Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Nikmat Kematian | Cerpen

1 Juni 2023   13:52 Diperbarui: 5 Juni 2023   11:17 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepasang tangan berlumuran darah mencuat dari bawah permukaan. Ruas jari dan kukunya yang panjang berhasil membuat Si Botak terkejut dan refleks menghindar. Matanya kian melebar ketika batok kepala plontos yang juga berlumuran darah ikut menyembul. Bukan hanya itu, ia melihat wajahnya tercetak pada wajah sosok itu. Persis. Dengan tampilan yang bengis dan taring pada mulutnya.

Tidak butuh waktu lama bagi sosok itu untuk menampilkan wujud utuhnya. Ia menyerupai Si Botak dengan tubuh kurus kering dengan postur lebih tinggi. Lengannya yang panjang mencoba meraihnya. Si Botak berusaha menghindar. Saat berdekatan, sosok itu menjilat wajah Si Botak seperti sedang menjilat es krim. Sosok itu tidak peduli dengan Si Botak yang sedang berusaha menahan napas dan mengusap-usap wajahnya supaya lendir yang menjijikkan itu tersingkir dari mukanya.

"Pergi! Pergi!" jerit Si Botak.

Aku menyaksikanya dengan geli sekaligus mual karena bau busuk itu sangat menyengat sampai bikin pusing kepala. "Dia tidak akan berhenti, sebelum puas bermain denganmu," cetusku.

"Apa maumu?" hardiknya.

Aku tidak menjawab. Sosok itu sudah mengambil alih permainan. Terbukti dari jerit kesakitan laki-laki itu cukup memekakkan. Mungkin ia tidak menduga tindakan sosok itu yang tiba-tiba mematahkan salah satu jarinya hingga putus. Sosok itu tampak bergairah. Lidahnya dibiarkan bergelantung dan meneteskan lendir hitam yang berbau busuk. Dua...tiga... jemari laki-laki tak ubahnya seperti ranting kayu yang dipatahkan.Suara gemeretaknya cukup enak di dengar.

"Ampun!" jerit Si Botak.

"Astaga! Kau telat sekali," kataku dengan nada dan muka mengejek. "Kau baru minta ampun setelah telapak tanganmu buntung? Kau lucu."

"Ampun!" Kali ini dengan nada lirih, laki-laki itu memelas.

"Dengan tangan buntung seperti itu, kau tidak terlihat tulus." Aku menyentuh dagu. Kualihkan pandanganku pada sosok di samping laki-laki itu. Sosok itu sedang sibuk mengunyah daging yang baru saja ia copot dari tempatnya.

"Kau," kataku pada makhluk itu. "Kau puas hanya dengan telapak tangannya? Kenapa tidak sekalian dengan lengannya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun