"Tidak mungkin...."
"Tapi aku ada di sini, Miranda," potongnya, "Berkat kamu aku punya tekad untuk jadi lebih kuat. Aku bertekad mencari kamu. Sekarang aku menemukanmu."
"Lalu apa maksud semua ini?"
"Sejak saat itu, aku merasa sesuatu yang beda dalam diriku. Tiba-tiba aku seperti punya tujuan hidup. Kamu. Kamu Miranda. Aku beruntung bertemu kamu, apakah kamu merasakan hal yang sama?"
Tidak masuk akal. Bagaimana momen sesingkat itu mempengaruhi pria ini? Ini gila. Aku tidak mengenal Buana lebih dari pelanggan Listening Caf. Aku hanya diminta untuk mendengarkan curhatan hati pelanggan, bukan untuk dipermainkan seperti ini. Bos memang mengapresiasiku atas kepuasan pelanggan-pelanggan yang kutangani. Namun, jika ada kesepakan tak lazim antara bos dengan pria ini, ini sudah keterlaluan.
"Katakan seberapa besar uang yang Anda bayarkan kepada bos saya! Saya akan mengembalikan sisanya kepada Anda dan Anda bisa pergi sekarang juga," perintahku geram.
Buana gelagapan, "No,no,no, Miranda. Please, aku berkata jujur. Tolong dengarkan aku, setelah itu aku akan pergi."
"Tidak perlu," ketusku.
Aku tak lagi memikirkan kerapian diri. Yang ada di pikiranku hanyalah keluar dari ruangan kecil ini. Pikirku Listening caf sudah menyalahi tujuannya sendiri sebagai pendengar yang baik untuk orang-orang problematik seperti pria di dalam kamar itu.
Buana? Nama bocah itu, Buana?
Ikuti event Kongsi: https://bit.ly/KONGSIVolume1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H