Ada pertemuan rutin para tetua kampung di kediaman Amel. Pembahasannya beragam dimulai dari membahas mengenai kabar masing-masing, ladang, harga pupuk, harga kopi dan karet hingga membahas mengenai gagal panen kopi dari salah seoarang penduduk kampung. Dalam pertemuan, ada yang dapat langsung diputuskan solusinya, adapula yang masih menggantung, tanpa solusi.
Ketika pertemuan ingin ditutup, Amel menyimak pembicaraan mengacungkan tangan. Ia memberikan sebuah usulan mengenai masalah gagal panen kopi dari salah seorang penduduk kampung. Ia mengusulkan untuk membeli ladang yang gagal panen tersebut dengan kas kampung lalu mencoba untuk menanaminya kembali dengan menyemai bibit biji kopi kualitas baik yang sore tadi didapatkan ketika bersama Maya dan Paman Unus ke tengah hutan.
Awalnya para tetua kampung tidak setuju dengan pendapat Amel karena itu berisiko besar dan melibatkan kas kampung yang secara tidak langsung melibatkan seluruh penduduk kampung untuk menyetujuinya. Namun dengan keteguhan hati, Amel meyakinkan para tetua kampung agar mencobanya terlebih dahulu untuk membawa masalah dan usulan itu pada musyawarah besar di balai kampung nanti.
Sembari menunggu waktu musyawarah besar dilaksanakan, Amel bersama Maya, Chuck Norris, Tambusai, dan Paman Unus juga dengan 4 pemuda tanggung kampung membuat tempat untuk menyemai biji kopi di lahan belakang sekolah atas izin Pak Bin. Hal itu dilakukan untuk mempermudah proses penanamannya nanti.
Banyak penduduk kampung yang sudah mendengar mengenai usulan Amel dan tidak menyetujuinya karena memang berisiko besar. Namun, dengan keteguhan dan semangat Amel dengan teman-temannya, semua penduduk kampung setuju untuk menggunakan kas kampung ketika musyawarah besar. Hal itu tentu saja tidak mudah karena Amel dan teman-temannya harus berkeliling kampung, mengunjungi satu persatu penduduk kampung untuk memberikan pemahaman mengenai menyemai biji kopi, hasil diperoleh, dan risiko yang ditanggung.
Mungkin awalnya semua orang akan berpikir itu akhir dari kisah Amelia ‘Si Anak Kuat’. Tapi bukan itu akhir ceritanya. Bahkan cerita mengenai penanaman biji kopi yang merupakan rencana besar dan mimpi awal Amel untuk perubahan di kampungnya ternyata gagal. Banjir bandang meluluhlatahkan beberapa rumah penduduk serta ladang-ladang, termasuk ladang kopi yang merupakan mimpi Amel akan awal perubahan di kampungnya. Tak ada korban jiwa memang, namun menyisakan kesedihan mendalam bagi seluruh penduduk kampung terutama untuk Amelia. Kisahnya belum berakhir begitu saja tentunya. Bahkan itu merupakan kisah awal Amelia untuk menjadi lebih kuat dalam mewujudkan mimpi-mimpinya.
Akhir kisah dari buku ini menceritakan Amelia atau kerap di sapa dengan panggilan ‘Amel’ berhasil mewujudkan mimpi-mimpi hebatnya. Ia menamatkan seluruh sekolah menengahnya di Kota Kabupaten, lantas menyusul kakaknya Pukat kuliah di Belanda dan setelahnya kembali lagi ke kampung halamannya dengan menjadi dosen di Universitas Terbuka juga menjadi guru tamu diberbagai institusi pendidikan, termasuk SD, SMP, dan SMA.
Kelebihan
Novel ini merupakan salah satu karya Tere Liye yang enak untuk dibaca. Jalan ceritanya bagus dan menarik, karena selain mengisahkan tentang perasaan hati seorang anak dan orang tua, juga terdapat kisah menyentuh dan memotivasi lainnya. Pelajaran yang bisa diambil dari novel ini yaitu kita bisa belajar untuk berani, bersyukur, dan memahami orang lain dan diri sendiri. Selain itu, untuk bentuk fisik dari novel ini sendiri memiliki kualitas kertas yang enak untuk dibaca. Sampul buku memiliki ilustrasi yang unik, dengan warna yang tidak mencolok. Bahasa yang digunakan di dalam novel ini tergolong mudah untuk dipahami karena menggunakan bahasa sehari-hari yang sederhana, namun tetap inspiratif dan bermakna. Seperti pada buku-buku sebelumnya penulis selalu bisa memberikan pemahaman baru, tentang nilai kehidupan.
Kekurangan
Novel ini mempunyai beberapa kata yang menggunakan bahasa hingga membuat para pembaca binging karena tidak berikan arti dari beberapa kata. Bahkan novel tersebut tidak diberikan gambaran tentang umur para tokoh hingga para pembaca sering memikir karena penasaran dengan para tokoh masih anak namun memiliki pemikiran seperti layaknya orang dewasa.