"Almarhum bapakmu sudah mengenalkan bacaan kepadamu sejak umur 3 tahun, dan kamu selalu bahagia kalau dikasih buku. Supaya bapakmu bahagia di alam kuburnya, jangan pernah berhenti menulis buku, melanjutkan iqra. Bacalah dan tulislah seperti yang selalu diajarkan bapakmu dulu..." (hal.5)
Saya yakin, masing-masing orang memiliki alasan sendiri mengapa ia mau menulis, memilih menulis, dan berjuang menjadi penulis. Alasan dari yang receh hingga luhur, alasan yang mungkin tidak masuk akal, hingga sangat inspiratif. Alasan-alasan itulah yang penting dan bisa menjadikan kita mau belajar menulis dan berusaha menjadi penulis.
Di sini penulis akan menguak salah satu alasan Kang Maman menulis. Siapa yang tak kenal dengan Muhammad Suherman? Penulis kondang yang mengawali karirnya di jurnalis dan beberapa biro iklan serta rumah produksi. Hingga saat ini Ia memilih menjadi penulis, baginya menulis adalah sesuatu yang "mengasikan, menghasilkan, dan membahagiakan."
Barangkali nasihat di atas juga menjadi salah satu alasannya menulis, yaitu nasihat Ibu tentang sejarah perjalannya bersama sang Ayah, seseorang yang pertama kali mengenalkan Kang Maman pada membaca dan proses menulis.
Barangkali itu yang juga terjadi pada saya, sejak remaja berusaha menyukai dunia tulis menulis, memilih menulis dengan berbagai alasan, salah satunya adalah mengabadikan kisah almarhum ayah. Atau mungkin lebih dari itu, banyak sekali alasan-alasan yang mendasari saya untuk menulis, meski tulisannya masih dibaca-baca sendiri. Hal itu mungkin juga terjadi pada kamu, mengapa sampai saat ini kamu mau membaca dan memilih menulis? Jawablah itu untuk diri sendiri.
Buku "Aku Menulis Maka Aku Ada" adalah ungkapan asal muasal Kang Maman menulis. Di dalamnya banyak sekali cuitan-cuitan twitter sebagai cacatan pendek yang akhirnya menjadi tulisan panjang bahkan alasan terbitnya buku ini. Buku yang mengajak pembaca menyadari betapa menulis itu mudah sekaligus susah. Tergantung bagaimana kita memaknainya, terserah kita memutuskannya, dan kebebasan kita untuk memikirkannya.
"Dari cuitan kecil, lalu menjadi bagian dari buku-buku yang kutulis dan kemudian diterbitkan oleh beragam penerbit." (hal.37)
Hal ini menjadi bagian contoh sekaligus bukti, bahwa menulis itu tidak susah-susah amat, yang susah adalah pikiran kita yang terlalu ribet dan kaku karena terlalu menyulikatkan diri atas unsur-unsur atau ketentuan dalam menulis, sehingga takut, ragu, dan akhirnya tak jadi menulis. Padahal menulis, ya menulis saja. Masalah tepat dan pantas nanti ada yang berhak menilai, yang penting menulis, tidak putus asa, tentu yang wajib adalah membaca.
Bagi Kang Maman Twitter atau media sosial pada umumnya menjadi tempat catatan ide yang pendek dan penting. Kelak bila ingin menulis ia tinggal membuka kembali beranda media sosial dan membaca ulang catatan-catatan kecilnya untuk dikembangkan dan menjadi tulisan panjang.