2. Zasil, satu-satunya teman masa kecil Arun yang hanya muncul setelah matahari terbenam. Sosok yang diketahui Arun bukan manusia biasa yang setia menemaninya dan mencoba memahami keadaan Arun. Namun, ternyata Zasil tidak seperti dugaan Arun. Ia adalah makhluk yang dahaga untuk melakukan pembelasan dendam.
3. Maandy, perempuan berdarah Belanda yang diteror oleh kutukan buku autobiografi misterius yang awalnya ditujukan untuk bos di perusahaan tempatnya bekerja. Justru buku itu mengantarnya pada penyelidikan yang bermuara pada asal-usul Arun dan legenda desa Karuwungan. Untuk mengungkap misteri tersebut, Mandy mencari tim investigasi yang terdiri dari dirinya, Arun, Olfa, Tomi, Felix dan Lintang.
Bab demi bab berlanjut, pembaca akan terbawa pada konflik personal yang akhirnya mempengaruhi setiap tokoh. Perselisihan yang menunjukkan bahwa setiap pribadi mereka sebenarnya memiliki motif-motif yang terselebung yang tidak sepenuhnya bersih.
Pesan yang saya dapatkan dari novel ini adalah bahwa kebencian hanya bisa ditumpas oleh cinta kasih. Kebahagian yang dicari oleh setiap kita pun akan tercipta kalau setiap kita dipenuhi oleh cinta kasih itu.
Sebelum saya mengakhiri ulasan ini, saya ingin memberikan sedikit masukan untuk kepenulisan yang berkaitan dengan tanda baca.
1. Untuk penulisan tanda pisah, alih-alih menggunakan simbol tanda pisah, penulisan dilakukan dengan membuat tiga tanda hubung (---).
2. Penulisan dialog tag masih keliru. Misalnya, pada halaman 67, 116, 125, 186. Saya ambil contoh yang ada di halam 186.
"Tidak usah repot-repot." Jawab Maandy ketus.
seharusnya
"Tidak usah repot-repot," jawab Maandy ketus.
Ada beberapa yang sudah benar, hanya saja perlu saya sampaikan karena saya cukup sering temukan. Untung saja, di novel ini lebih banyak menggunakan dialog aksi daripada dialog tag.
Nah, Sejauh ini yang mengganjal dalam benak saya setelah menyelesaikan novel ini adalah terkait kertas putih yang bisa meramalkan masa depan yang disimpan Mandy untuk dirinya sendiri. Juga foto keluarga Arun di rumah Kebo Kumembeng yang bisa berganti wajah. Saya belum menemukan kisah yang kuat dibalik itu. Apakah kertas putih yang bisa meramalkan masa depan itu adalah bagian dari permainan Zasil? Apakah pergantian wajah pada foto tersebut menandakan korban Zasil selanjutnya atau justru yang menyelematkan seperti adengan Mandy di rumah bosnya? Apakah Zasil akan kembali selama manusia masih dipenuhi keserakahan dan foto maupun kertas itu menjadi pertanda yang bisa dimusnahkan? Kalau Zasil masih bisa kembali, apakah Arun juga bisa melakukan hal yang sama untuk menolong orang lain?
Setelah menyelesaikan novel ini, saya sangat ingin menyampaikan kekaguman saya kepada Bang Rudy melalui ulasan ini. Idenya yang luar biasa, premis yang tidak biasa dan karakter yang humanis yang jauh dari kesempurnaan menjadi cerminan setiap kita. Semuanya itu diramu ke dalam sebuah cerita dengan alur yang menarik. Jika ada yang meminta rekomendasi novel horor yang keren, maka saya tidak akan ragu untuk merekomendasikan novel ini.