"Yang, kamu di rumah sama siapa?" desisku.
"Papa sama mama, cuma kalau jam segini pasti udah pada tidur. Kenapa, Yang?"
"Aku minta kamu keluar dari kamar sekarang,” teriakku.
"Kenapa?"
"Cepat!" Mataku membelalak.
"Iya tapi kenapa?"
"Aku akan kasih tahu kalau kamu sudah keluar kamar. Untuk lebih amannya, kamu ke kamar papa mamamu. Please cepat."
"Yang, aku jadi ikutan merasa takut, nih."
"Sial. Turuti aja apa kataku. Lebih ngeri lagi kalau kamu nggak segera keluar."
Sapta benar-benar membuat urat leherku tegang. Dipikirnya aku sedang bermain-main? Di situasi seperti ini? Sama sekali tidak. Oh, andai saja dia paham. Aku hanya ingin dia keluar secepatnya tanpa memedulikan sosok menyeramkan yang mungkin akan menyerangnya.
Layar ponsel Sapta terguncang. Aku tidak bisa jelas melihat wajahnya. Namun, aku masih bisa mendengar pekikannya.