Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat-Surat Sabda | Cerpen Banyu Biru

17 Juni 2024   16:27 Diperbarui: 17 Juni 2024   16:37 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya polisi dengan tampang lebih muda itu meraih map yang tadi mereka letakkan di atas meja. Ia menyingkapkan isi map itu, sebuah surat dengan judul SURAT PERINTAH TUGAS lengkap dengan sebuah foto hitam putih terlampir di map itu. Dahiku mengerut. Wajah pada kertas foto itu tampak tak asing. Mirip dengan majikanku saat ini, hanya... lebih muda.

"Anda kenal orang yang ada di foto ini?" Polisi muda berbadan tegap itu menyodorkan foto itu supaya dapat kulihat lebih jelas.

Setelah mengamati foto itu lebih dekat. Aku yakin itu adalah majikanku. Aku mengembalikan pandanganku pada polisi muda tadi seraya menggeleng.

"Anda yakin dan bisa mempertanggungjawabkan jawaban Anda?" tanya polisi berperut buncit dengan tatapan menyelidik.

Aku mengangguk. Aku merasa keningku semakin dingin. Untung saja kedua polisi itu tidak melanjutkan pertanyaan yang akan menambah stok dosa kebohonganku. Apa yang mendorongku untuk melakukan itu? Aku tak tahu persis.

"Baiklah. Kami sudah mendapatkan informasi yang kami butuhkan. Kami mohon undur diri."

Aku baru saja ingin mengembuskan napas lega sebelum kedua polisi itu berbalik dan menuturkan sebuah informasi yang sontak memacu detak jantungku lebih cepat. "Sebaiknya Anda perlu hati-hati." Polisi buncit itu mengeluarkan foto dari map dan meletakkannya di meja, "Orang di foto ini adalah salah satu pelaku pemerkosaan massal tahun '98 silam. Kami akan terus berupaya supaya korban mendapat keadilan."

Aku terkesiap. Mataku membelalak menatap punggung kedua polisi itu hingga akhirnya menghilang setelah melewati mulut pintu. Aku menyambar foto hitam putih lalu menoleh ke atas tangga tempat kamar majikanku berada. Aku membalik foto itu. Di situ tertulis pula sebuah nama lengkap majikanku juga nama lainnya yang dihubungkan oleh tanda sama dengan.

Sabda = Sapta Hartanto

Umur 50 tahun

Sejak kedatangan kedua polisi itu, aku melancarkan penyelidikanku sendiri. Petunjuk pertama yang langsung melintas di pikiranku adalah surat-surat yang ia simpan di laci meja kerjanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun