dilakukan.  Mencari kalimat dan paragraph serta diksi-diksi yang tepat,  baik dan benar untuk memperjelas agar tidak menimbulkan antipati seolah-olah ada nuansa kebencian dan kecemburuan atas keberuntungan kelompok atau individu tertentu di negeri ini. Atau seringkali berupaya untuk mendapatkan stigma atau cap anti pembangunan menjadi alat efektif dari oligarki kekuasaan politik dan modal untuk membukam gerakan-gerakan kritis yang tidak banyak lagi bersuara di negeri ini.  Membangun kapasitas keterampilan komunikasi yang baik masih jadi pekerjaan rumah penting, terutama bagi penulis pribadi.

Dan sepertinya memang  bukanlah hal yang mudah.  Meskipun terkadang terlintas di kepala, " biarlah.  Yang penting kita berangkat dengan niat baik dan tidak mengunakan cara-cara kekerasan.  Karena cara-cara kekerasan bukanlah solusi.  Hanya melahirkan kekerasan baru yang tak pernah berujung.  Begitu banyak peristiwa kekerasan yang terjadi di berbagai daerah dan kampung-kampung di Indonesia dan bahkan di dunia.  Begitu banyak korban-korban yang tersingkir. Pemenangnya adalah sekali lagi mereka yang menguasai bisnis di suatu negeri.   Para aktifis social dan lingkungan hanyalah serpihan-serpihan harus terkapar dengan realitas begitu kuatnya kekuatan bisnis dengan modal dan uang yang bisa mempengaruhi nurani siapapun.

Figure 1 Artefak Ladang Tradisi Tersisa di Kabupaten Melawi. Pengambilan foto 7 Aprip 2021/Dokpri
Figure 1 Artefak Ladang Tradisi Tersisa di Kabupaten Melawi. Pengambilan foto 7 Aprip 2021/Dokpri

Pangan Lokal  di Kalimantan Barat; Melawi dan Kapuas Hulu

Kata referensi, ketahanan Pangan itu, menyangkut; produksi, distribusi dan akses atas pangan tersebut. Dari aspek produksi, untuk Kabupaten Melawi dan Kapuas Hulu,  dua kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat, dilihat dari aspek produksi pangan terutama jika padi atau beras menjadi ukurannya, menurut Kadis Pertanian Tanaman Pangan Kalbar (2020),  "terdapat 6 wilayah dari 14 kabupaten di Kalbar yang masih minus beras. Wilayah tersebut di antaranya Kabupaten Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu, Melawi, Kota Singkawang dan Kota Pontianak".  Dan hal ini diakui oleh petani-petani di 9 kampung di Melawi dan Kapuas Hulu bahwa produksi padi mereka masih belum memadai hanya bisa bertani untuk kebutuhan sendiri bahkan seringkali belum mencukupi untuk makan setahun. Situasi ini diperparah lagi dengan saat ini makin gencarnya pemerintah dan berbagai lembaga nasional maupun yang peduli lingkungan menyuarakan dampak perladangan padi sebagai sumber utama penyebab kebakaran hutan dan perubahan iklim. 

Kondisi petani tradisi ini  semakin tertekan lagi dengan adanya penangkapan oleh aparat kepolisian terhadap petani-petani yang membuka ladang dengan cara membakar. Ketika petani bertanya bagaimana caranya kami bisa berladang dengan tanpa membakar ladang? Tidak ada yang bisa menjawab dan memberikan solusi yang pasti. Jawabannya pokoknya berhenti berladang dengan cara tradisional tersebut, karena menganggu hutan dan lingkungan termasuk asapnya mencemari udara dunia. Sungguh tragis nasib petani-petani tradisi kita.

Sesungguhnya ketahanan pangan "tanpa kedaulatan pangan"  di tingkat kampung-kampung Melawi dan Kapuas Hulu telah dapat teratasi. Hal  ini terbantukan dengan semakin  membaiknya proses dan pola distribusi serta akses atas beras tersebut.  Sarana dan prasarana transportasi jalan dan jembatan untuk distribusi pangan sudah semakin memadai sehingga pasokan pangan bisa tercukupi dari daerah lain. Kecuali untuk beberapa kampung yang masih terpencil dan terisolasi, ketahanan pangan mereka sangat tergantung dari pertanian tradisi atas ladangnya.  

Dan pada sisi kedaulatan pangan sesungguhnya komunitas-komunitas ini lebih berkedaulatan pangan karena pangan mereka tercukupi dari pertanian tradisi yang mereka jalankan. Contoh yang paling popular adalah pertanian tradisi Badui di Jawa Barat. Untuk Kalimantan mungkin hanya tersisa di kampung-kampung di dataran tinggi Krayan-Kalimantan Utara masih memiliki kedaulatan pangan seperti Badui tersebut.

Dalam situasi globalisasi saat ini, dimana pengetahuan dan teknologi terkini yang pada satu sisi  telah banyak memberikan kemudahan bagi semua orang untuk berproduksi, mendistribusikan dan mengakses pangan tersebut. Namun di sisi yang lain, miris bagi komunitas local yang bermukim di desa-desa/kampung-kampung, dengan realitasnya yang masih tergagap dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi, Minimnya pengetahuan dan fasilitas teknologi di kampung-kampung tersebut.  

Hal ini menjadi kendala utama bagi komunitas kampung untuk dapat membangun system ketahanan pangan mereka. Dan itu berimbas pada hancurnya kedaulatan pangan yang pernah ada disana.  Paling tidak,  realitas itu yang terlihat dari 9 kampung di Melawi dan Kapuas hulu yang kami datangi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun