Blurb
Pino, sosok pemuda sebatang kara yang telah mengenyam pahit getirnya kehidupan di jalanan ibukota . Berbagai pengalaman buruk dialaminya sejak kecil. Tapi semua itu justru membuatnya tumbuh jadi remaja berjiwa tegar, dewasa, dan mandiri.
Suatu malam ia tertabrak motor dan mengalami mati suri. Karena belum saatnya untuk mati, ia dikembalikan lagi ke dunia. Tapi aneh, rohnya bukan kembali pada raganya sendiri melainkan menempati raga remaja lain. Ketika tersadar dari koma, ia pun kaget dan bingung. Apalagi ketika tahu raga yang ditempatinya adalah anak orang kaya.
Roh Doni, sang pemilik raga sebenarnya, menemui Pino dan protes. Doni tidak bisa kembali ke dalam raganya dan menjadi roh gentayangan. Hanya Pino yang bisa melihat dan mendengar roh Doni. Pino juga ingin kembali ke raganya sendiri. Keduanya lalu sepakat mencari raga Pino.
Sekarang mereka diburu waktu. Dapatkah Pino menemukan raganya kembali? Bagaimana pula dengan nasib roh Doni?
Ulasan
Iseng cari novel di Ipusnas. Udah tahu sih, pasti belum ada, karena masih terbilang baru terbit juga. Dan ternyata, ketemulah dngan novel ini. Judulnya sama dan tahun terbitnya sudah terpaut jauh dari yang sekarang. Tanpa ragu, aku langsung mulai baca.
Aku mulai dari sampulnya dulu. Kalau dilihat sekilas, mungkin kita hanya akan melihat sebatang pohon dengan nuansa biru gelap yang mencekam. Namun, ternyata ada potret manusia yang sama, yang satu tergelatak, sedangkan yang satunya terduduk. Mereka dibedakan lagi karena yang duduk itu tubuhnya terlihat transparan. Kurasa itu adalah Doni yang terkapar dan rohnya terpisah dari raganya. Perihal pohon yang lebih mencolok, aku belum temukan kaitannya dengan plot cerita.
Lanjut ke 2 bab awal. Pada bagian ini kita dibuat sedekat mungkin dengan kehidupan Pino yang tidak jauh dari masa kecil yang suram dan kerasnya kehidupan jalanan. Kita diperlihatkan bagaimana lingkungan itu membentuk kepribadian Pino dan teman-temannya. Aku cukup terharu dengan persahabatan Pino dan Andi. Walau porsinya enggak banyak, tapi terlihat kalau mereka dekat. Hal yang berkesan lagi tentang mereka berdua ini waktu Pino yang ceritanya sudah berada di raga Doni menolong Andi dari kejaran geng Fairos. Cukup mengharukan.
Lanjut ke bab-bab selanjutnya, aku merasa ada sesuatu yang kurang. Ini berkaitan dengan premis dan plot. Dari sisi premis emang udah cukup jelas sih, kalau ceritanya akan fokus pada perjuangan Pino bersama roh Doni untuk menemukan raga Pino supaya Doni bisa kembali ke raga aslinya. Cuma, aku masih berharap selain Pino nyasar ke raga Doni, setidaknya ia juga mencicip kehidupan Doni, baik dengan keluarga, teman-temannya, gaya hidupnya atau hal lainnya. Kebanyakan kita tahu kehidupan Doni dengan cara baik dari Doni sendiri atau dari narasi. Padahal, bisa saja keseruan dan ketegangannya akan bertambah kalau upaya pencarian raga Pino dibenturkan dengan upayanya menutupi jati dirinya dan menjalani hidup sebagai Doni. Tapi, ya, masuk akal juga sih, karena upaya pencarian itupun dalam kurun waktu yang singkat. Mereka mengetahui posisi tubuh Doni dengan cepat dan harus kejar-kejaran dengan waktu. Kalau penulis ada niatan ke sana, ya, penulis harus merombak plotnya.
Tidak ada adegan yang benar-benar membekas kecuali pertemuan Pino dan Andi setelah Pino berada dalam tubuh Doni. Pino dan Doni juga belum sempat diberikan ikatan emosi yang kuat sehingga tidak meninggalkan kesan kepada pembaca.
Untung ending, aku suka sekaligus agak nggak rela. Ini mah namanya hasil mengkhianati usaha. Pengen nerima gitu aja, tapi nggak semudah itu juga.
Yah, ketimbang dibilang horror, aku lebih setuju kalau novel ini masuk ke fantasi. Kecuali mungkin penulis bermain-main ke roh jahat, ini bisa jadi horror thriller yang menegangkan.
Kesimpulannya, ceritanya seru, tapi masih kurang berkesan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H