Mohon tunggu...
Raptanta Hanantara Namariyan
Raptanta Hanantara Namariyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan penikmat karya visual

Seorang mahasiswa rantau yang berusaha menyelesaikan pendidikannya di Universitas Indonesia demi menggapai impiannya menjadi kriminolog. Kini, mencoba untuk kembali menulis sebagai cara mengasah kemampuan dan menuangkan isi pikiran. Sebagai seorang mahasiswa kriminologi, tentunya saya tertarik dengan tema terkait kejahatan dan isu sosial. Namun, kecintaan dan kekaguman saya dengan film akan menjadi hal menarik untuk selalu dibahas dalam bentuk tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Siksa Kubur": Karya Joko Anwar yang Membiarkan Penonton "Berfantasi Liar"

17 April 2024   06:49 Diperbarui: 17 April 2024   08:09 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siksa Kubur (Official Poster)

Pemeran utama dalam film ini, Faradina Mufti dan Reza Rahadian, sukses memerankan tokoh masing-masing hingga mampu mencuri simpati penonton. Faradina Mufti berhasil memeran tokoh Sita sebagai penggambaran terhadap kelompok masyarakat yang menolak dan meragukan konsep dosa, akhirat, dan agama secara keseluruhan. Menjadi semakin relevan dengan lingkungan pertemanan saya pribadi setelah melihat latar belakang Sita yang sempat menempuh pendidikan di pesantren, tetapi menjadi orang paling menolak agama saat dewasa.  Di sisi lain, Reza Rahadian tidak perlu diragukan lagi secara akting. Keluhan bahwa Reza Rahadian selalu menjadi tokoh sentral dalam perfilman Indonesia seakan ditampar habis-habisan pada film ini. Bahkan hanya lewat gestur tubuhnya saja, Reza Rahadian secara spektakuler menunjukan bagaimana trauma pada masa kecil akan terus digendong bebannya oleh korban hingga dewasa sekalipun.

Satu hal lagi yang saya kagumi dan saya cintai dari film ini adalah Joko Anwar yang melepaskan dan membiarkan penonton untuk terus berfantasi liar dalam pikiran mereka tentang film yang baru saja mereka tonton. Joko Anwar benar-benar memberikan kebebasan untuk penonton menentukan sendiri bagaimana kisah ini berjalan dan diinterpretasikan. Pembangunan suasana dan dunia dalam film ini berhasil membuat penonton mau tidak mau harus mengenal dunia filmnya dengan sangat baik. Bahkan semua dialog yang keluar pada film ini dapat menjadi call back penting untuk membedah adegan-adegan setelahnya. Maka tidak heran setelah Anda keluar dari bioskop diskusi pada film ini akan terus terjadi dan bahkan memerlukan waktu berhari-hari hingga Anda puas dengan jawaban yang Anda inginkan. Itulah yang membuat saya begitu mencintai film ini. Siksa Kubur tidak hanya film yang dinikmati saat berada di dalam teater, tetapi daya magisnya seperti memaksa saya untuk terus berfantasi menghasilkan teori liar yang saya bisa.

Meskipun demikian, seperti yang sudah saya singgung sebelumnya bahwa saya juga benci pada film ini. Tidak secara keseluruhan, tetapi ada beberapa aspek yang membuat saya cukup ilfeel. Salah satu yang begitu membuat saya sempat terheran-heran dan tertawa adalah ketika adegan semua orang di Indonesia mulai mempercayai dan ketakutan akan siksa kubur. Penggambaran distopia yang terjadi terasa seperti dipaksakan untuk menunjukan false believe yang diyakini Sita adalah salah. Pada adegan lain, nuansa horor religi yang dibangun sejak awal seakan hancur karena beberapa adegan justru terasa seperti film atau video game bergenre zombie. Beberapa set up yang dibangun untuk jumpscare pun terasa terlalu lama dan membuat saya di beberapa adegan justru merasa lelah. Scene Sita yang melihat langsung Siksa Kubur dan memohon pertobatan agak membuat saya bingung dengan munculnya subtitle doa tobat di layar. Saya cukup bertanya-tanya tentang keputusan Joko Anwar untuk tidak menggunakan subtitle sejak awal. Mengingat ada beberapa dialog dalam bahasa arab yang membuat saya harus menajamkan pendengaran.

Pada akhirnya saya pribadi merasa Siksa Kubur adalah salah satu film horor yang wajib untuk ditonton setidaknya sekali seumur hidup. Pesan religi dan dakwah islam yang diusung berhasil setidaknya untuk membuat penonton memikirkan dosa-dosa yang pernah dilakukan. Jika pun tidak, film ini masih sangat dinikmati bahkan setelah keluar bioskop dengan teori-teori yang memang sejak awal sudah sebarkan seperti kepingan puzzle oleh Joko Anwar. Film ini layak dikatakan sebagai film terbaik secara experience yang saya rasakan. Apabila perlu saya berikan nilai maka film ini sangat pantas mendapatkan nilai 9/10.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun