Resensi Buku Non Fiksi
Judul: Si Anak Kuat
Karya: Tere Liye
Jumlah Halaman: 397 Halaman
Editor: Ahmad Rival
Cover: Resoluzy
Lay Out: Alfian
Diterbitkan: Replubika Penerbit
Cetakan 1: Desember 2018
Cetakan 2: Maret 2019
Pendahuluan
Amelia, Anak bungsu dari empat bersaudara pasangan suami istri Bapak Syahdan dan Ibu Nurmas. Kakak tertuanya, Eliana atau di panggil ‘Eli’ dikenal sebagai ‘Si Anak Pemberani’. Kakak keduanya bernama Pukat dikenal sebagai ‘Si Anak Jenius’ dan, kakak ketiganya bernama Burlian dikenal sebagai ‘Si Anak Spesial’. Semua kakak-kakaknya juga memiliki kisah di bukunya masing-masing. Amelia disebut sebagai ‘Si Anak Kuat ’yang tidak hanya kuat fisik, tapi kuat pada pemahaman nilai kehidupan dan hati teguh.
Semua orang memanggilnya ‘Amel’ Bersama dengan keluarganya tinggal disebuah perkampungan indah. Persis di Lembah Bukit. Dikelilingi hutan lebat. Sebagian besar Penduduk bermata pencaharian sebagai seorang petani kopi dan karet dimana warisan turun temurun.
Kampung tempat Amel tinggal memang masih memiliki banyak keterbatasan, salah satunya dalam bidang pendidikan. Hanya ada satu sekolah dasar di kampungnya. Muridnya pun sedikit dapat dihitung jari dan itupun hanya ada satu guru yang mengajar. Mereka memanggilnya, Pak Bin. Salah seoarang yang sangat berjasa dalam kisah Amelia nantinya.
Di sekolah Amel mempunyai tiga teman dekat. Pertama, ada Maya yang cerewet dan penggemar Paman Unus (adik dari Ibunya Amel). Kedua, ada Chuck Norris yang nakal dan gemar menggambar. Terakhir, ada Tambusai yang semangat dalam segala hal dan humoris. Fakta menariknya mereka semua adalah anak bungsu sehingga sering merasa senasib sepenanggungan.
Kampung Amel memiliki tradisi ‘menunggu rumah’ di mana anak bungsu harus menetap di rumah orang tuanya. Jadi ketika seluruh kakak-kakaknya pergi merantau jauh, menyisakan orang tua yang semakin lanjut usia, anak bungsu harus tinggal di rumah supaya bisa terawat. Sekalipun telah berkeluarga, anak bungsu bersama suami atau istrinya tetap tinggal di rumah orang tua menunggu rumah. Hal itu selalu membuat Amel merasa kesal ketika memikirkannya.
Keterbatasan pada fasilitas pendidikan membuat keterbatasan juga mengenai ilmu pengetahuan. Banyak penduduk kampung lebih memilih bertani atau menangkap ikan di sungai dibandingkan dengan sekolah. Ijazah tak akan dianggap atau tidak berguna.
Amel, seorang anak yang memiliki mimpi-mimpi hebat dan pemahaman kuat ketimbang dengan teman-teman ataupun saudara-saudaranya. Ia sangat peduli terhadap kampungnya. Oleh karena itu, ia bersama 3 temannya yaitu Maya, Chuck Norris, Tambusai, serta dengan Paman Unus mencoba untuk membuat sebuah perubahan.
Buku berjudul “Si Anak kuat” merupakan buku fiksi yaitu novel. Novel memiliki arti prosa panjang mengisahkan cerita fiksi dalam situasi apapun dan latar belakang. Secara structural novel ini cukup lengkap sesuai dengan teori yang ada. Penulis juga tak lupa mengangkat tema keharmonisan dan kehidupan sederhana sebuah keluarga begitu juga dengan novel karya Tere Liye lainnya.
Isi
Di awali dengan hubungan pembicaraan dengan Pak Bin dan Paman Unus tentang cara bertani para penduduk kampung yang hanya mengikuti leluhurnya tanpa peningkatan pada hasil panennya. Padahal di kota-kota besar sudah banyak menggunakan teknik modern seperti sederhana yaitu menyemai bibit ataupun menggunakan kultur jaringan dimana membutuhkan perlatan laboratorium. Hasil panen yang di dapat pasti lebih banyak.
Memang tidak mudah membuat penduduk kampung untuk merubah cara bertani yang sudah warisan turun temurun. Kurangnya ilmu pengetahuan menjadi salah satu faktornya. Namun, bergantungnya kehidupan para penduduk kampung dengan ladang kebun menjadi faktor utama karena apabila ingin mengubah cara bertani yang ada, maka harus dimulai dari awal lagi dengan penanaman bibit baru dan membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan hasil. Sulit tapi bukan berarti hal itu tidak bisa terwujud.
Ada pertemuan rutin para tetua kampung di kediaman Amel. Pembahasannya beragam dimulai dari membahas mengenai kabar masing-masing, ladang, harga pupuk, harga kopi dan karet hingga membahas mengenai gagal panen kopi dari salah seoarang penduduk kampung. Dalam pertemuan, ada yang dapat langsung diputuskan solusinya, adapula yang masih menggantung, tanpa solusi.
