"Lumayan Pak, bapak udah kenyang?"
"Udah, sisanya buat Purna aja"
Diiringi oleh suara gerimis hujan malam, Pak Wik dan Purna istirahat di teras toko bangunan yang sudah tutup. Mereka juga mengisi perut mereka dengan satu porsi nasi padang dan satu teh manis. Setelah makan, mereka melihat kendaraan-kendaraan yang melintas di jalan sembari mengumpulkan energi mereka. Purna menyandarkan kepalanya di bahu Pak Wik, lalu Pak Wik merangkul Purna sambil mengelus kepalanya. Sepertinya, akhir cerita akan mulai terlihat. Pak Wik sudah teringat akan tujuannya lalu mulai merangkai kata dan kalimat dalam pikirannya.
"Pur..." panggil Pak Wik
"Ya pak", jawab Purna
"...."
"Ada apa pak?" Tanya Purna
Dengan suara yang lirih dan perlahan, Pak Wik menceritakan segalanya. Dari kisah hidup Pak Wik sendiri, sampai saat dimana ia pertama kali bertemu dengan Purna. Dari yang awalnya Pak Wik ingin mencari orang tua Purna, sampai di saat Pak Wik sendiri yang ingin menjadi orang tua bagi Purna. Pak Wik bercerita semua itu dengan air mata yang mulai mengalir dari matanya. Air mata penyesalannya selama ini karena telah merenggut hak Purna untuk hidup normal seperti anak seumurannya. Purna pun mulai bingung dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Pak Wik. Purna hanya bisa terdiam dengan perkataan Pak Wik.
"Sekarang, Purna boleh menentukan hidup Purna sendiri."Â
Ucap Pak Wik sambil memberikan suatu barang kepada Purna. Barang itu adalah selimut yang dipakai pertama kali oleh Purna ketika ditemukan oleh Pak Wik. Itulah satu-satunya barang yang bisa diberikan Pak Wik kepada Purna. Dengan itu, Pak Wik sudah selesai membuka topengnya dari Purna. Tak ada hal yang disembunyikan oleh Pak Wik. Dalam diri Pak Wik sudah ada rasa lega karena telah selesai mengatakan semuanya, tetapi Pak Wik tetap belum tenang sebelum mendengar jawaban Purna.Â
Purna tak berkedip sekalipun, ia tak tahu harus berbuat apa. Seseorang yang telah dianggap sebagai orang tuanya sendiri ternyata bukan orang tua kandungnya. Seseorang yang telah mengasuhnya sejak kecil, yang telah mengasihi dan mencintainya dengan tulus ternyata hanyalah orang asing. Muncul rasa terkhianati yang besar dalam hati Purna. Dia ingin melampiaskan rasa itu kepada Pak Wik. Namun, melihat wajah Pak Wik yang sudah dipenuhi oleh air mata membuat Purna tak tega bila harus membentak pria berumur 60an  tahun itu. Sebagai gantinya, Purna ingin tahu lebih lagi tentang asal-usulnya.