Ketika pertemuan ingin ditutup, Amel menyimak pembicaraan mengacungkan tangan. Ia memberikan sebuah usulan mengenai masalah gagal panen kopi dari salah seorang penduduk kampung. Ia mengusulkan untuk membeli ladang yang gagal panen tersebut dengan kas kampung lalu mencoba untuk menanaminya kembali dengan menyemai bibit biji kopi kualitas baik yang sore tadi didapatkan ketika bersama Maya dan Paman Unus ke tengah hutan.
Awalnya para tetua kampung tidak setuju dengan pendapat Amel karena itu berisiko besar dan melibatkan kas kampung yang secara tidak langsung melibatkan seluruh penduduk kampung untuk menyetujuinya. Namun dengan keteguhan hati, Amel meyakinkan para tetua kampung agar mencobanya terlebih dahulu untuk membawa masalah dan usulan itu pada musyawarah besar di balai kampung nanti.
Sembari menunggu waktu musyawarah besar dilaksanakan, Amel bersama Maya, Chuck Norris, Tambusai, dan Paman Unus juga dengan 4 pemuda tanggung kampung membuat tempat untuk menyemai biji kopi di lahan belakang sekolah atas izin Pak Bin. Hal itu dilakukan untuk mempermudah proses penanamannya nanti.
Banyak penduduk kampung yang sudah mendengar mengenai usulan Amel dan tidak menyetujuinya karena memang berisiko besar. Namun, dengan keteguhan dan semangat Amel dengan teman-temannya, semua penduduk kampung setuju untuk menggunakan kas kampung ketika musyawarah besar. Hal itu tentu saja tidak mudah karena Amel dan teman-temannya harus berkeliling kampung, mengunjungi satu persatu penduduk kampung untuk memberikan pemahaman mengenai menyemai biji kopi, hasil diperoleh, dan risiko yang ditanggung.
Mungkin awalnya semua orang akan berpikir itu akhir dari kisah Amelia ‘Si Anak Kuat’. Tapi bukan itu akhir ceritanya. Bahkan cerita mengenai penanaman biji kopi yang merupakan rencana besar dan mimpi awal Amel untuk perubahan di kampungnya ternyata gagal. Banjir bandang meluluhlatahkan beberapa rumah penduduk serta ladang-ladang, termasuk ladang kopi yang merupakan mimpi Amel akan awal perubahan di kampungnya. Tak ada korban jiwa memang, namun menyisakan kesedihan mendalam bagi seluruh penduduk kampung terutama untuk Amelia. Kisahnya belum berakhir begitu saja tentunya. Bahkan itu merupakan kisah awal Amelia untuk menjadi lebih kuat dalam mewujudkan mimpi-mimpinya.
Akhir kisah dari buku ini menceritakan Amelia atau kerap di sapa dengan panggilan ‘Amel’ berhasil mewujudkan mimpi-mimpi hebatnya. Ia menamatkan seluruh sekolah menengahnya di Kota Kabupaten, lantas menyusul kakaknya Pukat kuliah di Belanda dan setelahnya kembali lagi ke kampung halamannya dengan menjadi dosen di Universitas Terbuka juga menjadi guru tamu diberbagai institusi pendidikan, termasuk SD, SMP, dan SMA.
Kelebihan
Novel ini merupakan salah satu karya Tere Liye yang enak untuk dibaca. Jalan ceritanya bagus dan menarik, karena selain mengisahkan tentang perasaan hati seorang anak dan orang tua, juga terdapat kisah menyentuh dan memotivasi lainnya. Pelajaran yang bisa diambil dari novel ini yaitu kita bisa belajar untuk berani, bersyukur, dan memahami orang lain dan diri sendiri. Selain itu, untuk bentuk fisik dari novel ini sendiri memiliki kualitas kertas yang enak untuk dibaca. Sampul buku memiliki ilustrasi yang unik, dengan warna yang tidak mencolok. Bahasa yang digunakan di dalam novel ini tergolong mudah untuk dipahami karena menggunakan bahasa sehari-hari yang sederhana, namun tetap inspiratif dan bermakna. Seperti pada buku-buku sebelumnya penulis selalu bisa memberikan pemahaman baru, tentang nilai kehidupan.
Kekurangan
Novel ini mempunyai beberapa kata yang menggunakan bahasa hingga membuat para pembaca binging karena tidak berikan arti dari beberapa kata. Bahkan novel tersebut tidak diberikan gambaran tentang umur para tokoh hingga para pembaca sering memikir karena penasaran dengan para tokoh masih anak namun memiliki pemikiran seperti layaknya orang dewasa.
Kesimpulan
Novel ini merupakan salah satu karya Tere Liye yang enak untuk dibaca. Jalan ceritanya bagus dan menarik, karena selain mengisahkan tentang perasaan hati seorang anak dan orang tua, juga terdapat kisah menyentuh dan memotivasi. Pelajaran yang dapat diambil dari novel ini, belajar untuk berani, bersyukur, dan memahami orang lain dan diri sendiri. Selain itu, bentuk fisik dari novel ini memiliki kualitas kertas yang nyaman untuk dibaca. Sampul ilustrasi buku unik, dengan warna tidak mencolok. Bahasa yang digunakan dalam novel ini tergolong mudah dipahami walaupun menggunakan bahasa sederhana, tapi tetap inspiratif dan bermakna. Layaknya pada buku-buku sebelumnya penulis dapat memberikan pemahaman baru, tentang nilai kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H